Posts tagged ‘Agama Islam’

SAYA HAKIM, TETAPI SEORANG MUSLIM

Al-Islam wa Audha’unal Qanuniyyah (Islam dan Perundang-undangan) – 4

Oleh: Abdul Kadir Audah


Hakim (Ilustrasi by Inet)

Kiranya saya seorang Hakim yang bukan Islam, sungguh lidah saya tentu akan memuji, menyanjung “Undang-undang”, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Barat. Dan kiranya saya seorang Hakim yang tidak mengerti ajaran-ajaran Islam, tentu saya akan mengekor Undang-undang buatan manusia itu. Tetapi saya adalah seorang Hakim yang Muslim, yang dengan karunia Allah, mengenal dan mengerti seluk-beluk ajaran Islam, apa yang tidak diketahui oleh banyak hakim; dan mengerti pula akan pertentangan Undang-undang ciptaan manusia itu dengan Islam, apa yang tidak dimengerti kecuali oleh sedikit para Hakim.

Hakim muslim yang berdiam diri adalah kufur

Boleh seorang Hakim Muslim itu berdiam diri seperti apa yang diwajibkan oleh Undang-undang, yakni dalam hal-hal yang bertalian dengan urusan-urusan individu, segala apa yang berhubungan dengan pergolakan golongan-golongan. Tetapi dalam hal-hal yang menyentuh Agama Islam dan peraturan-peraturannya dalam praktek masyarakat dan hukum, dan apa yang menyentuh persoalan keadilan sosial dan kehakiman, dan apa yang menyentuh soal akhlak dan moral kemanusiaan yang tinggi (humanisme), dan apa yang bertalian dengan keamanan Negara sekarang dan buat masa depan; adapun soal ini semua, seorang Hakim yang muslim tidak sanggup untuk berdiam diri saja, kecuali bila ia durhaka kepada Islam, atau apabila ia menjatuhkan derajatnya kepada hewan, yang berfikir dan makan seperti hewan itu.

Undang-undang Dasar yang asasi bagi seorang muslim, adalah Syari’at Islam. Maka segala Undang-undang ciptaan manusia yang datang sesuai dengan nas atau sejalan dengan pokok-pokok Syari’at itu yang umum, atau sejalan dengan jiwa peraturannya, maka seorang muslim boleh mengikutinya dengan seizin Allah. Dan sebaliknya segala Undang-undang yang datang bertentangan dengan Syari’at itu, maka ia harus dilawan dan diinjak, karena tidak ada kemulian sama sekali apa yang menyalahi Islam dan sekali-kali tidak boleh taat kepada makhluk dalam hal-hal yang maksiat kepada Allah.

Siapa-siapa orang Islam yang membuat Undang-undang dan ia tahu bahwa perbuatannya itu menyalahi bagi Islam, orang itu adalah fasik. Tetapi bila ia sengaja menghalalkan apa yang dibuatnya, maka ia murtad (keluar) dari Agama Islam dan kafir kepada Allah. Dan tidak syak lagi, bahwa setiap muslim tidak suka bersifat dengan salah satu di antara sifat tersebut, baik dengan yang berhubungan dengan Allah maupun antara sesama manusia.

Seorang muslim tak boleh taat dalam maksiat kepada Allah

Agama Islam mewajibkan atas seorang muslim supaya taat kepada Allah dan Rasul-Nya pertama-tama, dan menaati Pemimpin (pemerintah) kali yang kedua. Maka menaati Pemerintah tidak wajib, dalam apa yang dapat membawa seorang muslim keluar dari menaati Allah. Demikian, karena firman Allah yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah olehmu akan Allah dan taatilah Rasul dan Pemimpinmu, maka jika kamu berbantah satu sama lain, maka bawalah kepada hukum Allah dan Rasul, yaitu jika kamu percaya kepada Allah dan hari akhirat, demikian itulah yang paling baik dan sebaik-baik jalan.” (Surat An-Nisa’/4,ayat 59)

Inilah nas yang menjadi dasar hukum bagi pembesar-pembesar Negara untuk melakukan hak memerintah dan kewajiban taat itu bukanlah secara mutlak, tetapi adalah dengan memakai syarat. sebab, tidak boleh dan tidak berhak pemerintah untuk memerintahkan kepada seseorang apa yang bertentangan dengan Islam, baik yang diperintah itu pegawai atau bukan. Demikianlah nyatanya keterangan ayat Al-Qur’an yang berbunyi :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ…

“Maka jika kamu bersengketa tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul!” (Surat An-Nisa’/4,ayat 59)

Dan bunyi sabda Rasulullah saw :

