Posts tagged ‘IQ’

Islamic Quantum: Meledakkan IESQ Dengan Langkah Taqwa dan Tawakal (1)

IESQ

Sinopsis Buku : Meledakkan IESQ Dengan Langkah Taqwa dan Tawakal

Ada kecenderungan bahwa IQ, EQ dan SQ saling berhubungan dalam meningkatkan kualitas lahiriyah dan batiniyah seseorang. Dalam peningkatan psikologi dan kepribadian sangat dipengeruhi oleh kesinambungan IQ, EQ dan SQ. Untuk mencapai hal itu ketiga potensi ini tak cukup berdasarkan potensi yang ada melainkan melibatkan aktus atau potensi tertinggi diluar manusia yaitu wahyu . Adapun proses kesinambungan IQ, EQ dan SQ sangat dipengaruhi oleh tingkat ketakwaan dan ketawakalan seseorang. Buku ini akan menguraikan lebih lanjut berbagai keterkaitan IQ, EQ dan SQ. Dan bagaimana usaha mengembangkan kecerdasan tersebut. Lebih dari itu buku ini akan membangkitkan semangat untuk melangkah membuat manajemen menuju kesuksesan program dalam peningkatan keimanan dan menjadi muslim yg berkualitas. 

IESQ

Ilustrasi (Inet)

BAB I

 A. LANGKAH  TAQWA DAN TAWAKAL MENUJU IESQ

 1.Taqwa

Taqwa berasal dari kata “ITTIQA” yang mempunyai dua makna yaitu:

  1. Takut ( kepada Allah )

Bekal Taqwa ini harus ada pada diri orang yang ingin mengabdi dengan ikhlas kepada Allah, sebab jika mempunyai rasa takut kepada selain Allah niscaya baktinya tidak akan sempurna.

  1. Berjaga-jaga atau berhati-hati

Berhati-hati dalam setiap tingkah laku dan amal perbuatan baik yang khusus maupun yang umum serta hanya takut pada Allah semata, contoh menjauhi perkara yang subhat.

2. Tawakal

Tawakal berarti menyerahkan diri secara total dalam melakukan usaha, langkah, gerak dan ikhtiyar pada Allah swt.

 3. Hubungan Antara Taqwa dan Tawakal

Orang bertaqwa harus melengkapi dirinya dengan bekal Tawakal, sebab jika keduanya saling terpisah maka akan menimbulkan sikap was-was penyakit hati, sehingga amalnya itu lebih banyak meninggalkan kerugian.

Jika orang bertawakal tanpa taqwa, maka akan mudahnya tumbul sifat menerima takdir dengan tidak melakukan usaha.

4.  Apa itu IESQ

IESQ adalah suatu kecerdasan yang meliputi kecerdasan intelegensi (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), namun disini yang di sebut dengan IESQ adalah IESQ yang di bangun oleh akal dan hati manusia dengan bimbingan petunjuk dari Allah berupa wahyu.

5.  Hubungan Antara Taqwa, Tawakal dan IESQ

Jika taqwa dan tawakal seseorang sempurna maka kecerdasan intelegensi  (IQ) dan kecerdasan  spiritual (SQ) juga akan sempurna. Dengan sempurnanya IQ dan SQ seseorang akan mampu mengatasi pengaruh lingkungan yang buruk. sebagai contoh Rosulullah adalah orang yang sudah terkenal dengan kejujurannya sehingga mendapat gelar Al-Amin (SQ baik), dan intelegensinya juga baik, contoh dari intelegensi yang begitu tinggi ialah memutuskan peletakan hajar Aswad yang keputusannya memuaskan seluruh kabilah yang sebelumnya berselisih siapa yang harus meletakkannya. Bahkan diantara mereka hampir terjadi pertumpahan darah (IQ baik)

IESQ-2

Ilustrasi (Inet)

B. MENINGKATKAN KECERDASAN AKAL (IQ)

Sesungguhnya ketika manusia kehilangan akal atau tidak berfungsi akalnya. Maka hilanglah kewajiban dirinya dalam menjalankan perintah agama. Hal ini adalah salah satu bukti keadilan Allah bagi para hambanya karena ketika seorang kehilangan akal ia tidak akan bisa berfikir kebaikan sedikit pun, sehingga orang yang sebenarnya bisa berfikir tentang kebaikan lantas tidak melakukan kebaikan sering di sebut sebagai orang yang tidak berakal.

Umar bin khattab ra. berkata: “Mahkota seseorang adalah akalnya, derajat seseorang adalah agamanya dan harga diri seseorang adalah akhlaknya”, betapa pentingnya akal dalam kehidupan kita sebagai alat persiapan seorang mukmin dalam menjalani kehidupannya dan demi menyempurnakan serta menjaga akal kita agar bisa berfungsi secara optimal maka kita harus menjadikan taqwa sebagai bekal hidup.

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah Taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Qs. Al-Baqarah : 197)

1. Apakah akal itu dan apa hubungannya dengan intelektual?

Sayyid Hossein Nasr menyebut akal sebagai proyeksi atau cermin dari hati, tempat keyakinan dan kepercayaan manusia. Dengan itu akal bukan hanya instrument untuk mengetahui, melainkan juga menjadi wadah bagi “penyatuan” Tuhan dan manusia.

