Posts from the ‘ISLAM & IPTEK’ Category

Kecepatan Cahaya Dalam Al-Qur’an

Kecepatan Cahaya, Kecepatan gelombang elektro magnetic yg tercepat di jagat ini, yaitu: 299792.5 Km/detik, yang baru diketahui abad 20 tentu saja dengan peralatan canggih & modern terakhir, namun hal ini ternyata telah ditulis Al-Qur’an 1400 Tahun yang lalu.

Mungkin saudara saudari pernah tahu jika konstanta C, atau kecepatan cahaya yaitu kecepatan tercepat di jagat raya ini diukur, dihitung atau ditentukan oleh berbagai institusion berikut:

US National Bureau of Standards, C = 299792.4574 + 0.0011 km/det

The British National Physical Laboratory, C = 299792.4590 + 0.0008 km/det

Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar: ”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik”.

Sekarang, mari kita perhatikan apa yg Al-Qur’an tulis tentang kecepatan cahaya.

Qs. 10 Yunus: 5. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (jalan-jalan) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq. Dia menjelaskan tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui.

Qs. 21 Anbiyaa: 33. Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.

Qs. 32 Sajdah: 5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Sekarang, mari kita perhatikan dengan seksama.!!

Jarak yang dicapai “Sang urusan” selama 1 hari = jarak yang ditempuh bulan selama 1000 tahun atau 12000 bulan.

C . t = 12000 . L

dimana : C = kecepatan Sang urusan

t = waktu selama satu hari

L = panjang rute edar bulan selama satu bulan

Sekarang, sistem kalender telah diuji mendapatkan nilai C yang sama dengan nilai C yang sudah diketahui setelah pengukuran.

Ada dua macam system kalender bulan:

1. Sistem Sinodik, didasarkan atas penampakan semu gerak bulan dan matahari dari bumi.

1 hari = 24 jam

1 bulan = 29.53059 hari

2. Sistem Sidereal, didasarkan atas pergerakan relatif bulan dan matahari terhadap bintang dan alam semesta.

1 hari = 23 jam 56 menit 4.0906 detik = 86164.0906 detik

1 bulan = 27.321661 hari

Bulan kembali ke posisi semula tepat pada garis lurus antara matahari dan bumi. Periode ini disebut “satu bulan sinodik”

Selanjutnya perhatikan rute bulan selama satu bulan sidereal, Rutenya bukan berupa lingkaran seperti yang mungkin anda bayangkan melainkan berbentuk kurva yang panjangnya L = v . T.

Dimana:

v = kecepatan bulan

T = periode revolusi bulan

= 27.321661 hari

a = 27.321661 days/365.25636 days x 360 o = 26.92848o

Ada dua tipe kecepatan bulan :

1. Kecepatan relatif terhadap bumi yang bisa dihitung dengan

rumus berikut: ve = 2 . p . R / T

dimana R = jari-jari revolusi bulan = 384264 km

T = periode revolusi bulan = 655.71986 jam

Jadi ve = 2 X 3.14162 X 384264 km / 655.71986 jam

= 3682.07 km/jam

Kecepatan relatif terhadap bintang atau alam semesta. Yang ini yang akan diperlukan. Einstein mengusulkan bahwa kecepatan jenis kedua ini dihitung dengan mengalikan yang pertama dengan cosinus a, sehingga: v = Ve X Cos a

Dimana a adalah sudut yang dibentuk oleh revolusi bumi selama satu bulan sidereal

a = 26.92848o

Bandingkan C (kecepatan sang urusan) hasil perhitungan dengan nilai C (kecepatan cahaya) yang sudah diketahui !

Jika:

L = v . T

v = Ve X Cos a

Ve = 3682.07 km/jam

a = 26.92848 o

T = 655.71986 jam

t = 86164.0906 detik

Maka:

C . t = 12000 . L

C . t = 12000 . v . T

C . t = 12000 . (Ve X Cos a) . T

C = 12000 . ve . Cos a . T / t

C = 12000 * 3682.07 km/jam X 0.89157 X 655.71986 jam / 86164.0906 detik

C = 299792.5 km/det

Sekarang… mari kita bandingkan antara perhitungan yg ditulis Al-Qur’an dengan perhitungan abad 20.

Al-Qur’an ————————————–> C = 299792.5 Km/detik

US National Bureau of Standards, ——> C = 299792.4574 + 0.0011 km/detik

The British National Physical Laboratory, C = 299792.4590 + 0.0008 km/detik

Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar : ”Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang vacum selama jangka waktu 1/299792458 detik”.

Kesimpulan dari Profesor Elnaby:

“Perhitungan ini membuktikan keakuratan dan konsistensi nilai konstanta C hasil pengukuran selama ini dan juga mnunjukkan kebenaran Al-Quranul karim sebagai wahyu yang patut dipelajari dengan analisis yang tajam karena penulisnya adalah ALLAH, Sang Pencipta Alam Semesta Raya.”

Daftar Pustaka

Elnaby, M.H, 1990, A New Astronomical Quranic Method for The Determination of The Greatest Speed C

Fix, John D, 1995, Astronomy, Journey of the Cosmic Frontier, 1st edition, Mosby-Year Book, Inc., St Louis, Missouri

Al-Qur’anul Kariim, Tahun 611 Masehi, ALLAH Azza Wa Jalla, Pencipta Alam Semesta Raya

Al-Qur’an Surat 32 Sajdah:

1. Alif laam miim

2. Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, dari Tuhan semesta alam.

3. Tetapi mengapa mereka mengatakan: “Dia Muhammad mengada-adakannya.” Sebenarnya Al-Quran itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; Mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk.

4. Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di ‘Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak seorang pemberi syafa’at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

5. Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu

Jadi,,, 1 bukti lagi… Islam —> TERBUKTI BENAR…

Adakah dalam kitab agama lain yg bisa menjelaskan masalah kecepatan cahaya ini???

Qs.4 Nisaa’: 82. MAKA APAKAH MEREKA TIDAK MEMPERHATIKAN AL-QUR’AN? KALAU SEKIRANYA AL-QURAN ITU BUKAN DARI SISI ALLAH, TENTULAH MEREKA MENDAPAT PERTENTANGAN YANG BANYAK DIDALAMNYA.

sumber: http://islamterbuktibenar.net

RAHASIA KEBESARAN ALLOH PADA “AIR YANG HIDUP”

Oleh: Kartika Pemilia Lestari *)

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ

” Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? “ (QS Al-Anbiyaa/21:30)

Peneliti Jepang, Dr. Masaru Emoto membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan dan informasi positif. Sudah banyak “ayat-ayat” Allah ditunjukkan, tapi kita jarang mensyukurinya

Orang yang belum mengerti hakikat dan karakteristik air sering mengira bahwa pengobatan alternative dengan cara meminum air yang telah diberi doa sebelumnya, merupakan suatu cara yang tidak ilmiah. Karena itu maka “layak” disebut sebagai cara yang tidak rasional. Namun, seorang peneliti Jepang terkenal, Dr. Masaru Emoto berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi dari apa yang diberikan kepadanya. Bahkan air yang diberi respon positif, termasuk doa, akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang indah.

Hasil penelitian Dr. Masaru Emoto yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “The True Power Of Water” [Hikmah Air dalam Olahjiwa], (MQS Publishing, 2006), merupakan pengalaman menakjubkan karena membuktikan bahwa air ternyata “hidup” dan dapat merespon apa yang disampaikan manusia.

Temuan Masaru merupakan hasil kerja kerasnya sebagai wujud kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Ia bahkan melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin dan Prancis. Temuannya itu kemudian ia bawa ke markas Besar PBB di New York bulan Maret 2005 lalu.