“Tak boleh taat kepada makhluk dalam hal yang mendurhakai Allah”. (Al-Hadis)

Dan juga sabda Nabi saw yang berbunyi :

“Siapa-siapa dari Pemerintah (pemimpin) yang memerintahmu dengan apa yang tidak membawa taat kepada Allah, maka janganlah sekali-kali ia kamu taati (patuhi)”. (Al-Hadis)

Seorang muslim wajib amar-makruf nahi mungkar

Agama Islam mewajibkan kepada seorang muslim untuk melakukan amar Makruf dan nahi Mungkar; yaitu atas dasar firman Allah dalam Al-Qur’an :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Hendaklah ada di antara kamu suatu bangsa yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh apa yang baik dan melarang segala yang mungkar dan mereka yang berbuat demikianlah orang yang menang”. (Surat Ali Imran/3, ayat 104)

Begitu pula firman-Nya yang berbunyi :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ…

“Kamu adalah suatu umat yang terbaik yang dilahirkan untuk kepentingan manusia, kamu menyuruh-memerintahkan yang baik dan mencegah yang mungkar…” (Surat Ali Imran/3, ayat 110)

Dan juga firman Allah :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ…

“Dan orang-orang mukmin laki-laki maupun perempuan sebagian dari mereka adalah menjadi pemimpin bagi yang lain, mereka menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar…” (Surat At-Taubah/9, ayat 71)

dan Firman Allah :

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“Orang-rang yang telah Kami tempatkan di atas bumi, mereka mengerjakan shalat dan membayarkan kewajiban zakat dan menyuruh yang baik dan melarang yang mungkar…” (Surat Al-Hajj/22, ayat 41)

dan Firman Allah :

كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

“Mereka adalah suatu kaum yang tidak mau melarang dari kemungkaran yang senantiasa mereka kerjakan, sesungguhnya sikap yang begitu adalah perbuatan yang jahat.” (Surat Al-Maidah/5, ayat 79)

Pun banyak pula hadis-hadis Rasulullah SAW yang menyatakan makna dan tujuan ayat-ayat itu, antara lain sabda beliau yang diriwayatkan dari Abu Bakar r.a., bahwa Nabi SAW bersabda dalam suatu khutbahnya :

“Hai manusia, kamu telah baca ayat ini, dan kamu putar-putar ayat itu di luar maksudnya. Sedangkan Tuhan berkata yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, perteguh keyakinanmu, tidak akan berbahaya kepadamu orang-orang yang sesat itu, apabila kamu telah dapat petunjuk. Dan bahwa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:”Tidaklah suatu bangsa yang berbuat maksiat dan di kalangan mereka itu ada orang yang sanggup untuk menantangnya tetapi ia tidak lakukan, melainkan dikhawatirkan, bahwa Allah akan meratakan bencana kepada mereka semua dari sisi allah.” (Al-Hadis)

Dan Nabi bersabda pula :

“Pilihlah, apakah kamu akan melakukan amar makruf nahi munkar, atau Allah akan menjadikan orang-orang jahat berkuasa di atas kamu, kemudian baru pemimpin-pemimpinmu berdo’a kepada Tuhan, tetapi tidak akan diperkenankan lagi!” (Al-Hadis)

Dan sabda beliau :

“Amal-amal baik dibandingkan pahalanya dengan jihad pada jalan Allah, adalah bagaikan satu tetes hembusan air liur dalam lautan yang luas; dan tidaklah seluruh amal-amal kebaikan dan jihad pada jalan Allah itu, bila dibandingkan dengan amar makruf dan nahi mungkar adalah pula bagaikan setetes air liur dalam lautan yang luas.” (Al-Hadis)

Dan Nabi juga bersabda :

“Syahid yang paling utama dari ummatku, ialah seorang yang tegak berkata kepada kepala Negara (Pemimpin) yang durjana (dzalim); ia suruh kepada makruf dan ia larang kepala Negara itu dari melakukan yang mungkar; kemudian ia dibunuh (langsung atau tak langsung) oleh sang kepala Negara atas perbuatannya itu; maka orang itu adalah mati syahid. Tempatnya dalam surga, bersama-sama Hamzah dan Ja’far.” (Al-Hadis)

Nabi bersabda lagi :

“Sejahat-jahat kaum adalah kaum yang tidak memerintah dengan berlaku adil, dan sejahat-jahat kaum, ialah yang tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar.” (Al-Hadis)

Dan Nabi bersabda pula :

“Siapa di antara kamu yang melihat perbuatan mungkar dikerjakan orang, maka hendaklah ia ubah dengan tangannya sendiri, jika ia tidak sanggup, dengan lisannya, jika tidak sanggup juga, maka dengan hatinya saja. Tetapi yang terakhir ini suatu tanda Iman yang paling lemah.” (Al-Hadis)

Dan yang dimaksud dengan Amar makruf, ialah menggerakkan orang sehingga tertarik untuk melakukan segala apa yang sewajarnya harus dikatakan atau dilakukan yang cocok dengan nas-nas Syari’at Islam.