Teori akal aktif dari Ibnu Sina dan Al-Kindi dapat menjelaskan bahwa dalam diri manusia, akal bersifat potent yang kemudian mewujud dalam bentuk jiwa (spirit). Menurut Rhenis Meister Echart: “Dalam jiwa seseorang terdapat sesuatu yang tidak di ciptakan dan tidak di bentuk oleh manusia, sesuatu itu adalah intelek”. Akal mempunyai nama yang menonjol:

a. Al-lub karena merupakan cerminan kesucian yang aktifitasnya berzikir dan berfikir

b. Al-hujah karena dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan menguraikan hal-hal yang abstrak

c. Al-Hijr karena akal mampu mengikatkan keinginan seseorang hingga membuatnya dapat menahan diri.

d. Al-Nuha karena akal merupakan puncak pengetahuan, kecerdasan dan penalaran

2. Mungkinkah akal manusia itu di kembangkan?

“Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya.” (Qs. Al-Nisa’/4: 5)

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia itu mengalami perkembangan baik tubuh maupun kemampuan berfikirnya (kecerdasan akalnya). Akal manusia berkembang dari tidak bisanya ia menalar menjadi bisa ketika dewasa. oleh karena itu kecerdasan akal seseorang itu bisa dipersiapkan dengan pembinaan padanya sejak kecil. Menurut para ahli, otak manusia / kecerdasan intelektualitas itu bisa diperbaiki begitu pula dengan kecerdasan emosi dan spiritual bisa dibenahi hingga tua sekalipun. Karena memang kemampuan akal dan potensi itu dikembangkan akibat banyak pergaulan. Jika kita menginginkan akal kita bisa berkembang dengan baik, kita harus menyediakan media yang baik serta mendukung perkembangan akal itu sendiri yang mana media tersebut adalah makanan, lingkungan dan ajaran agama. Meskipun demikian perkembangan tersebut tetap ada puncaknya, ia tidak bisa berkembang tapi malah menurun fungsinya yaitu ketika seseorang memasuki usia pikun, sebagaimana firman-Nya:  “Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah kemudian Dia menjadikan kamu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat itu lemah (kembali)dan beruban. Dia menghendaki apa yang menjadi kehendaknya dan Dialah yang maha mengetahui lagi maha kuasa.”  (Qs. Ar-Ruum : 54)

3. Mengoptimalkan kinerja akal

Beberapa hal yang di lakukan untuk mengoptimalkan dan menyempurnakan akal seseorang :

a.  Sebenarnya prinsip makanan 4 sehat 5 sempurna bukanlah yang terbaik buat tubuh manusia, yang terbaik adalah prinsip makanan yang datang dari ajaran islam yaitu halalan thaybah, karena prinsip ini memperhatikan aspek lahiriyah maupun ruhiyah. Makanan halalan thaybah inilah yang senantiasa di konsumsi oleh para utusannya maka wajar jika mereka adalah orang yang pikirannya jernih sehingga bisa berfikir secara sehat.

b. Belajar dengan cara yang benar. Sesungguhnya langkah yang salah akan berakhir dengan penyesalan sementara langkah yang benar akan mendatangkan kesudahan yang baik walaupun mungkin jalan yang dilalui itu penuh dengan onak dan duri. “Ilmu itu hanya bisa dikuasai dengan belajar, kecerdikan juga begitu, barang siapa mengajarkan kebaikan ia mendapatkannya sedangkan barang siapa menghindari kejelekan ia akan terjaga dirinya.” (HR. Al Tabrani dan Darulqunthy)

peta-sukses-belajar2

Ilustrasi (Inet)

Adapun ciri-ciri belajar yang benar adalah:

1. Memiliki kehendak yang kuat

Tanpa adanya kemauan yang kuat tak akan mungkin bisa maju ataupun meraih apa yang menjadi keinginan kita, dengan demikian langkah awal dalam meraih cita-cita adalah bagaimana kita bisa menumbuhkan kemauan yang kuat dalam diri kita. Hilangnya kemauan yang kuat akan menyebabkan seseorang mengalami kegagalan. Cara menumbuhkan kemauan yang kuat adalah dengan menumbuhkan cita-cita yang tinggi.

2. Disiplin

“Kebanyakan mereka yang sukses adalah mereka  yang memiliki disiplin yang tinggi dan yan gagal adalah yang tidak punya disiplin.” (Kidsam)

Hilangnya rasa disiplin adalah pertanda lepasnya kesuksesan dari tangan kita.

3. Berani

“Yang menyebabkan seorang pejuang mengalami kekalahan adalah ketidakberanian melangkahkan kaki, padahal dia berada dalam kebenaran.”(Kidsam)

Berani bersaing dan menghadapi segala tantangan yang menghalangi langkahnya adalah kunci pertama membuka keberhasilan.

“Ingatlah seumur hidupmu bahwa layang-layang hanya dapat naik karena menentang angin bukan mengikuti angin.” (Scopenhauer)

Orang yang takut melangkah karena takut gagal tidak akan merasakan manis dan nikmatnya keberhasilan.