Dr. Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ahli sains yang mahir menggunakan mikroskop). Masaru yang menyelesaikan pendidikannya di Yokohama Municipal University Departemen Kemanusiaan dan Sains jurusan Hubungan Internasional berhasil mendapatkan foto kristal air dengan membekukan air pada suhu -25 derajat Celsius dan menggunakan alat foto berkecepatan tinggi. Lalu ditelitilah air dengan menggunakan respon kata-kata, gambar, serta suara. Hasilnya luar biasa, sebagaimana yang sudah dibaca banyak orang. Air, katanya, bisa menerima pesan.

Bahkan dalam bukunya yang lain, “The Hidden Message in Water”, Masaru mengatakan, air seperti pita magnetik atau compact disk.

Kata-Kata

Air mengenali kata tidak hanya sebagai sebuah desain sederhana, tetapi air dapat memahami makna kata tersebut. Saat air sadar bahwa kata yang diperlihatkan membawa informasi yang baik maka air akan membentuk kristal. Jika kata positif yang diberikan, maka kristal yang terbentuk akan merekah luar biasa laksana bunga yang sedang mekar penuh, seakan ingin menggambarkan gerakan tangan air yang sedang mengekspresikan kenikmatannya.

Sebaliknya, jika kata-kata negative yang diberikan, maka akan menghasilkan pecahan kristal dengan ukuran yang tidak seimbang. Mungkin juga air dapat merasakan perasaan orang yang menulis kata tersebut. Jadi bisa dibayangkan bagaimana jika air diberi kumpulan kata yang merupakan doa?

Subhanallah, kekuatan air yang sudah menerima kata-kata itu, terutama untuk penyembuhan tentu sangat besar. Apalagi kumpulan kata yang merupakan doa tersebut bukan kata-kata biasa, tapi berasal dari Allah SWT dan diucapkan oleh orang shaleh pilihan Allah SWT.

Dr. Masaru sendiri menggunakan kekuatan air untuk pengobatan dengan menemukan efek gelombang energi yang dia sebut sebagai HADO (energi atau kumpulan getaran yang ada pada sebuah benda). Lalu dengan HADO inilah Dr.Masaru bisa memformat efek energi air untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Pengobatan dengan HADO ini merupakan salah satu cara pengobatan alternative.

Menurut Masaru, banyak peneliti saat ini mulai mempelajari berbagai pengobatan alternative karena merasakan beberapa kekurangan dalam obat konvensional Barat, yang hanya mampu mencapai level sel yang menyebabkan gejala penyakit. Sedang air HADO mampu mengobati penyakit hingga ke dalam partikel sub atom terkecil. Sudah ada beberapa pasien Dr.Masaru yang sembuh setelah meminum air HADO.

Penerima Informasi

Berdasarkan penelitian Dr. Masaru, semakin jelas terlihat bahwa kualitas air dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk, bergantung pada informasi yang diterimanya. Hal ini membuat kita yakin bahwa kita, manusia, juga dipengaruhi oleh informasi yang kita terima karena 70% tubuh manusia dewasa adalah air.

Konsekuensi logisnya adalah manusia, sebagai makhluk yang sebagian besarnya terbentuk dari air, sudah seharusnya diberikan informasi yang baik. Jika kita melakukan hal ini, pikiran dan tubuh kita akan menjadi sehat. Di pihak lain, jika kita menerima informasi yang buruk, kita akan merasakan sakit.

Ambil contoh begini; Sebagian orang mengatakan bahwa mereka merasa lebih baik hanya dengan berbicara kepada dokter. “Efek placebo” ikut berperan saat dokter yang mereka percayai berkata, “ini cuma flu biasa, Anda hanya perlu banyak istirahat. Jangan khawatir, Anda akan segera sembuh.”

Dengan mendengarkan kata-kata dokter tersebut, rasa cemas dan takut dalam diri mereka benar-benar hilang. Kata-kata tersebut membangunkan kekuatan untuk menyembuhkan diri sendiri, yang memang sudah ada dalam tubuh manusia.

Pada zaman dahulu seorang dokter adalah orang yang juga ahli dalam bidang agama, seperti pendeta atau tabib sehingga dia tidak hanya memberikan solusi secara konvensional, namun sekaligus memberikan “efek placebo” lewat kata-kata positif berupa doa atau motivasi yang sarat nilai spiritual.

Hal ini juga berlaku bagi konselor yang harus mempunyai kemampuan untuk mengirim gelombang yang baik agar bentuk gelombang abnormal pada pasien dapat diperbaiki.

Efek kata-kata juga bisa menimbulkan perilaku negative. Orang acapkali melakukan bunuh diri setelah membaca informasi tentang materi bunuh diri. Sekitar dua puluh tahun lalu seorang idola remaja di Jepang melakukan bunuh diri. Dengan cepat berita tersebut menyebar, banyak remaja-remaja lain mengikuti jejaknya. Kejadian tentang hantu pembunuh di Jepang juga mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Nikmat yang mana lagi?

Mari kita ingat kembali bahwa air yang diberikan kata-kata positif akan menyusun kristal-kristal yang indah. Air mempersembahkan kepada kita makna yang mengagumkan bahwa kita seharusnya menjalani hidup dengan cara yang baik, serta tetap menjaga kesehatan pikiran dan tubuh kita serta berikankata-kata yang positif (informasi) yang baik kepada manusia, yang 70% tubuhnya adalah air.
Sungguh kita tidak akan mampu menghitung nikmat Allah SWT yang diwujudkan-Nya berupa air.

“Allah-lah yang telah Menciptakan langit dan bumi serta menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia Mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah Menundukkan (pula) bagimu supaya behtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah Menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (QS. Ibrahim/14 : 32).

Penelitian secara ilmiah

Dr.Masaru Emoto berhasil mendapatkan foto kristal air pertama di dunia bersama sahabatnya Kazuya Ishibashi (seorang ilmuwan yang ahli dalam mikroskop). Foto kristal air ini didapat dengan cara membekukan air pada suhu -25 derajat celcius dan difoto dengan alat foto berkecepatan tinggi. Hasilnya adalah air ternyata mampu merespon terhadap kata-kata, gambar serta musik baik secara positif ataupun negatif.

Jika kita mengatakan pada air kata-kata “cinta dan terima kasih” maka hasil foto kristal airnya sungguh dahsyat yakni membentuk kristal air heksagonal yang indah. Sebaliknya, jika kita mengatakan pada air kalimat “kamu bodoh” maka tidak akan membentuk kristal bahkan gambarnya jelek sekali. Simak perbedaan fotonya berikut ini :

Kristal air yang terbentuk jika kita mengatakan “kamu bodoh” :

Kristal air yang terbentuk jika kita mengatakan “cinta dan terima kasih” :

Itulah sebabnya sekarang ini kita harus berakhlak terhadap air karena dengan akhlak yang baik pada air berarti kita mengkonsumsi air yang akan berdampak baik pada tubuh kita, sebab air yang mampu membentuk heksagonal merupakan air yang mampu melunturkan racun-racun pada tubuh kita. Percobaan terhadap air tidak hanya dilakukan dengan kata-kata namun juga melalui musik. Ternyata musik klasik mampu merubah air membentuk kristal yang sangat indah sedangkan musik heavy metal justru membentuk air yang tidak baik.

Hal yang berkaitan dengan manfaat air sebagai penyembuhan spiritual juga mengagumkan. Foto berikut ini telah memperlihatkan kebesaran Tuhan, dimana air yang telah diberikan doa ternyata mampu membentuk kristal heksagonal yang sangat indah.

Gambar air SEBELUM diberi doa :

Gambar kristal air SESUDAH diberi doa :

Dengan penelitian ini, jelaslah sudah bahwa pengobatan alternatif melalui air yang telah diberi doa ternyata bisa memberikan kesembuhan kepada penyakit yang berat sekalipun. Jika dulu banyak orang beranggapan penyembuhan penyakit melalui air yang diberi doa adalah musyrik maka oleh ilmu pengetahuan telah dibuktikan bahwa doa yang dibacakan pada air mampu merubah air tersebut menjadi air penyembuh. Jadi semua ini sejalan dengan ilmu pengetahuan.