Dan Nahi mungkar, ialah menggerakkan orang sehingga tertarik untuk meninggalkan segala sesuatu yang sewajarnya mesti ditinggalkan itu sesuai dengan Syari’at Islam.

Dan memang suatu hal yang sudah disepakati, bahwa amar makruf dan nahi mungkar itu, bukanlah merupakan hak pribadi untuk berbuat dan meninggalkannya sesuka hati individu-individu saja, dan bukan pula merupakan anjuran yang semata-mata berpahala siapa yang berbuat dan tidak berdosa siapa yang tinggal diam; tetapi amar makruf dan nahi munkar itu, adalah suatu kewajiban yang harus dipikul oleh masing-masing individu, dan mereka tidak diberi hak untuk tidak melakukannya, dan pula merupakan suatu kemestian yang tidak boleh lari dari padanya.

islam telah mewajibkan amar makruf dan nahi munkar agar masyarakat menjadi baik, dan pribadi-pribadi berbuat hal-hal mulia, serta sedikit perbuatan maksiat dan dosa. Karenanya, Pemerintah wajib menjalankan amar makruf dan nahi munkar, masyarakat dan individu harus demikian pula. sehingga dengan demikian tertanamlah norma-norma kebaikan dan makruf itu di tengah-tengah masyarakat, dan dengan bersama-sama melakukan kebaikan dan taqwa, bersama-sama menghalaukan dosa dan permusuhan, menjadi terhukumlah kebinasaan dan kemungkaran itu.

Itulah peraturan Islam

Demikianlah Islam mewajibkan kepada tiap-tiap muslim untuk mendurhakai pemerintah dan pembesar-pembesar, bila mereka melakukan perintah yang dapat membawa maksiat kepada Allah. Islam mengharamkan kepada setiap muslim untuk berlaku taat kepada Undang-undang atau perintah-perintah yang terang-terangan menyalahi Syrai’at Islam dan keluar dari norma-norma atau batas-batas yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-nya.

Demikian pulalah Islam telah mewajibkan kepada semua muslimin, agar melakukan amar makruf dan nahi munkar, menyuruh yang baik dan mencegah apa yang dilarang Allah. Dan Islam mewajibkan kepada setia muslim yang melihat orang yang mengerjakan yang mungkar, bahwa ia harus mengubah dengan tangannya, bila ia tak sanggup berbuat demikian; jika tidak, dengan lidah dan penanya, jika juga tak kuasa, maka dengan hatinya saja. Karena “Tuhan tidak akan memberati manusia, melaikan sekedar kuasanya.” (Surat Al-Baqarah/2, ayat 286)

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا…

Tiap-tiap muslim wajib menunaikan kewajiban

Itualh peraturan (hukum) Islam, dan itulah jalan yang harus dilalui oleh orang-orang mukmin. Kita sekarang telah dikurung zaman, di mana bertabur kemungkaran-kemungkaran dan telah rusak karenanya banyak manusia. Lihatlah banyak orang yang tidak mau berhenti dari melakukan perbuatan mungkar, dan tidak mau menyuruh makruf (baik) yang seharusnya dikerjakan dan diikuti; sedang pembesar-pembesar serta oknum-oknum pribadi telah mendurhakai Allah, mereka menghalalkan apa yang terang dilarang Allah; dan Pemerintah telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang membawa kedurhakaan dan murtadnya kaum muslimin dari Agama islam bila ia patuhi saja. Maka dari itu adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslimin supaya mereka betul-betul melakukan kewajibannya dalam zaman yang hampa dan sulit ini.

Termasuk kewajiban seorang muslim, apakah ia pegawai atau bukan, Hakim atau tidak, ialah bahwa ia harus menyerang perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang menyalahi Islam, bahwa ia harus menyerang pemerintahan dengan pembesar-pembesar yang menyalahi Islam. Dan kaum muslimin seluruh pelosok bumi supaya bekerja sama untuk mengubah perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dasar yang menyalahi Islam dan meleburnya dengan tangan kekuasaan mereka. Jika satu atau sebagian mereka lemah untuk berbuat demikian, maka ia harus mengecam dengan lidahnya dan menyerangnya dengan pena, bersama-sama dengan kawan-kawannya yang kuasa mengubah dengan tangannya itu. jika masih lemah lagi untuk berbuat dengan perbuatan atau perkataan guna meruntuhkan Undang-undang atau Dasar-dasar yang menyalahi Islam, maka seorang muslim harus meruntuhkan Undang-undang itu dalam hatinya, dan ia harus mengutuki Undang-undang tersebut dan mengutuki pula dalam hatinya para pembentuk Undang-undang itu.

