Judul Buku : KUT (Reinventing the Missing Islamic Time System) Ka‘bah Universal Time – Penemuan-ulang Sistem Tata-waktu Islam yang Hilang

Penulis : Bambang E. Budhiyono

Jumlah Halaman : 125 hal.

TUJUAN penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Artinya seluruh dimensi ruang dan waktu memiliki nilai yang sakral karena seluruh makhluk selalu bertasbih dan beribadah hanya kepada Allah SWT. Inilah salah satu kunci utama ajaran Islam yang diyakini merupakan ajaran final yang lengkap dan paripurna (syamil).

Pertanyaannya adalah “apakah dalam seluruh dimensi ruang dan waktu dalam Islam yang bernilai sakral tersebut tidak ada sistem tata-waktunya sehingga lahir ide sistem tata-waktu hasil olah nalar manusia sebagaimana sistem tata-waktu China, Jepang, Hindu, Persia, maupun Masehi (GMT)? Mengapa sistem tata waktu Hijriyah yang merupakan almanak resmi umat Islam ‘tenggelam’ digantikan dengan sistem tata waktu yang lain dan kalau berlaku hanya menjadi salah satu sumber kontroversi perbedaan? Di mana sebenarnya patokan utama penetapan sistem Hijriyah saat ini? Masih banyak pertanyaan lain yang perlu segera mendapat rumusan jawaban sehingga umat Islam tidak lagi terjebak dalam labirin kebingungan massal.

Secara umum, argumentasi “kebenaran” konsepsi-konsepsi yang saat ini berkembang di masyarakat muslim dunia bersifat ilutif (konseptual) dan tidak aktual (realisme). Padahal, Ka’bah sudah berfungsi sebagai arah kiblat dan tempat thawaf dapat dipastikan bahwa Ka’bah juga merupakan sebagai benchmark dalam teks ayat “qiyaman linnas”. Jika sebuah ide atau tesis lahir dari realita yang ada (Ka’bah), maka tesis tersebut bukan hasil olah nalar manusia melainkan hasil olah kesadaran (fitrah) dari realita yang ada sehingga konsepsi tersebut argumentasinya bersifat aktual (realistis).

Dari tesis itulah buku “Ka’bah Universal Time (KUT); Reinventing the Missing Islamic Time System” berangkat untuk mengangkat realitas yang ada dan berupaya membangun dasar pemikiran tentang urgensi Ka’bah sebagai patokan waktu. Ka’bah sebagai benchmark –dalam konteks Makkah Mean Time (MMT)– dibangun oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya Ismail AS telah terbukti secara empiris sebagai poros bumi atau pusat magnetik bumi. Ruang atau tempat Ka’bah tersebut dibangun atas kehendak Allah SWT yang merupakan titik episentrum dari Baitul Makmur (tempat thawaf para malaikat ke Baitullah (tempat thawaf umat manusia).

Selama ini, umat Islam sebenarnya telah memiliki sistem tata-waktu sendiri yakni sistem almanak qomariyah-syamsiyah (lunar and solar system). Bagi ummat Islam, sistem almanak qomariyah-syamsiyah mengatur antara lain mengenai jumlah hari dalam setahun, jumlah 12 bulan dalam setahun dan satu pekan (week) yang terdiri atas 7 hari yang semuanya bukan karya manusia atau hasil rekayasa hasil perhitungan matematis-astronomis melainkan ketetapan Allah Yang Maha Memiliki Ilmu yang dapat pula ditemukan dalam al-Qur’an. Umat Islam di seluruh dunia mengakui keabsahan dan ketetapan (validity and applicability) sistem almanak syamsiyah yang membagi hari dalam setahun sebanyak 365 hari. Alasan kuatnya adalah dalil non-nalar karena terdapat 365 kata yaum (hari) dalam al-Qur’an.

Terkait dengan menara Abraj Al Bait atau “Mecca Royal Clock Hotel Tower” yang diresmikan beberapa waktu lalu juga bermaksud menjadikan waktu Mekah Makkah Mean Time (MMT) seperti halnya Greenwich Mean Time (GMT). Demikian menurut Muhammad Al-Arkubi, General Manager Hotel tersebut dalam jumpa pers di Dubai.

Proyek Abraj Al Bait ini harus diakui merupakan kelanjutan dari konferensi internasional dua tahun sebelumnya, tepatnya 19 April 2008 di Doha, Qatar yang bertema “Mecca the Center of the Earth, Theory and Practice”. Syeikh Yusuf Qardawi, salah satu ulama terkenal dan bertindak selaku ketua penyelenggara sekaligus pembicara dalam konferensi tersebut menegaskan bahwa ilmu sains modern sekurangnya telah memiliki bukti bahwa Makkah merupakan pusat bumi yang sebenarnya. Salah satu butir hasil konferensi tersebut adalah keputusan untuk merekomendasikan bahwa kota Makkah harus dijadikan patokan waktu bagi umat Islam sebagaimana saat ini kota Greenwich menjadi patokan waktu GMT.

Buku Ka’bah Universal Time (KUT) dapat melengkapi literatur khasanah yang dapat digunakan untuk mendukung Makkah Mean Time (MMT). Tidak hanya itu, buku yang terdiri atas empat bab ini juga membahas lebih luas tentang masalah-masalah yang terkait dengan sistem tata waktu dalam Islam. Pada Bab I membahas tentang awal munculnya gagasan KUT. Pada Bab II dijelaskan mengenai konsepsi KUT, paradigma keterkecohan dan kembali kepada Kitabullah. Bab III membahas awal hari bagi umat Islam meliputi sistem almanak Masehi dan sistem almanak Hijriyah, mu’jizat Falaqiyah dan Imsyakiyah di balik peristiwa Hijrah, lalu pada Bab IV dijelaskan soal penampakan hilal terbaik dan penetapan awal hari atau awal bulan dalam sistem Hijriyah. Semuanya diulas ‘bukan hanya’ berdasarkan ‘hasil intepretasi’ atas dalil naqli al Qur’an dan Hadits, namun juga berdasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan (sains) yang terkait.

Buku KUT ini jelas perlu dimiliki dan dibaca oleh para pemerhati, pengamat, dan seluruh stakeholders yang terlibat dengan masalah penetapan waktu-waktu penting dalam Islam misalnya awal Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, tahun baru Islam, dan sebagainya yang selama ini sering menjadi sumber perbedaan di kalangan umat Islam.

***

(Safril & M. Muntasir Alwy)

hidayatullah.com