Penelitian Dr.Masimoto inipun tidak hanya mencakup air melainkan juga makanan lainnya yang ternyata mampu memberikan reaksi positif dan negatif. Inilah rahasianya mengapa kita dianjurkan oleh agama untuk berdoa sebelum makan/minum. Doa yang baik ternyata akan mampu merubah air/makanan menjadi sesuatu yang baik bagi tubuh.

Penelitian ini sungguh menyadarkan kita bahwa ucapan, pikiran dan perbuatan yang tidak baik ternyata mampu mengalirkan energi negatif yang merubah segala sesuatunya menjadi tidak baik.

Untuk itu marilah kita berhati-hati! apalagi tubuh kita sendiri ternyata terdiri dari 70% air. Jika kita memiliki pikiran negatif maka air dalam tubuh kita juga akan membentuk pola yang negatif. Akibatnya malah bisa menimbulkan penyakit atau masalah lainnya. Tidaklah mengherankan jika stress ternyata memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap timbulnya penyakit.

Dengan penemuan yang brilian ini, kini saatnya bagi kita semua memiliki pikiran yang positif! Pikiran positif akan memancarkan gelombang energi dalam diri kita sendiri sehingga kesehatan akan semakin baik karena air dalam tubuh kita akan membentuk pola energi yang baik juga. Demikian gelombang energi positif ini akan mempengaruhi lingkungan sekitar kita hingga berdampak positif bagi kita. Hasilnya adalah kesuksesan hanya akan terjadi jika kita berpikiran positif! : rejeki tambah lancar, keluarga harmonis dll.

Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka sesungguhnya kita akan mampu menghambat energi negatif yang akan menghantam kita, entah berupa penyakit, stress, sihir dll. Hal ini telah dibuktikan pula oleh Masimoto yaitu air yang telah diberi doa/kalimat positif ternyata masih tetap membentuk kristal meski kemudian diperdengarkan kata-kata negatif. Jadi tunggu apa lagi !?? berpikirlah positif mulai sekarang!!

Bentuk molekul air ZAM ZAM

Baca dan perhatikan petikan di bawah ini:

Pada Kamis, 10 November 2002, Pihak Pengurus Masjid dari Wisma Telkom Semarak, menjemput Ustadz Abdullah Mahmud untuk menyampaikan ceramah beliau. Dian taranya mengenai Air yang merupakan salah satu rahmat Allah kepada manusia.

Manusia tidak boleh hidup tanpa air, dan manusia tidak bisa hidup tanpa rahmat dari Allah. Ustadz menceritakan pengalaman beliau menghadiri salah satu seminar mengenai AIR yang diadakan
di Hotel Istana baru-baru ini, dimana kebanyakan peserta seminar yang hadir terdiri dari orang selain Islam kecuali 2 orang yaitu Ustadz Abdullah & seorang penziarah dari UM.

Pemberi ceramah tersebut, seorang Profesor pakar AIR dari Jepang. Beliau menunjukkan hasil penelitiannya mengenai AIR, beberapa slide yang ditunjukkan kepada hadirin adalah gambar sampel-sampel air yang diambil dari berbagai sumber AIR (sungai, laut, sumur dan lainnya).

Dari slide tersebut, terlihat berbagai rupa dan bentuk susunan molekul-molekul AIR tersebut. Ada yang samar-sama berbentuk seolah-olah seperti jin yang tidak begitu jelas dengan telinga yang besar, bertanduk dan sebagainya. Rupanya mengerikan dan menakutkan. Profesor tersebut berkata, “Banyak lagi sampel-sampel AIR yang lain, tapi rupa dan bentuk molekulnya hampir sama. Sekarang saya akan tunjukkan sampel AIR yang lain dari sampel-sampel tersebut.”

Kemudian terlihat satu bentuk susunan molekul AIR yang tersusun cantik. Bentuknya seolah-olah berlian yang bersinar-sinar, dan dari sinarnya mengeluarkan warna-warna yang menarik melebihi 12 warna. MasyaAllah, cantiknya.

Lalu Profesor tersebut bertanya: “Adakah yang tahu, sampel
AIR apakah ini?”

Seluruh Hadirin terdiam, kemudian seorang penziarah dari UM menjawab, “Saya rasa itu adalah sampel AIR ZAM-ZAM” Profesor dengan segera meminta Penziarah tersebut ke atas dan bertanya, “Beri saya alasan kenapa anda menjawab kalau itu adalah sampel AIR ZAM-ZAM?”

“Karena AIR ZAM-ZAM adalah air yang termulia di dunia ini”

Profesor itu berkata, “Saya tidak tahu benar atau tidak AIR ZAM-ZAM itu air yang paling mulia di dunia ini, tapi betul ini adalah sampel dari AIR ZAM-ZAM”

Kemudian Profesor menerangkan, bahwa kata-kata bisa mempengaruhi bentuk molekul-molekul air. Dan dalam kesempatan tersebut beliau membuat experimen, bagaimana kata-kata dapat mempengaruhi bentuk molekul air.

Hadirin yang ada diminta untuk membacakan sesuatu ke dalam air mineral masing-masing, dan salah seorang diminta untuk menguji sendiri bentuk molekul air yang telah diberi bacaan tersebut.

Dan pada layar monitor tampak molekul-molekul air tersebut membentuk rupa seolah-olah engkong cina yang memiliki janggut panjang dengan perut yang buncit.

Tiba giliran Ustadz, air tersebut dibacainya surat Al-fatihah, Salawat dan Ayat Kursi. Maka nampaklah bentuk molekul AIR yang seperti berlian, bersinar dan berkilau-kilau…. Subhanallah.

Lalu oleh profesor, Ustadz diminta membaca sekali lagi sembarang ayat atau kata-kata yang tidak baik. Segera dalam layar monitor tampak bentuk molekul-molekul yang berubah seolah-olah sel-sel darah….

Subhanallah..
Karena itu Ustadz meminta untuk mengambil hikmah dari cerita pengalaman tersebut. Ustadz berkata, “Jika kita ingin air terasa manis, masukkan gula, jika ingin air berwarna maka masukan pewarna dan jika ingin air itu mulia, maka masukanlah ayat-ayat yang mulia kedalamnya”

8 Fakta Keajaiban Air :

1. Tidak semua air sehat dan jernih membentuk struktur kristal jika dibekukan. Hanya air yang sehat dan berada di lingkungan yang menyenangkan dan baiklah yang bisa.

2. Struktur molekul air dipengaruhi oleh getaran, musik, kekuatan pemikiran, doa, kata-kata atau tulisan yang ditempelkan (dilabelkan).

3. Air zamzam dan Mekkah ketika dibekukan dan difoto membentuk kristal segi enam yang jernih dan sempurna.

4. Air bisa memberi pengaruh positif dan negatif. Karena itu sangat disarankan untuk berdoa sebelum meminumnya.

5. Air dari perairan yang tercemar, air ledeng, beracun, dan dipanaskan tidak akan pernah membentuk kristal.

6. Air yang telah diberikan lantunan musik klasik atau doa setelah dibekukan dan difoto di bawah mikroskop akan membentuk kristal segienam berbentuk bunga yang indah. Berbeda jika diperdengarkan musik keras (heavy metal).

7. Meditasi dan doa hanya bersifat sementara mempengaruhi molekul air. Buktinya, upacara ritual dan meditasi yang dilakukan tidak terus menerus di sebuah perairan yang kotor dan berbau, hanya mengubah bau sementara.

8. Lantunan doa yang terus diperdengarkan sepanJang zaman seperti yang terjadi pada sumber air zamzam, dipercaya membuat kualitas molekul airnya bertambah bagus, seperti kristal heksagonal yang berpendar teratur dan berwarna indah.