4. Rajin, Tekun dan Ulet

“Carilah rizqi didalam tanah yang tersembunyi.” (HR Al-Tabrani). Mencari sesuatu yang tersembunyi adalah suatu hal yang sangat sulit,  maka yang dibutuhkan adalah kesabaran dan ketekunan untuk meneliti dan menajamkan pandangan untuk mengamati setiap sudut yang ada. Ketekunan akan menghantarkan seseorang menjadi ahli atas apa yang ia tekuni sehigga jalan menuju kesuksesan akan terpampang lebar dihadapanya dan ketekunan mendatangkan kecintaan Tuhan. “Sesunguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan dengan gigih dan menekuninya.” (H.R.Al-Baihaqi, Abu yala)

5. Sungguh-sungguh

“Hai manusia sesungguhnya kamu telah berkerja sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuinya.” (Qs. Al-insyiqoq : 186)

Jika ingin memperoleh hasil terbaik dalam pekerjaan kita dituntut untuk melakukanya dengan baik dan mencurahkan segenap pikiran serta potensi.

6. Bertahap (memulai dari yang mudah)

“Jangan kamu memulai pekerjaan dari yang sulit karena akan membebanimu, tapi mulailah dari yang paling mudah niscaya dirimu menjadi lebih siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih sulit tingkatannya.” (Kid san)

7. Tidak berlebih-lebihan dalam belajar

Akal manusia ibarat mesin komputer yang mempunyai batas tertentu saat sudah mencapai batas maksimal, jika dipaksa untuk berkerja bukan bertambah kemampuan kinerjanya tapi justru akan mengalami penurunan bahkan error atau tidak mau berkerja lagi. kesalahan yang banyak dilakukan orang didunia adalah memaksakan diri yang berlebihan akan kerja tubuhnya sehinga melampui batas. (H.R Bukhori Muslim)

8. Continue (rutin)

Seseorang yang memiliki sikap ini sebenarnya telah mendirikan benteng untuk mengawal imannya dari gangguan musuh, sebaliknya tanpa sikap ini seseorang telah membuka satu pintu kepada musuh untuk masuk kedalam hati dan merusak keimananya, sikap istimrar bertindak sebagai benteng yang dapat memelihara dan menyelamatkan iman dari musuh, nafsu dan syetan. Siapa yang menerapkan sikap istimrar dalam hidupnya maka akan menjadikan dirinya dicintai Allah. Selain itu kecerdasan otak pun akan mengalami peningkatan karena diasah secara rutin.

9. Mengambil pelajaran dari setiap kejadian

Abu Said ra berkata, bersabda Nabi Muhammad SAW: “Bukanlah orang cerdik kecuali yang pernah tergelincir dan bukanlah orang yang bijaksana kecuali yang berpengalaman.” (H.R Tirmidzi)

Langka yang terbaik dalam meningkatkan kecerdasan seseorang adalah senantiasa memikirkan dan mengambil pelajaran dan hikmah atas setiap kejadian yang dilihatnya. Seorang ahli berkata: “Semua masalah membutuhkan pemikiran yang sehat sedangkan pemikiran yang sehat membutukan pengalaman.”

10. Bertanya apabila tidak tahu

Dengan tidak mau bertanya akan mengakibatkan kebingungan sehingga akan mengganggu kinerja otak dan mengakibatkan tidak bisa berfikir dengan baik.

11. Tidak malas untuk mengulangi

” Sesungguhnya kesuksesan yang hakiki tak akan pernah dinikmati oleh orang yang malas. ” (Kidsam)

Saat mengulangi apa yang pernah kita dapatkan, rasa malas dan bosan akan timbul, untuk menghilangkannya maka kita harus pandai menciptakan suasana dan metode yang baru. Menanamkan malas dalam kebaikan tidak layak ada dalam diri seorang muslim.

12. Mencari waktu yang cocok untuk belajar

Pemilihan waktu yang tepat akan mengoptimalkan fungsi akal. contoh: kita di anjurkan untuk sholat jahajud sebagai ibadah tambahan dimalam hari kenapa tidak siang hari saja? salah satu hikmahnya adalah agar lebih khusyu’ sehingga tidak mengganggu kerja yang dilakukan pada siang.

13. Pantang menyerah

” Untuk mendapatkan sebutir mutiara kadang kita perlu menyelam seribu kali ke dasar lautan.” (Kidsam)

Orang yang mudah menyerah takkan pernah menjadi orang yang sukses dalam hidupnya. Hanya dengan keteguhan hatilah orang akan dapat meraih sukses. Kita harus mempunyai prinsip pantang menyerah walaupun hal tersebut terasa sulit.

14. Banyak membaca

Dengan banyak membaca maka saraf otak akan terlatih, terkondisi, dan terpola sehingga mempercepat kecepatan ia memberi respon sebuah fenomena. Meskipun demikian yang perlu diingat disini adalah bahwa yang perlu dibaca adalah hal-hal yang mendatangkan manfaat bukan hal-hal yang mendatangkan keburukan. Nabi Isa berkata: “Alangkah banyak pohon kayu dan tidak semuanya berbuah, alangkah banyak ilmu tapi tak semua berfaedah.”