Untuk melakukan aksinya itu, maka kaum muslimin harus bantu membantu (solider) satu sama lain, baik jauh maupun dekat, baik kuat maupun yang lemah imannya, untuk bersama-sama mengubah yang mungkar dan merubuhkan berhala-berhala ini (undang-undang).

Wajib pertama, di mana seorang muslim harus bekerja sama untuk melakukannya, adalah mewujudkan amar makruf dan nahi mungkar dan Allah Yang Maha Agung berfirman demikian :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ…

“Bertolong-tolonglah kamu untuk melakukan kebaikan dan taqwa dan sekali-kali jangan bekerja sama atas dosa dan permusuhan…” (Surat Al-Maidah/5, ayat 2)

Maka dari itu hendaklah bekerja sama Umat Islam untuk melenyapkan kemungkaran-kemungkaran yang keji ini, semoga Allah akan membantu mereka dan mengulurkan pertolongan-Nya; dan Allah akan memberikan kekuatan kepada persatuan; dan Allah tetap membela dan berpihak kepad hamba-Nya, selama hamba itu membantu saudaranya pula.

Dan hendaklah tiap-tiap muslim menunaikan tugas kewajibannya untuk memerangi Undang-undang dan ketentuan-ketentuan Peraturan yang nyata-nyata menyalahi Islam. Dan seorang muslim yang melakukan tugasnya tidaklah akan sia-sia, seperti yang dikatakan oleh mereka yang tidak mengerti, yaitu selama muslim itu tetap teguh atas dasar keterangan agamanya dan yakin akan perintah suci dari Tuhannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, percayalah kepada dirimu, tidak akan menyusahkanmu bicara-bicara orang yang sesat itu, apabila kamu telah dapat petunjuk dari Allah. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Surat Al-Maidah/5, ayat 105)

——————————————————————————————————————————————
ISLAM dan PERUNDANG-UNDANGAN
Al Islam wa Audha’unal Qanuniyyah
Oleh: Abdul Kadir Audah
Alih bahasa: K.H Firdaus A.N.
Diterbitkan pertama kali oleh Departemen Agama RI, Jakarta, 1959
Penerbit PT. Bulan Bintang, Cetakan 6, 20 Agustus 1984
Jalan Kramat Kwitang I/8, Jakarta 10420, Indonesia

Bacaan sebelumnya: PERMAAFAN KEPADA UNDANG-UNDANG
Bacaan selanjutnya: FUNGSI UNDANG-UNDANG

5 Pilar Agamamu: Rukun dan Makna Islam (1)

Penulis: Abu Fatah Amrullah
Murojaah: Ust. Aris Munandar

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita mengetahui dengan baik agama kita. Karena dengan Islamlah seseorang bisa meraih kebahagiaan yang hakiki dan sejati. Sebuah kebahagiaan yang tidak akan usang di telan waktu dan tidak akan pernah hilang di manapun kita berada. Sebuah kebahagiaan yang sangat mahal harganya yang tidak dapat diukur dengan materi dunia sebesar apapun. Oleh karena itu sudah selayaknya bagi kita untuk mempelajari Islam, terlebih lagi bagian inti dari Islam yang menjadi pilar agama ini sehingga kebahagiaan pun bisa kita raih.

Inilah Pilar Itu

Rosul kita yang mulia telah memberitahu kepada kita seluruh perkara yang bisa mengantarkan kita pada kebahagiaan yang hakiki dan abadi yaitu surga Allah subhanahu wa ta’ala dan beliau juga telah memperingatkan kita dari seluruh perkara yang dapat menjerumuskan kita pada kehancuran dan kebinasaan yang abadi yaitu azab neraka yang sangat pedih yang Allah sediakan bagi orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Demikianlah kasih sayang Rosul kita kepada umatnya bahkan melebihi kasih sayang seorang ibu pada anaknya.