Penutup

Dalam sebuah karya ilmiah yang ditulis Dr. Akiko Sugara dari Jurusan Ilmu Kesehatan Universitas Tokyo tentang HADO dalam makanan membuktikan efek buruk daging babi pada orang yang memakannya.

Bersandar pada Dr. Masaru Emoto dan Dr. Akiko Sugara kita dapat memahami betapa luar biasa yang diberikan Allah kepada manusia, meski terkadang otak kita tidak sampai kepadanya. Pertanyaannya, lalu nikmat yang mana selain kita senantiasa bersyukur kepadaNya?

Wallahu’alam bishshawwab

sumber:
http://forum.dudung.net
http://id.wikipedia.org/wiki/Air
http://en.wikipedia.org/wiki/Masaru_Emoto

INTERNET KE INTERKOLONI

Pemrogram komputer menggunakan lebah madu sebagai rujukan

Naiknya tingkat kesibukan berbelanja melalui Internet menimbulkan sejumlah permasalahan besar. Perilaku pelanggan ketika berbelanja bisa jadi sama sekali lain dari perkiraan umumnya, dan mungkin saja berbeda di antara sesama pelanggan. Hal ini menyebabkan lalu lintas internet menjadi tidak teratur dan akhirnya berujung pada penumpukan tiba-tiba pada server Internet yang menangani belanja on-line. (Server: sebuah komputer dalam sebuah jaringan yang menyimpan program-program aplikasi dan file-file data yang dapat dikunjungi oleh komputer-komputer lainnya di dalam jaringan tersebut.) Para pakar dari Universitas Oxford dan the Georgia Institute of Technology [Institut Teknologi Georgia] melakukan kerjasama dalam rangka mengembangkan sejumlah teknologi yang dapat mengatasi penumpukan semacam itu. Para peneliti ini mengambil model atau contoh-acuan berupa suatu masyarakat yang lalu lintasnya telah berhasil diatur dengan sangat baik. Contoh-acuan ini adalah perilaku koloni atau masyarakat lebah madu yang tengah ditiru dalam sejumlah teknologi yang ditujukan untuk meringankan beban pada server-server pada saat terjadi kepadatan lalu lintas yang luar biasa.

Lonjakan jumlah pelanggan belanja atau perdagangan saham secara tiba-tiba, naik turunnya kegiatan lelang melalui internet memunculkan kesulitan besar pada perusahaan-perusahaan pengelola server. Untuk meningkatkan keuntungan mereka sebesar-besarnya, perusahaan-perusahaan ini perlu memeriksa komputer-komputer mereka setiap saat untuk menjaga agar komputer tersebut tetap mampu menyesuaikan diri terhadap tingkat kebutuhan yang berubah-ubah melalui campur tangan secara cepat. Namun pada kenyataannya, hanya satu aplikasi web saja yang dapat dimuat ke dalam komputer pada satu waktu, dan hal ini merupakan sebuah kendala. Perpindahan antar-aplikasi menyebabkan penghentian sementara selama 5-7 menit, waktu ini diperlukan untuk konfigurasi ulang pada komputer, dan ini berarti kerugian.

Permasalahan serupa dijumpai dalam tugas-tugas yang dijalankan oleh lebah madu. Sumber-sumber bunga memiliki keragaman dalam hal mutu. Oleh karena itu, seseorang mungkin berpikiran bahwa keputusan tentang berapa banyak lebah yang harus dikirim ke setiap tempat tersebut dan berapa lama mereka sebaiknya berada di sana merupakan sebuah permasalahan dalam sebuah koloni yang ingin mencapai laju pengumpulan madu bunga (nektar) setinggi-tingginya. Akan tetapi, berkat sistem kerja mereka yang sangat baik, lebah mampu memecahkan permasalahan ini tanpa mengalami kesulitan.

Sekitar seperlima dari lebah-lebah di dalam sebuah sarang bertugas sebagai pengumpul-nektar. Tugas mereka adalah berkelana di antara bunga-bunga dan mengumpulkan nektar sebanyak mungkin. Ketika kembali ke sarang, mereka menyerahkan muatan nektar mereka kepada lebah-lebah penyimpan-makanan yang menjaga sarang dan menyimpan bahan makanan. Lebah-lebah ini kemudian menyimpan nektar di dalam petak-petak madu. Seekor lebah pengumpul-nektar juga dibantu oleh rekan-rekannya dalam menentukan seberapa bagus mutu sumber bunganya. Lebah pengumpul-nektar tersebut menunggu dan mengamati seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bertemu dengan seekor lebah penyimpan-makanan yang siap menerima muatan. Jika waktu tunggu ini berlangsung lama, maka sang lebah pengumpul-nektar memahami hal ini sebagai isyarat bahwa sumber bunganya bukan dari mutu yang terbaik, dan bahwa lebah-lebah yang lain kebanyakan telah melakukan pencarian yang berhasil. Sebaliknya, jika ia disambut oleh sejumlah besar lebah-lebah penyimpan-makanan untuk mengambil muatannya, maka semakin besarlah kemungkinan bahwa muatan nektar tersebut bermutu baik.

Lebah yang mendapatkan informasi ini memutuskan apakah sumber bunganya senilai dengan kerja keras yang akan dilakukan berikutnya. Jika ya, maka ia melakukan tarian-getarnya yang terkenal agar dipahami maksudnya oleh lebah-lebah lain. Lama tarian ini memperlihatkan seberapa besar keuntungan yang mungkin dapat diperoleh dari sumber bunga ini. [penjelasan lebih lanjut tentang tarian lebah, silakan baca: http://www.harunyahya.com/indo/buku/menyingkap003.htm%5D

Sunil Nakrani dari Universitas Oxford dan Craig Tovey dari the Georgia Institute of Technology menerapkan cara pemecahan masalah oleh lebah madu tersebut pada permasalahan ada pada Internet host. Setiap server mengambil peran sebagai lebah pengumpul-nektar, dan setiap permintaan pelanggan bertindak sebagai sumber bunga. Dengan cara ini, doktor Nakrani dan Tovey mengembangkan sebuah algoritma “lebah madu” untuk server Internet “sarang.” (Algoritma: Serangkaian tahapan-tahapan logis untuk memecahkan suatu permasalahan yang dapat diterjemahkan ke dalam sebuah program komputer.)

Sebuah host menjalankan tugas, sebagaimana yang dilakukan lebah dengan tarian-getarnya, dengan membuat sebuah iklan dan mengirimkannya ke sejumlah server lainnya di dalam sarang. Lama masa penayangan iklan ini mencerminkan manfaat dan tingkat keuntungan yang dapat diraup melalui para pelanggan server-server tersebut. Server lain membaca iklan ini dan berperilaku seperti lebah-lebah pekerja yang mengikuti petunjuk yang yang disampaikan melalui tarian-getar tersebut. Setelah mempertimbangkan dan mengkaji iklan ini beserta pengalaman mereka sendiri, mereka memutuskan perlu tidaknya untuk beralih dari para pelanggan yang sedang mereka layani ke para pelanggan yang sedang dilayani oleh server yang mengirim iklan tersebut.

Doktor Nakrani dan Tovey melakukan uji banding antara algoritma lebah madu yang mereka kembangkan dengan apa yang disebut sebagai algoritma “rakus” yang saat ini dipakai oleh kebanyakan penyedia Internet host. Algoritma rakus terlihat ketinggalan zaman. Algoritma rakus membagi waktu menjadi sejumlah penggalan waktu yang tetap dan menempatkan server-server untuk melayani para pelanggan untuk satu penggalan waktu berdasarkan pengaturan yang dianggap paling menguntungkan pada penggalan waktu sebelumnya. Para peneliti mengungkap bahwa di saat-saat ketika lalu lintas sangat berubah-ubah, algoritma lebah madu memperlihatkan kinerja 20% lebih baik daripada algoritma rakus. Sebentar lagi mungkin server-server yang bekerja menggunakan algoritma lebah madu akan semakin banyak di masa mendatang, di mana Internet akan lebih tepat disebut sebagai “Interkoloni.”