15. Meninggalkan yang tidak berguna bagi dirinya

Membiasakan diri melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, akan melatih otak untuk senantiasa berfikir dan berkerja secara positif, kebiasaan ini akan merangsang intelegensi seseorang untuk berkembang secara positif sehingga akan menjadi cerdas, sementara melakukan sesuatu yang tidak ada manfaatnya akan melemahkan otak sehingga menjadi malas melangkah.

Ketika orang mmiliki bekal takwa dan tawakkal yang sempurna ia akan selalu meninggalkan yang tidak berguna bagi dirinya karena sikap hati-hati dirinya agar hal tersebut tidak menyeret dirinya ke perbuatan durhaka yang lebih bsar lagi.

16. Tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada sementara orang lemah adalah mereka yang malas-malasan

17. Selalu berprinsip hari ini adalah lebih baik dari hari kemarin

Orang yang pandai adalah mereka yang selalu bisa menjadi lebih baik dari keadaan yang sebelumnya. Sama apabila lebih buruk dari kemarin adalah sebagai indikasi ketidak cakapan seseorang dalam bergulat dengan hari yang akan dijalaninya di saat ini.

Akal akan selalu terpacu  untuk berfikir kreatif yaitu mencari sesuatu yang bermanfaat buat dirinya agar bisa lebih baik dari keadaan sebelumnya, dan hal inilah yang menjadikan akalnya bertambah, kemampuan kinerjanya meningkat dalam menganalisis sebuah kejadian.

18. Skala prioritas

“Orang yang pandai membuat skala prioritas akan lebih mudah menuju puncak kesuksesan. ” (Kidsam)

Manusia didunia itu memiliki banyak keinginan dan kepentingan sementara yang mereka inginkan adalah tercapainya semua itu, padahal kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi adalah adanya ketidak sempurnaan dan keterbatasan diri, sehingga tidak semua keinginan ini dapat dikabulkan.

19. Selalu optimis

Rasa pesimis adalah awal sebuah kegagalan, sedangkan rasa optimis akan memberikan sebuah kekuatan jiwa untuk meraih sebuah keberhasilan .

Rasa optimis yang benar dalam diri seseorang hamba adalah sikap tenang diri untuk meraih kesuksesan karena yakin akan kemudahan dan pertolongan Allah, kepercayaan itu tak akan muncul dalam diri seorang hamba kecuali dia bertawakal pada-Nya.

20. Istirahat yang cukup

Manusia adalah mahluk yang bisa mengalami kelelahan dan jika kelemahan ini sampai pada titik puncak / jenuh, maka manusia tidak akan  dapat melakukan aktifitasnya sama sekali, tubuh yang lelah akan menjadikan otak tidak bisa bekerja secara baik, sehingga kemampuan berpikirpun tidak sempurna dan untuk memulihkan hal itu, dia butuh istirahat yang cukup.

4. Cara menyempurnakan akal

Kerja otak itu ibarat mesin komputer yang terdiri dari hardware maupun software yang keduanya dapat di-up-grade tapi dalam meng-up–grade-nya juga tetap terpengaruh dasarnya, jika ia cuma Pentium 3 maka bila di-up-grade bisa di ubah setara dengan Pentium 4.

Kecerdaan akal kita juga akan ditambah oleh Allah jika kita senantiasa membersikan diri dari dosa dan meningkatkan takwa dan tawakal.

pdca-plan-do-check-act

Ilustrasi (Inet)

C. MEMBUAT MANAJEMEN MENUJU KESUKSESAN PROGRAM

Adapun cara bagaimana menyusun  program untuk meraih cita-cita.

1. Perencanaan (Planning)

Suatu langkah yang sudah dirancangkan sebelumnya akan mnghasilkan suatu yang lebih baik, dengan adanya perencanaan yang matang, maka program akan dapat berjalan rapi, terarah dan teratur sehingga memungkinkan hasilnya pun baik dan sempurna. Berikut adalah langkah-langkah perencanaan:

a. Menentukan tujuan

b. Musyawarah dan istikharah

c. Menentukan pelaksanaan

d. Membuat draf langka kerja

2. Pengkoordinasian (Organizing)

Jika kita berhasil mengkoordinasi semua potensi dan sumber daya yang ada maka kita akan bisa menyusun dan menempatkan pada tempatnya masing-masing sesuai dengan jenis dan macam potensi dan sumber daya yang ada, dan disini kita akan dapat menjalankan rencana kita dengan teratur dan rapi.

Adapun kita bisa mengkoordinasikan segala potensi dan sumber daya yang ada.

  1. Mengenali potensi dan sumber daya yang ada
  2. Pembagian tugas
  3. Menyiapkan saran dan prasarana pendukung
  4. Mengatur pelaksanaan

3. Pelaksanaan (Actuating)

Sebaik apapun sebuah perencanaan dan pengkoordinasian dibuat jika tidak pernah dilaksanakan maka akan sia-sia belaka. Oleh karena itu jika kita ingin mendapatkan hasil yang baik dari apa yang sudah kita rencanakan dan koordinasikan maka program yang ada harus dilaksanakan.