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)

Rosul kita telah memberi tahu pada kita tentang pilar agama Islam yang mulia ini. Beliau bersabda yang artinya, “Islam ini dibangun di atas lima perkara: (1) Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan sholat, (3) menunaikan zakat, (4) pergi haji ke baitullah, dan (5) berpuasa pada bulan Romadhon.” (HR. Bukhari Muslim)

Demikian pula ketika menjawab pertanyaan malaikat Jibril yang bertanya kepada beliau, “Wahai Muhammad! Beri tahukan kepadaku tentang Islam?” Kemudian beliau menjawab, “Islam adalah Engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kemudian Engkau mendirikan sholat, kemudian Engkau menunaikan zakat, kemudian Engkau berpuasa pada bulan Ramadhon, kemudian Engkau menunaikan haji jika mampu.” Kemudian ketika beliau kembali ditanya oleh malaikat Jibril, “Wahai Muhammad! Beri tahukan kepada ku tentang Iman?” Kemudian beliau menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, utusan-Nya, hari akhir dan Engkau beriman pada takdir Allah yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)

Demikianlah Rosul kita memberikan pengertian kepada umatnya tentang Islam, apa itu Islam yang seharusnya kita jalankan? Dan bagaimana seorang menjalankan Islam? Dalam hadits tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa Islam adalah perkara-perkara agama yang lahiriah sedangkan iman adalah perkara-perkara yang terkait dengan hati. Sehingga jika digabungkan istilah Iman dan Islam maka hal ini menunjukkan hakikat agama Islam yaitu mengerjakan amalan-amalan lahir yang dilandasi keimanan. Jika ada orang yang mengerjakan amalan-amalan Islam namun perbuatan tersebut tidak dilandasi dengan keimanan, maka inilah yang disebut dengan munafik. Sedangkan jika ada orang yang mengaku beriman namun ia tidak mengamalkan perintah Allah dan Rasulnya maka inilah yang disebut dengan orang yang durhaka (dzalim).

Berdasarkan hadits tersebut sekarang kita tahu bahwa agama Islam ini dibangun di atas lima pilar:

1. Persaksian tentang dua kalimat syahadat bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
2. Menegakkan sholat.
3. Menunaikan zakat.
4. Berpuasa pada bulan Romadhon.
5. Pergi haji ke tanah suci jika mampu.

Dan kelima hal inilah yang disebut dengan Rukun Islam yang merupakan pilar utama tegaknya agama Islam ini. Barang siapa yang mengerjakan kelima pilar ini, maka ia berhak mendapatkan janji Allah subhanahu wa ta’ala berupa surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan.

Makna Islam

Jika kita mendengar kata Islam, maka ada dua pengertian yang dapat kita ambil. Pengertian islam yang pertama adalah Islam secara umum yang memiliki makna: Berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk serta patuh pada Allah dengan menjalankan ketaatan kepadanya dan berlepas diri dari perbuatan menyekutukan Allah (syirik) dan berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrik). Islam dengan makna yang umum ini adalah agama seluruh Nabi Rosul semenjak nabi Adam ‘alaihi salam. Sehingga jika ditanyakan, apa agama nabi Adam, Nuh, Musa, Isa nabi dan Rosul lainnya? Maka jawabannya bahwa agama mereka adalah Islam dengan makna Islam secara umum sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Demikian juga agama para pengikut Nabi dan Rasul sebelum nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Islam dengan pengertian di atas, pengikut para Nabi dan Rasul terdahulu berserah diri pada Alah dengan tauhid, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan mengerjakan amal ketaatan sesuai dengan syariat yang dibawa oleh nabi dan Rasul yang mereka ikuti serta berlepas diri dari kesyirikan dan orang-orang yang berbuat syirik. Agama pengikut nabi Nuh adalah Islam, agama pengikut nabi Musa pada zaman beliau adalah Islam, agama pengikut nabi Isa pada zaman beliau adalah Islam dan demikian pula agama pengikut nabi Muhammad pada zaman ini adalah Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلَكِن كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Allah juga berfirman,

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ

“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu.” (QS. Al Hajj: 78)

Sedangkan pengertian yang kedua adalah makna Islam secara khusus yaitu: Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mencakup di dalamnya syariat dan seluruh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan inilah makna Islam secara mutlak, artinya jika disebutkan “Agama Islam” tanpa embel-embel macam-macam, maka yang dimaksud dengan “Agama Islam” tersebut adalah agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga orang-orang yang masih mengikuti ajaran nabi Nuh, nabi Musa atau ajaran nabi Isa setelah diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka orang ini tidaklah disebut sebagai seorang muslim yang beragama Islam. Di samping itu, ada pengertian Islam secara bahasa yaitu Istislam yang berarti berserah diri.

-bersambung insya Allah-

***

* Penulis adalah Alumni Ma’had Ilmi

Baca artikel terkait : 5 Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (2) dan 5 Pilar Agamamu: Penjelasan Ringkas Rukun Islam (3)

www.muslim.or.id