Dengan pemisalan yang sangat tepat, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan ini menunjukkan betapa berbagai pemecahan masalah yang masuk akal terdapat di alam. Permasalahan yang dihadapi server-server Internet sangatlah mirip dengan permasalahan yang dipecahkan oleh koloni lebah madu. Sungguh, keberhasilan yang dicapai penelitian tersebut, yang dilakukan dengan menerapkan contoh-rujukan koloni lebah madu, menjadi isyarat akan hal ini. Akan tetapi, dari manakah asal usul rumusan pemecahan masalah yang diberikan lebah madu kepada para pemrogram komputer tersebut? Meskipun para pemrogram komputer dapat mengambil perilaku lebah madu sebagai contoh-rujukan mereka, lebah itu sendiri tidak dapat melakukan hal seperti itu. Ini dikarenakan meskipun tiruan algoritma lebah yang dibuat oleh pemrogram komputer merupakan hasil dari proses berpikir cerdas yang dilakukan secara sadar, lebah madu tidak memiliki kemampuan berpikir semacam itu. Pemecahan atas permasalahan tersebut membutuhkan tindakan sadar, misalnya:
pertama-tama pemahaman tentang adanya permasalahan tersebut, pengkajian terhadap sejumlah penyebab timbulnya permasalahan itu, pengenalan atas pengaruh sejumlah penyebab itu terhadap permasalahan tersebut secara umum dan pengaruhnya terhadap satu sama lain, dan akhirnya pengambilan keputusan di antara beragam pilihan yang ada.

Sudah pasti pemecahan masalah semacam itu tidak mungkin terjadi di dalam koloni lebah beranggotakan 20 sampai 50 ribu ekor. Hanya ada satu penjelasan masuk akal atas kenyataan ini, di mana sedemikian banyak makhluk hidup menghemat energi dengan menerapkan cara pengumpulan nektar yang paling menguntungkan; meskipun orang biasanya mengira akan melihat suatu kekacauan dan kebingungan di dalamnya. Pemahaman atas permasalahan di dalam koloni lebah dan jalan keluar pemecahannya merupakan hasil karya Pencipta Maha Mengetahui. Tidak ada keraguan, Allahlah, Pencipta langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, Yang telah menciptakan koloni lebah. Strategi yang diterapkan di dalam koloni lebah madu merupakan ilham yang berasal dari Allah. Allah menyatakan hal ini di ayat berikut:

” Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).’Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia’. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An Nahl/ 16:68-69)

Catatan kaki: 1- “Honey bees and internet optimisation,” The Economist, April 15 2004.

© 2005 Harun Yahya International. Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini: info@harunyahya.com

TUJUH LAPISAN ATMOSFER BUMI

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله
الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Pada posting sebelumnya telah diterangkan, jika Langit dalam Al-Qur’an diartikan 2 makna:

Langit bumi kita

Langit Alam semesta

Contohnya dalam 2 (dua) ayat Al-Qur’an berikut ini:

1. Qs. Al-Anbiyaa’/21:32

وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ

” Kami jadikan langit sebagai ‘ATAP TERPELIHARA’ dan mereka TETAP BERPALING dari tanda-tanda padanya.”

2. Qs. Al-Baqarah/2:22

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan ‘LANGIT SEBAGAI ATAP’, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Silahkan perhatikan baik-baik ke-2 ayat diatas, “Langit” dalam ke-2 ayat ini tak dapat diartikan “Langit Semesta”, ada juga ayat lain yang dapat dimasukkan dalam kategori Langit Bumi seperti yang akan dibahas berikut ini.

7 LAPISAN ATMOSFER DALAM QUR’AN

Fakta ilmiah bahwa Langit Bumi (Lapisan Atmosfer) itu terdiri atas 7 lapis yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah/2 ayat 29 :

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

” DIA-LAH ALLAH, YANG MENJADIKAN SEGALA YANG ADA DI BUMI UNTUK KAMU DAN DIA BERKEHENDAK (MENCIPTAKAN) LANGIT, LALU DIJADIKAN-NYA TUJUH LANGIT. DAN DIA MAHA MENGETAHUI SEGALA SESUATU.” (QS Al-Baqarah/2:29)

Ayat lain yang menyatakan bahwa Langit itu terdiri dari 7 lapis adalah dalam Al-Qur’an Surat Fushshilat/41 ayat 12:

فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

” MAKA DIA MENJADIKANNYA TUJUH LANGIT DALAM DUA MASA. DIA MEWAHYUKAN PADA TIAP-TIAP LANGIT URUSANNYA. DAN KAMI HIASI LANGIT YANG DEKAT DENGAN BINTANG-BINTANG YANG CEMERLANG DAN KAMI MEMELIHARANYA DENGAN SEBAIK-BAIKNYA. DEMIKIANLAH KETENTUAN YANG MAHA PERKASA LAGI MAHA MENGETAHUI.” (QS Fushshilat/41:12)

Kata “langit” dalam Al-Qur’an ini memiliki 2 arti, yaitu langit bumi dan juga bisa diartikan sebagai alam semesta/luar angkasa sebagaimana kata “Al-kitab” dalam Al-Qur’an yang memiliki banyak arti. Dengan makna kata seperti ini, maka langit bumi atau atmosfer memiliki 7 lapisan.

Baru abad 20 ini terbukti bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpuk dan persis terdapat 7 lapisan seperti yang diungkapkan AL-Qur’an lebih dari 1400 tahun yang lalu.


klik pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^_^

Para ilmuwan dengan peralatan canggih abad 20 baru menemukan bahwa atmosfer terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya.

7 Lapisan tersebut adalah:

1. Troposfer, lapisan terdekat bumi yang membentuk sekitar 90% dari keseluruhan berat atmosphere.

2. Stratosfer, lapisan diatas tropospher.

3. Ozonosfer, lapisan yang mengembalikan sebagian besar sinar Ultraviolet dan radiasi bahaya lainnya.

4. Mesosfer, lapisan diatas Ozonospher.

5. Termosfer, lapisan diatas Mesosfer.

6. Ionosfer, lapisan dimana gas-gas terionisasi membentuk lapisan ini.

7. Eksosfer, bagian terluar dari Atmosfer yang membentang dari sekitar 480 Km sampai 960 Km.

Sebuah keajaiban besar bahwa bukti-bukti ini yang tidak mungkin didapat tanpa teknologi canggih abad 20 ternyata telah dinyatakan oleh Al-Qur’an lebih dari 1400 tahun yang lalu.

Ini pun membuktikan bahwa Al-Qur’an bukan ciptaan Rasulullah Muhammad SAW, tapi memang Firman Allah Pencipta Alam Semesta Raya.

Terkadang ada orang yg berdalih & mengatakan jika dari segi fisika, atmosfir terbagi dalam 4, bukan 7. Itu cuma pernyataan orang-orang yg mengingkari BUKTI NYATA kebenaran Qur’an.

Insya Allah saudara tidak akan menemukannya dalam kitab suci tetangga manapun tentang 7 lapis langit bumi ini…:)

Jadi,,, 1 lagi BUKTI,,, Islam TERBUKTI BENAR!

sumber: http://islamterbuktibenar.net/?pg=articles&article=11468

ATAP BUMI YANG TERPELIHARA

Secara ilmiah kita baru tahu jika bumi memiliki gravitasi yang memancar ke langit-langit bumi baru pada abad 20. Kemudian fungsi Atmosfir & gravitasi bumi baru dibuktikan secara ilmiah & nyata sebagai pelindung bumi baru pada abad 20 dengan satelit, pesawat antariksa, dan peralatan canggih lainnya , tapi hal ini telah dituliskan oleh Al-Qur’an 1400 yang lalu.

Berikut ialah sedikit contoh dari fungsi Langit bumi kita yaitu:

☑ Hancurkan meteor

☑ Lindungi bumi dari suhu dingin -270 C

☑ Lindungi dari radiasi2 matahari & YL setara 100 MILYAR BOM ATOM!!!