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan antara lain :

  • § Saat bekerja sendirian, minimal kita harus :

a)      Disiplin

b)      Bersungguh-sungguh

c)      Bertanggungjawab

d)     Tegar dan pantang menyerah

  • § Saat bekerja dengan orang lain, minimal kita harus :

a)      Saling percaya

b)      Saling menghargai dan memahami

c)      Kerjasama dan tolong-menolong

d)      Saling melengkapi

e)      Saling menasehati

f)       Diserahkan kepada para ahlinya

g)      Mengikuti yang baik

4. Pengawasan (Controlling)

Didunia ini tidak ada manusia yang bersih dari kesalahan walaupun dia orang pandai sekalipun, sehingga ada sebuah istilah “bahkan orang terpandai pun bisa berbuat salah”. Jika kita sadar akan hal itu maka dalam pelaksanaan pekerjaan itu perlu adanya sebuah pengawasan.

Manfaat pengawasan:

1) Sebagai kontrol

2) Sebagai tempat konsultasi

3) Sebagai motifator

4) Pertanggungjawaban

Perlu kita sadari, bahwa setiap apa yang kita lakukan itu ada nilai pertanggung-jawaban, kita kelak akan dimintai pertanggung jawaban terhadap segala sesuatu yang kita lakukan didunia sehingga jangan sampai kita menyesal dan rugi. “kelak akan dituliskan persaksian mereka akan dimintai pertanggung-jawaban”.

5. Evaluasi (Evaluation)

Jika kita ingin keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya, maka kita dituntut untuk sering melakukan evaluasi namun apa gunanya melakukan evaluasi jika hanya sekedar evaluasi tanpa ada tindakan lanjut untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Maka barang siapa yang bertaqwa dan mengadakan perbaikan tidaklah ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Q.S.Al-Araaf: 35)

PerfModel

Ilustrasi (Inet)

 D. MENGENDALIKAN EMOSI UNTUK MEMBANGKITKAN KECERDASAN EMOSIONAL (EQ)

            Sesungguhnya manusia diberi potensi emosi yang bisa mendorong diri ke perbuatan jelek dan baik, dengan adanya emosi diri inilah yang menyebabkan manusia bersemangat, makan jika lapar, mempunyai rasa cinta, dll. Maka yang terbaik adalah mengendalikan dan mengarahkan agar ia menjadi termotivasi kearah yang lebih baik, jika ia mampu berbuat demikian maka ia memiliki kecerdasan emosional yang baik. Beberapa hal yang inysa Allah bermanfaat untuk mengendalikan emosi seseorang.

1. Bersikap tenang

Hal-hal yang dapat mendatangkan ketenangan:

a. Dzikrullah

b. Merasakan kehadiran-Nya

c.Yakin akan pertolongan-Nya

2. Berfikir sebelum bertindak

Beberapa hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan jika hendak bertindak:

a. Mempertimbangkan haram dan halalnya

b. Mempertimbangkan manfaat dan mahdhorot-nya

c. Memilih yang ringan diantars pilihan yang ada sementara tidak menyalahi syariat

3. Memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri sendiri

Salah satu tanda orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik (EQ) adalah memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya ingin diperlakukan, maka kita harus melihat jauh kedepan bagaimana seandainya yang mengalami hal itu adalah diri kita sendiri, maka dengan hal ini akan senantiasa berusaha untuk tidak berbuat dholim kepada orang lain.

4. Sabar

Pepatah mengatakan . “Kesabaran adalah kunci segala kesuksesan, tawakkal kepada Allah adalah utusan kesuksesan, barang siapa tidak mau bersabar dalam menghadapi penderitaan hidup, maka kesusahan akan menerpa sepanjang masa”.

5. Menundukkan hawa nafsu

Apabila nafsu belum tunduk pada kebenaran, maka ia akan mendorong manusia untuk berbuat jahat dan itu berakibat semua kecerdasannya akan hilang, sehingga tingkah laku mereka tak ubahnya seperti hewan.

Beberapa hal yang mampu menundukkan hawa nafsu:

a. Berpegang teguh pada kebenaran

b. Mendirikan sholat

c. Puasa (shaum)

iq_eq_sq

Ilustrasi (Inet)

 E. MENGUATKAN SANDARAN VERTIKAL UNTUK MEMBANGKITKAN KECERDASAN SPIRITUAL (SQ)

Kondisi sesorang itu berpengaruh terhadap kemudahan dia dalam menjalani kehidupan jika spiritualnya baik maka ia menjadi orang yang pandai dan cerdas dalam kehidupan, untuk itu yang terbaik bagi kita adalah memperbaiki hubungan kita kepada Allah SWT yaitu menguatkan sandaran vertikal kita denga cara memperbesar takwa dan menyempurnakan tawakkal serta memurnikan pengabdian kita pada-Nya, dengan cara:

1. Meluruskan niat

Niat ini berpengaruh terhadap langkah yang akan ditempuh selanjutnya, jika niatnya baik mendatangkan kemudahan dan pertolongan Allah SWT dan begitu juga sebaliknya.

2. Berdoa sebelum melangkah

Hukum Newton mengatakan bahwa ada aksi ada reaksi, dan dalam melangkah biasanya ada 2 reaksi yaitu reaksi yang mendukung dan yang satu menjadi penghalang. Orang baru bisa meraih kesuksesan dalam langkahnya apabila ia bisa malewati semua faktor yang menjadi penghalang. Untuk itu kita perlu berdoa sebelum melangkah agar kita mendapatkan kemudahan dan terhindar dari keburukan.