☑ Saring sinar bahaya & biarkan yg berguna

☑ Fungsi lainnya

TERBUKTI! Al-Qur’an bukan karangan Rasulullah SAW tapi memang Firman dari Allah Azza Wa Jalla

ATAP YANG TERPELIHARA

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله

الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Langit dalam Al-Qur’an diartikan 2 makna:

☑ Langit bumi kita

☑ Langit Alam semesta

Dalam Qs.21 Anbiyaa’:32 Kami jadikan langit sebagai “ATAP TERPELIHARA “, DAN MEREKA TETAP BERPALING DARI TANDA-TANDA (KUASA ALLAH) PADANYA.

Qs.2 Baqarah:22 Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan “LANGIT SEBAGAI ATAP” , dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit

Silahkan perhatikan baik-baik 2 ayat diatas, “Langit” dalam ke 2 ayat ini tak dapat diartikan “Langit Semesta” …


pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^_^

Sebuah Kitab yg mengaku dari ALLAH, harus berani dihadapkan dengan segala macam Persoalan, segala zaman, segala segi, segala sisi, dari sudut manapun & harus sepanjang zaman.

Dari segi Sastra, matematika, astronomi, sains, tata negara, muamalat, ekonomi, Kode-kode angka, jumlah surah, jumlah ayat, jumlah kalimat, jumlah huruf, segala ilmu, segala abad, sejak penciptaan alam semesta, masa lalu, masa kini, masa depan, sehingga masa kiamat & kehidupan setelah kiamat sekalipun.

” Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’/4 :82)

Dan zaman ini ialah zaman ilmu pengetahuan, apakah Al-Qur’an dapat mengikuti perkembangan zaman???

Qs. 21 Anbiyaa’:32 Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang ada padanya.


pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^_^

Kebanyakan manusia yang memandang ke arah langit tidak pernah berpikir tentang fungsi atmosfir sebagai pelindung. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka tentang apa jadinya bumi ini jika atmosfir tidak ada.

Contoh kawah raksasa yang terbentuk akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh di Arizona, Amerika Serikat seperti gambar utama artikel ini . Jika atmosfir tidak ada, jutaan meteorid akan jatuh ke Bumi, sehingga menjadikannya tempat yang tak dapat dihuni.

Namun, fungsi pelindung dari atmosfir memungkinkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya dengan aman. Ini sudah pasti perlindungan yang Allah berikan bagi manusia, dan sebuah keajaiban yang dinyatakan dalam Al Qur’an.

Banyak meteor yg berbahaya bagi bumi setiap hari . Benda-benda langit yang berlalu lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah, Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.

Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.

Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan.
Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, – seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan.

Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.


pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^_^

Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.

Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita.

Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.

Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:

Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa.


pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^_^

Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius – tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi.

Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. (http://www.jps.net/bygrace/index.html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)

Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.

Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur’an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.

Dalam Al Qur’an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:

Qs. 21 Anbiyaa’:32 Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda yang ada padanya.

Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20, menandakan jika Qur’an memang berasal dari MAHA PENCIPTA Alam Semesta ini.

Jadi,,, 1 lagi BUKTI,,, Islam TERBUKTI BENAR!

sumber:http://islamterbuktibenar.net/?pg=articles&article=11426

Kebenaran Ilmiah Al-Quran

Al-Quran adalah kitab petunjuk, demikian hasil yang kita peroleh dari mempelajari sejarah turunnya. Ini sesuai pula dengan penegasan Al-Quran: Petunjuk bagi manusia, keterangan mengenai petunjuk serta pemisah antara yang hak dan batil. (QS 2:185).

Jika demikian, apakah hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan? Berkaitan dengan hal ini, perselisihan pendapat para ulama sudah lama berlangsung. Dalam kitabnya Jawahir Al-Quran, Imam Al-Ghazali menerangkan pada bab khusus bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan yang terdahulu dan yang kemudian, yang telah diketahui maupun yang belum, semua bersumber dari Al-Quran Al-Karim. Al-Imam Al-Syathibi (w. 1388 M), tidak sependapat dengan Al-Ghazali. Dalam kitabnya, Al-Muwafaqat, beliau –antara lain– berpendapat bahwa para sahabat tentu lebih mengetahui Al-Quran dan apa-apa yang tercantum di dalamnya, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang menyatakan bahwa Al-Quran mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.

Menurut hemat kami, membahas hubungan Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Quran dan sesuai pula dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri.

Membahas hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat, misalnya, adakah teori relativitas atau bahasan tentang angkasa luar; ilmu komputer tercantum dalam Al-Quran; tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu ayat Al-Quran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan? Dengan kata lain, meletakkannya pada sisi “social psychology” (psikologi sosial) bukan pada sisi “history of scientific progress” (sejarah perkembangan ilmu pengetahuan). Anggaplah bahwa setiap ayat dari ke-6.226 ayat yang tercantum dalam Al-Quran (menurut perhitungan ulama Kufah) mengandung suatu teori ilmiah, kemudian apa hasilnya? Apakah keuntungan yang diperoleh dengan mengetahui teori-teori tersebut bila masyarakat tidak diberi “hidayah” atau petunjuk guna kemajuan ilmu pengetahuan atau menyingkirkan hal-hal yang dapat menghambatnya?

Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikriy Al-Hadits, menulis: “Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut.”

Selanjutnya beliau menerangkan: “Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas dalam bidang-bidang tersebut, tetapi bergantung pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya lebih jauh.”

Ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur dengan wujudnya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan itu.

Sejarah membuktikan bahwa Galileo, ketika mengungkapkan penemuannya bahwa bumi ini beredar, tidak mendapat counter dari suatu lembaga ilmiah. Tetapi, masyarakat tempat ia hidup malah memberikan tantangan kepadanya atas dasar-dasar kepercayaan dogma, sehingga Galileo pada akhirnya menjadi korban tantangan tersebut atau korban penemuannya sendiri. Hal ini adalah akibat belum terwujudnya syarat-syarat sosial dan psikologis yang disebutkan di atas. Dari segi inilah kita dapat menilai hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.

Di dalam Al-Quran tersimpul ayat-ayat yang menganjurkan untuk mempergunakan akal pikiran dalam mencapai hasil. Allah berfirman: Katakanlah hai Muhammad: “Aku hanya menganjurkan kepadanya satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian berpikirlah.” (QS 34:36).

Demikianlah Al-Quran telah membentuk satu iklim baru yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia, serta menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi kemajuannya.

Sistem Penalaran menurut Al-Quran

Salah satu faktor terpenting yang dapat menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan terdapat dalam diri manusia sendiri. Para psikolog menerangkan bahwa tahap-tahap perkembangan kejiwaan dan alam pikiran manusia dalam menilai suatu ide umumnya melalui tiga fase. Fase pertama, menilai baik buruknya suatu ide dengan ukuran yang mempunyai hubungan dengan alam kebendaan (materi) atau berdasarkan pada pancaindera yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan primer. Fase kedua, menilai ide tersebut atas keteladanan yang diberikan oleh seseorang; dan atau tidak terlepas dari penjelmaan dalam diri pribadi seseorang. Ia menjadi baik, bila tokoh A yang melakukan atau menyatakannya baik dan jelek bila dinyatakannya jelek. Fase ketiga (fase kedewasaan), adalah suatu penilaian tentang ide didasarkan atas nilai-nilai yang terdapat pada unsur-unsur ide itu sendiri, tanpa terpengaruh oleh faktor eksternal yang menguatkan atau melemahkannya (materi dan pribadi).

Sejarah menunjukkan bahwa pada masa-masa pertama dalam pembinaan masyarakat Islam, pandangan atau penilaian segolongan orang Islam terhadap nilai al-fikrah Al-Quraniyyah (ide yang dibawa oleh Al-Quran), adalah bahwa ide-ide tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pribadi Rasulullah saw. Dalam perang Uhud misalnya, sekelompok kaum Muslim cepat-cepat meninggalkan medan pertempuran ketika mendengar berita wafatnya Rasulullah saw., yang diisukan oleh kaum musyrik. Sikap keliru ini lahir akibat pandangan mereka terhadap nilai suatu ide baru sampai pada fase kedua, atau dengan kata lain belum mencapai tingkat kedewasaannya.

Al-Quran tidak menginginkan masyarakat baru yang dibentuk dengan memandang atau menilai suatu ide apa pun coraknya hanya terbatas sampai fase kedua saja, karenanya turunlah ayat-ayat: Muhammad tiada lain kecuali seorang Rasul. Sebelum dia telah ada rasul-rasul. Apakah jika sekiranya dia mati atau terbunuh kamu berpaling ke agamamu yang dahulu? Siapa-siapa yang berpaling menjadi kafir; ia pasti tidak merugikan Tuhan sedikit pun, dan Allah akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur kepadaNya (QS 3:144).

Ayat tersebut walaupun dalam bentuk istifham, tetapi –sebagaimana diterangkan oleh para ulama Tafsir– menunjukkan “istifham taubikhi istinkariy” yang berarti larangan menempatkan “al-fikrah Al-Qur’aniyyah” hanya sampai pada fase kedua. Ayat ini merupakan dorongan kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan pandangan dan penilaiannya atas suatu ide ke tingkat yang lebih tinggi sampai pada fase ketiga atau fase kedewasaan. Ayat-ayat ini juga melepaskan belenggu-belenggu yang dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dalam alam pikiran manusia.

Untuk lebih menekankan kepentingan ilmu pengetahuan alam masyarakat, Al-Quran memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan ujian kepada mereka: Tanyakanlah hai Muhammad! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui? (QS 39:9).

Ayat ini menekankan kepada masyarakat betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat. Demikian juga ayat, Inilah kamu (wahai Ahl Al-Kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui, maka mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui? (QS 3:66).

Ayat ini merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau membantah suatu persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan persoalan tersebut. Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian membentuk iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan udara yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Iklim baru inilah yang kemudian menghasilkan tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan sebagainya. Ia-lah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan angka nol pada tahun 976, yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa Al-Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar. Tanpa penemuan-penemuan tersebut, Ilmu Pasti akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam alam gelap gulita.

Mewujudkan iklim ilmu pengetahuan jauh lebih penting daripada menemukan teori ilmiah, karena tanpa wujudnya iklim ilmu pengetahuan, para ahli yang menemukan teori itu akan mengalami nasib seperti Galileo, yang menjadi korban hasil penemuannya.

Al-Quran sebagai kitab petunjuk yang memberikan petunjuk kepada manusia untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan adalah mendorong manusia seluruhnya untuk mempergunakan akal pikirannya serta menambah ilmu pengetahuannya sebisa mungkin. Kemudian juga menjadikan observasi atas alam semesta sebagai alat untuk percaya kepada yang setiap penemuan baru atau teori ilmiah, sehingga mereka dapat mencarikan dalilnya dalam Al-Quran untuk dibenarkan atau dibantahnya. Bukan saja karena tidak sejalan dengan tujuan-tujuan pokok Al-Quran tetapi juga tidak sejalan dengan ciri-ciri khas ilmu pengetahuan. Untuk menjelaskan hal ini, berikut ini kami paparkan beberapa ciri-ciri ilmu pengetahuan.
Ciri Khas Ilmu Pengetahuan

Ciri khas nyata dari ilmu pengetahuan (science) yang tidak dapat diingkari –meskipun oleh para ilmuwan– adalah bahwa ia tidak mengenal kata “kekal”. Apa yang dianggap salah di masa silam misalnya, dapat diakui kebenarannya di abad modern.

Pandangan terhadap persoalan-persoalan ilmiah silih berganti, bukan saja dalam lapangan pembahasan satu ilmu saja, tetapi terutama juga dalam teori-teori setiap cabang ilmu pengetahuan. Dahulu, misalnya, segala sesuatu diterangkan dalam konsep material (istilah-istilah kebendaan) sampai-sampai manusia pun hendak dikatagorikan dalam konsep tersebut. Sekarang ini kita dapati psikologi yang membahas mengenai jiwa, budi dan semangat, telah mengambil tempat tersendiri dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Dahulu, persoalan-persoalan moral tidak mendapat perhatian ilmuwan, tetapi kini penggunaan senjata-senjata nuklir, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari persoalan tersebut; mereka tidak mengabaikan persoalan moral dalam penggunaan senjata nuklir yang merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan.

Teori-teori ilmiah juga silih berganti. Qawanin Al-Thabi’ah (Natural Law) yang dahulu dianggap pasti, tak mengizinkan suatu kebebasan pun. Sekarang ini ia hanya dinilai sebagai “summary of statictical averages” (ikhtisar dari rerata statistik).

Teori bumi datar yang merupakan satu hukum aksioma di suatu masa misalnya, dibatalkan oleh teori bumi bulat yang kemudian dibatalkan pula oleh teori lonjong seperti lonjongnya telur. Mungkin tidak sedikit orang yang yakin-bahwa pertimbangan-pertimbangan logika atau ilmiah –terutama menurut Ilmu Pasti– adalah “benar”, sedangkan kenyataannya belum tentu demikian.

Salah satu sebab dari kesalahan ini adalah karena sering kali titik tolak dari pemikiran manusia berdasarkan pancaindera atau perasaan umum. Perasaan umumlah yang, misalnya, menyatakan bahwa sepotong baja adalah padat, padahal sinar U memperlihatkan bahwa ia berpori.

Karenanya, tidak heran kalau Imam Al-Ghazali pada suatu masa hidupnya tidak mempercayai indera. Beliau menulis dalam kitabnya Al-Munqidz min Al-Dhalal: “Bagaimana kita dapat mempercayai pancaindera, dimana mata merupakan indera terkuat, sedangkan bila ia melihat ke satu bayangan dilihatnya berhenti tak bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan tak bergerak. Tetapi dengan pengalaman dan pandangan mata, setelah beberapa saat, diketahui bahwa bayangan tadi tak bergerak, bukan disebabkan gerakan spontan tetapi sedikit demi sedikit sehingga ia sebenarnya tak pernah berhenti; begitu juga mata memandang kepada bintang, ia melihatnya kecil bagaikan uang dinar, akan tetapi alat membuktikan bahwa bintang lebih besar daripada bumi.”

Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling bergantinya “psychological states” (keadaan-keadaan jiwa) yang ditentukan pada diri kita oleh sebab-sebab tertentu (mengambil sebab dari musabab atau dari ma’lul kepada ‘illah). Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah pada hakikatnya relatif dan subjektif.

Dari sini jelaslah bahwa ilmu pengetahuan hanya melihat dan menilik; bukan menetapkan. Ia melukiskan fakta-fakta, objek-objek dan fenomena-fenomena yang dilihat dengan mata seorang yang mempunyai sifat pelupa, keliru, dan ataupun tidak mengetahui. Karenanya, jelas pulalah bahwa apa yang dikatakan orang sebagai sesuatu yang benar (kebenaran ilmiah) sebenarnya hanya merupakan satu hal yang relatif dan mengandung arti yang sangat terbatas.

Kalau demikian ini sifat dan ciri khas ilmu pengetahuan dan peraturannya, maka dapatkah kita menguatkannya dengan ayat-ayat Tuhan yang bersifat absolut, abadi dan pasti benar? Relakah kita mengubah arti ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan perubahan atau teori ilmiah yang tidak atau belum mapan itu? Tidakkah hal ini memberikan kesempatan kepada musuh-musuh Al-Quran atau bahkan kepada kaum Muslim sendiri untuk meragukan kebenaran Al-Quran, kitab akidah dan petunjuk, terutama setelah ternyata terdapat kesalahan suatu teori ilmiah yang tadinya dibenarkan oleh Al-Quran? Demikian juga mengingkari suatu teori ilmiah berdasarkan ayat-ayat Al-Quran sangat berbahaya, karena ekses yang ditimbulkannya tidak kurang bahayanya dengan apa yang timbul di Eropa ketika gereja mengingkari teori bulatnya bumi dan peredarannya mengelilingi matahari.