3. Menjaga keimanan dan kebersihan hati

Suatu indikator bahwa seseorang memiliki kecerdasan spiritual baik (SQ) apabila dirinya memiliki keimanan yang kokoh, serta hatinya bersih dari segala penyakit hati dan bersih dari segala keinginan yang buruk. Maka untuk menjaga ke puncak spiritual seseorang dituntut untuk meneguhkan keimanan yang ada didalam dada serta senantiasa membersihkan dan menjaga kebersihannya. Dengan cara, meninggalkan maksiat, bertaubat, tidak meremehkan suatu kebaikan walaupun kelihatan kecil dan tetap berada diatas jalan syariat islam.

4. Memperbanyak tafakkur

“Tafakkur adalah cermin yang akan memperlihatkan kepadamu kebaikan dan keburukanmu.” (Al Fudhail bin iyyad)

Jika seseorang ingin mencapai fadilah tafakkur maka hendaknya berfikir dalam lima macam yaitu :

  1. Memikirkan ayat-ayat bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
  2. Memikirkan nikmat pemberian Allah SWT .
  3. Memikirkan pahala yang dijanjikan Allah SWT.
  4. Memikirkan siksa dan hukuman Allah SWT.
  5. Memikirkan yang diridhai dan dimurkai oleh Allah SWT.

5. Menyandarkan pilihan pada pilihan Allah SWT

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah SWT mengetahui,s edangkan engkau tidak mengetahui.” (Q.S Al-baqorah: 216)

Adapun wujud nyata bahwa seseorang itu menjatuhkan pilihan kepada apa yang menjadi pilihan Allah SWT adalah apabila dirinya yakin akan pertolongan Allah SWT  dan pasrah serta rela terhadap keputusan-Nya.

intelligence

Ilustrasi (Inet)

 F. BELAJAR DARI SIFAT RASUL UNTUK MERAIH IESQ YANG SEMPURNA

“Sesungguhnya telah ada dalam diri rasul itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah SWT dan (kedatangannya) hari kiamat dan ia banyak menyebut Allah SWT.”  (Q.S.Al-ahzab: 21)

Sesungguhnya didunia ini tidak ada orang yang memiliki kecerdasan lahir dan batin yang lebih sempurna dari yang dimiliki oleh para rasul, bahkan kecerdasan lahir dan batin (Fathanah) ini merupakan salah satu sifat wajib yang harus dimiliki  sebagai penyampai ajaran Allah SWT, jika kita ingin memiliki kecerdasan seperti kecerdasan para rasul maka kita harus mempunyai tiga sifat yaitu:

1. Shiddiq (Benar)

Langkah untuk menjadi shidiq adalah:

a. Membenarkan kebenaran

b. Sabar dalam kebenaran

c. Istiqoma dalam kebenaran

d.proporsional (berbuat dan berbicara yang haq serta tepat)

2. Amanah (Dapat dipercaya)

            Semakin mendekati zaman akhir maka yang sangat sulit dicari adalah orang yang bisa dipercaya dan yang banyak adalah orang yang suka berdusta, orang akan saling mencaplok dan mengingkari janji-janji manis yang telah dibuatnya, amanah yang dipikulnya disia-siakan dan tidak diperdulikan karena yang mereka pikirkan adalah kesenangan belaka. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah SWT dan rasul dan jangan kamu menghianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (Q.S.Al-anfal: 27)

3. Tabligh (menghantarkan sesuatu sampai pada tujuannya)

            Kalau seseorang sudah bisa mnghantarkan segala sesuatu pada tempat tujuannya maka dialah orang yang cerdas dengan sempurna. “Mewujudkan keadilan adalah sesuatu yang sulit tapi orang yang mencintai keadilan akan selalu berusaha untuk adil.” (Kid sam).

Setelah seseorang bersifat tabligh maka dia juga sudah mampu menerapkan amanah sehingga tidak hanya sekedar teori tapi kebijaksanaan, maka ia bisa dikatakan cerdas lahir batin dan orang seperti inilah yang akan meraih kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.

=================================================================================

Sumber:
http://catalog.sunan-ampel.ac.id
http://media-islam.or.id
http://discus.web.id

Kecerdasan Ketiga ala Ghazali

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Imam Al-Ghazali (450 H/1058M—505 H/1111M) dan beberapa sufi lainnya sesungguhnya sudah lama memperkenalkan model kecerdasan spiritual dengan beberapa sebutan, seperti dapat dilihat dalam konsep Mukasyafah dan Ma’rifah.

Menurut Al-Ghazali, kecerdasan spiritual dalam bentuk mukasyafah (penyingkapan langsung) dapat diperoleh setelah roh terbebas dari berbagai hambatan.

Yang dimaksud hambatan di sini ialah kecenderungan duniawi dan berbagai penyakit jiwa, termasuk perbuatan dosa dan maksiat. Mukasyafah merupakan sasaran terakhir para pencari kebenaran dan mereka yang berkeinginan meletakkan keyakinannya di atas kepastian.

Kepastian yang mutlak tentang kebenaran hanya mungkin dapat dicapai ketika roh tidak lagi terselubung khayalan dan pikiran. (Lihat mukadimah Ihya’ Ulumuddin).

Kecerdasan spiritual, menurut Al-Ghazali, dapat diperoleh melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, diturunkan Allah kepada nabi-Nya untuk disampaikan kepada orang lain sebagai petunjuk-Nya. Sedangkan, ilham hanya merupakan pengungkapan (mukasyafah) kepada manusia pribadi yang disampaikan langsung masuk ke dalam batin seseorang.

Al-Ghazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali, tetapi diperuntukkan kepada siapa pun yang diperkenankan oleh Allah. Menurut dia, tidak ada perantara antara manusia dan pencipta-Nya. Ilham diserupakan dengan cahaya yang jatuh di atas hati yang murni dan sejati, bersih, dan lembut. Dari sini, Al-Ghazali tidak setuju ilham disebut atau diterjemahkan dengan intuisi.

Ilham berada di wilayah supra consciousness, sedangkan intuisi hanya merupakan sub-consciousness. Allah SWT sewaktu-waktu dapat saja mengangkat tabir yang membatasi Dirinya dengan makhluk-Nya. Ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah itulah yang disebut ‘ilm al-ladunni oleh Al-Ghazali. (Lihat karyanya, Risalah al-Ladunniyyah).

Orang yang tidak dapat mengakses langsung ilmu pengetahuan dari-Nya tidak akan menjadi pandai karena kepandaian itu dari Allah. Al-Ghazali mengukuhkan pendapatnya dengan mengutip surah Al-Baqarah/2: 269. “Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Alquran dan Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

Al-Ghazali mengakui adanya hierarki kecerdasan, dan hierarki ini sesuai dengan tingkatan substansi manusia.

Namun, ia menyatakan, hierarki ini disederhanakan menjadi dua bagian, yaitu kecerdasan intelektual yang ditentukan oleh akal (al-aql) dan kecerdasan spiritual yang diistilahkan dengan kecerdasan rohani, ditetapkan dan ditentukan oleh pengalaman sufistik.

Agak sejalan dengan Ibnu Arabi yang menganalisis lebih mikro lagi tentang kecerdasan spiritual dengan dihubungkannya kepada tiga sifat ilmu pengetahuan ini, yaitu pengetahuan kudus (ilm al-ladunni), ilmu pengetahuan misteri-misteri (ilm al-asrar), dan ilmu pengetahuan tentang gaib (ilm al-gaib).

Ketiga jenis ilmu pengetahuan tersebut tidak dapat diakses oleh kecerdasan intelektual (Ibnu Arabi, Futuhat Al-Makkiyyah, Juz IV, hlm 394).

Tentang kecerdasan intelektual, Ibnu Arabi cenderung mengikuti pendapat Al-Hallaj yang menyatakan intelektualitas manusia tidak mampu memahami realitas-realitas. Hanya dengan kecerdasan spirituallah manusia mampu memahami ketiga sifat ilmu pengetahuan tersebut di atas.

Al-Ghazali dan Ibnu Arabi mempunyai kedekatan pendapat di sekitar aksesibilitas kecerdasan spiritual. Menurut Al-Ghazali, jika seseorang mampu menyinergikan berbagai kemampuan dan kecerdasan yang ada pada dirinya, maka yang bersangkutan dapat ‘membaca’ alam semesta (makrokosmos/al-alam al-kabir).

Kemampuan itu merupakan anak tangga menuju pengetahuan tertinggi (makrifat) tentang pencipta-Nya. Karena alam semesta, menurut Al-Ghazali dan Ibnu Arabi, merupakan ‘tulisan’ atau bagian dari ayat-ayat Allah.

Al-Ghazali menuturkan, hampir seluruh manusia pada dasarnya dilengkapi kemampuan mencapai tingkat kenabian dalam mengetahui kebenaran, antara lain, dengan kemampuan membaca alam semesta tadi.

Fenomena kenabian bukanlah sesuatu yang supernatural, yang tidak memberi peluang bagi manusia dengan sifat-sifatnya untuk menerimanya. Dengan pemberian kemampuan dan berbagai kecerdasan kepada manusia, kenabian menjadi fenomena alami.

Keajaiban yang menyertai para rasul sebelum Nabi Muhammad bukanlah aspek integral kenabian, tetapi hanyalah alat pelengkap alam mempercepat umat meyakini risalah para rasul itu.

Bahkan, menurut Al-Ghazali, semua manusia pada dasarnya memenuhi syarat menjadi nabi, namun Allah menentukan hanya sebagian kecil di antaranya yang dipilih. Seruan penggunaan model-model kecerdasan di dalam Alquran tidak secara parsial. Keunggulan manusia terletak pada kemampuannya menyinergikan ketiga kecerdasan tersebut.


Hubungan IQ,EQ dan SQ (kr-cahelek.blogspot.com)

Seseorang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual (IQ) belum tentu memiliki kejujuran, kesabaran, dan ketaatan, karena sifat-sifat ini lebih ditentukan kecerdasan yang lebih tinggi, yakni kecerdasan emosional (EQ) atau kecerdasan spiritual (SQ).

Sebaliknya, EQ dan SQ tanpa dilengkapi IQ juga tidak akan banyak berarti karena kedua kecerdasan yang disebut pertama sesungguhnya merupakan kelanjutan dari kecerdasan IQ. Seseorang tidak akan sampai pada kecerdasan EQ dan SQ tanpa melewati kecerdasan IQ.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, ketiga model kecerdasan itu sangat dibutuhkan terutama di kalangan pemimpin masyarakat dan lebih khusus lagi pemimpin perusahaan.

Menurut beberapa survei ahli manajemen, tingkat prestasi IQ yang dimiliki seorang manajer tidak berbanding lurus dengan tingkat prestasi perusahaan yang dipimpinnya. Seorang manajer dituntut memiliki kecerdasan ekstra berupa kecerdasan kedua (EQ) dan ketiga (SQ).

Sebagai pribadi Muslim, sulit dibayangkan akan sukses menjadi abid (hamba) dan khalifah yang sukses tanpa memiliki secara seimbang ketiga model kecerdasan tersebut. Manusia paripurna (insan kamil) sesungguhnya tidak lain ialah orang yang mampu memadukan secara simultan ketiga kecerdasan tersebut di dalam dirinya.

Di sinilah kekhususan Al-Ghazali jika dibandingkan dengan Ibnu Arabi. Al-Ghazali masih tetap berpikir realistis di dalam mengembangkan pendapatnya. Ia masih tetap memandang penting kecerdasan ketiga atau apa pun namanya itu tetap dibumikan.

Ia mencela para sufi yang tidak realistis memandang kenyataan masyarakat. Mungkin itulah sebabnya ia dikategorikan sebagai penganut tasawuf akhlaqi. Berbeda dengan Ibnu Arabi yang dikategorikan sebagai penganut tasawuf falsafi.

Al-Ghazali mencela orang-orang yang sibuk dengan urusan sunah dan melalaikan ibadah fardhu, mengabaikan formalitas ibadah untuk substansi ibadah, mengabaikan substansi ibadah demi formalitas ibadah, dan waspada terhadap yang syubhat tetapi terjebak di dalam hal yang haram.

Al-Ghazali juga mencela para ilmuwan yang tidak memedulikan yang lain kecuali hanya ilmu, dengan kata lain ilmu untuk ilmu. Seolah-olah tidak ada tempat nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Al-Ghazali mencela ahli tasawuf yang sibuk dengan hakikat tetapi mengabaikan syariat, sibuk membahagiakan batinnya tetapi mengabaikan keluarga dan masyarakatnya, asyik dengan akhiratnya dan mengabaikan dunianya, mereka memuji prestasi spiritualnya lantas mengasingkan diri dengan orang lain, dan menganggap ilmu tasawuf paling istimewa dan paling benar, sibuk berpolemik soal hukum tapi tidak menghargai waktu, serta sibuk memperbanyak hukum dan peraturan tetapi semakin sedikit mengamalkannya.

Dalam soal muamalah, Al-Ghazali juga mencela ahli muamalah yang teperdaya karena banyak bermain di wilayah syubhat, sibuk menjalin hablun minannas tetapi melupakan hablun minallah, sibuk mengumpul harta tetapi tidak teliti menghitung zakatnya, dan sibuk melakukan inovasi tetapi mengabaikan tanggung jawabnya sebagai khalifah.

republika.co.id

KEPEMIMPINAN

DEFINISI KEPEMIMPINAN

Apakah arti kepemimpinan? Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:

1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).

2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).

3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).

4. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.

5. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).

Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.

PENGERTIAN PEMIMPIN

Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara, Page 23).

TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN

Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:

1. Pemimpin bekerja dengan orang lain

Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.

2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas).

Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas

Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.

4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual

Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

5. Manajer adalah seorang mediator

Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat

Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit

Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.

Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :
1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator

PRINSIP- PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN

Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Covey) sebagai berikut:

1. Seorang yang belajar seumur hidup

Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.

2. Berorientasi pada pelayanan

Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

3. Membawa energi yang positif

Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;

a. Percaya pada orang lain

Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.

b. Keseimbangan dalam kehidupan

Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.

c. Melihat kehidupan sebagai tantangan

Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.

d. Sinergi

Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.

e. Latihan mengembangkan diri sendiri

Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.

Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.

Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.

Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas emosional dan spiritual (IQ, EQ dan SQ).

KEPUSTAKAAN

Deviton JA., 1995 The Interpersonal Communication Book, 7th Ed., Hunter College of The
City University of New York.

Greenberg J. & Baron RA., 1996 Behavior in Organizations: Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., p: 283 – 322.

Muchlas M., 1998 Perilaku Organisasi, dengan Studi kasus Perumahsakitan, Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Manajemen Rumahsakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nortcraft GB and Neale MA., 1990 Organizational Behavior: A Management Challenge, The Dryden Press, Rinehart & Winston Inc.

Robbins S., 1996 Organizational Behavior: Concepts, Controversies, and Applications., San Diego State Uniersity, Prentice Hall International Inc.

Robbins S., 1996 Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, San Diego State University, diterbitkan oleh PT Prenhalinddo, Jakarta.

Artikel terkait: Hubungan Organisasi, Manajemen dan Kepemimpinan

sumber:
Materi Pelatihan Keterampilan Manajerial SPMK (infolab.uns.ac.id)