Perkembangan Tafsir

Perkembangan hidup manusia mempunyai pengaruh yang sangat mendalam terhadap perkembangan akal-pikirannya. Ini juga berarti mempunyai pengaruh dalam pengertian terhadap ayat-ayat Al-Quran.

Dalam abad pertama Islam, para ulama sangat berhati-hati dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Seorang pernah bertanya kepada Sayyidina Abu Bakar, apakah arti kalimat abba dalam ayat: wa fakihah wa abba. Beliau menjawab: “Di bumi apakah aku berpijak, dengan langit apakah aku berteduh bila aku mengatakan sesuatu dalam Al-Quran menurut pendapatku”.

Bahkan, sebagian di antara para ulama, bila ditanya mengenai pengertian satu ayat, mereka tidak memberikan jawaban apa pun. Diriwayatkan oleh Imam Malik bahwa Said Ibn Musayyab, bila ditanya mengenai tafsir suatu ayat, beliau berkata: “Kami tidak berbicara mengenai Al-Quran sedikit pun.” Demikian juga halnya dengan Sali bin ‘Abdullah bin ‘Umar, Al-Qasim bin Abi Bakar, Nafi’, Al-Asma’i, dan lain-lain.

Pada abad-abad berikutnya, sebagian besar ulama berpendapat bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat-ayat Al-Quran selama ia memiliki syarat-syarat tertentu seperti: pengetahuan bahasa yang cukup, misalnya, menguasai nahw, sharaf, balaghah, dan isytiqaq; juga Ilmu Ushuluddin, Ilmu Qira’ah, Asbab Al-Nuzul, Nasikh-Mansukh, dan lain sebagainya.

Sejarah penafsiran Al-Quran dimulai dengan menafsirkan ayat-ayatnya sesuai dengan hadis-hadis Rasulullah saw., atau pendapat para sahabat. Penafsiran demikian kemudian berkembang, sehingga dengan tidak disadari, bercampurlah hadis-hadis shahih dengan Isra’iliyat (kisah-kisah yang bersumber dari Ahli Kitab yang umumnya tidak sejalan dengan kesucian agama atau pikiran yang sehat). Hal ini mengakibatkan sebagian ulama menolak penafsiran yang menggambarkan pendapat-pendapat penulisnya, atau menyatukan pendapat-pendapat tersebut dengan hadis-hadis atau pendapat-pendapat para sahabat yang dianggap benar.

Tafsir Al- Thabari, misalnya, adalah satu kitab tafsir yang menyimpulkan hadis-hadis dan pendapat-pendapat terdahulu. Kemudian penulisnya, Al-Thabari, men-tarjih (menguatkan) salah satu pendapat di antaranya. Sedangkan Tafsir Fakhr Al-Razi (w. 606 H/1209 M) adalah satu kitab yang lebih banyak menggambarkan pendapat Fahr Al-Razi sendiri; sementara riwayat-riwayat terdahulu tidak banyak dituliskan, kecuali dalam batas-batas yang sangat sempit.

Demikianlah, dan dari masa ke masa timbullah kemudian beraneka warna corak tafsir: ada yang berdasarkan nalar penulisnya saja, ada pula berdasarkan riwayat-riwayat, ada pula yang menyatukan antara keduanya. Persoalan-persoalan yang dibahas pun bermacam-macam: ada yang hanya membahas arti dari kalimat-kalimat yang sukar saja (Tafsir Gharib), seperti Al-Zajjaj dan Al-Wahidiy; ada yang menulis kisah-kisah, seperti Al-Tsa’labiy dan Al-Khazin; ada yang memperhatikan persoalan balaghah (sastra bahasa) seperti Al-Zamakhsyari; atau persoalan ilmu pengetahuan, logika dan filsafat seperti Al-Fakhr Al-Razi; atau fiqih seperti Al-Qurthubiy; dan ada pula yang hanya merupakan “terjemahan” kalimat-kalimatnya saja seperti Tafsir Al-Jalalain.

Agaknya benar juga pandangan sementara pakar, bahwa “Sepanjang sejarah, tidak dikenal satu kitab apa pun yang telah ditafsirkan, diterangkan, dikumpulkan interpretasi dan pendapat para ahli terhadapnya dalam kitab yang berjilid-jilid seperti halnya Al-Quran.”

Penafsiran ilmiah atau menafsirkan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan ilmu pengetahuan telah lama berlangsung. Tafsir Fakhr Al-Raziy, misalnya, adalah satu contoh dari penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Quran, sehingga sebagian ulama tidak menamakan kitabnya sebagai Kitab Tafsir. Karena persoalan-persoalan filsafat dan logika disinggung dengan sangat luas.

Abu Hayyan dalam tafsirnya menulis: “Al-Fakhr Al-Razi di dalam Tafsirnya mengumpulkan banyak persoalan secara luas yang tidak dibutuhkan dalam Ilmu Tafsir. Karenanya sebagian ulama berkata: ‘Di dalam Tafsirnya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir’.”

Kelanjutan dari penafsiran ilmiah ini adalah penafsiran yang sesuai dengan teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru. Dahulu ada orang yang menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa planet hanya tujuh (sebagaimana pendapat ahli-ahli Falak ketika itu) dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa ada tujuh langit. Teori tujuh planet tersebut ternyata salah. Karena planet-planet yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan dalam tata surya saja berjumlah 10 planet, disamping jutaan bintang yang tampaknya memenuhi langit, kesepuluh planet itu hanya laksana setetes air dalam lautan bila dibandingkan dengan banyaknya bintang di seluruh angkasa raya.

Setiap galaksi, menurut mereka, rata-rata memiliki seratus biliun bintang, sedangkan seluruh ruang alam semesta didiami oleh berbiliun-biliun galaksi.

Jadi, yang membenarkan bahwa planet hanya tujuh berdasarkan ayat-ayat tadi, nyata-nyata telah keliru. Kekeliruan tersebut merupakan satu dosa besar bila dia memaksakan orang untuk mempercayai pendapat tersebut atas nama Al-Quran, atau dia meyakini hal tersebut sebagai satu akidah Al-Quran. Setiap Muslim wajib mempercayai segala sesuatu yang terdapat di dalam Al-Quran. Bila seseorang membenarkan satu teori ilmiah berdasarkan Al-Quran, berarti pula dia mewajibkan setiap Muslim untuk mempercayai teori tersebut.

Kekeliruan mereka itu serupa dengan kekeliruan sebagian cendekiawan Islam yang mengingkari teori evolusi Darwin (1804-1872) dengan beberapa ayat Al-Quran, atau mereka yang membenarkan dengan ayat-ayat lainnya. Memang, tak sedikit dari cendekiawan Islam yang mengakui kebenaran teori tersebut. Bahkan lima abad sebelum Charles Darwin, ‘Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1406) menulis dalam kitabnya, Kitab Al-‘Ibar fi Daiwani Al-Mubtada’i wa Al-Khabar (dalam mukadimah ke-6 pasal I) sebagai berikut: “Alam binatang meluas sehingga bermacam-macam golongannya dan berakhir proses kejadiannya pada masa manusia yang mempunyai pikiran dan pandangan. Manusia meningkat dari alam kera yang hanya mempunyai kecakapan dan dapat mengetahui tetapi belum sampai pada tingkat menilik dan berpikir.”

Yang dimaksud dengan kera oleh beliau ialah sejenis makhluk yang –oleh para penganut evolusionisme– disebut Anthropoides. Ibnu Khaldun dan cendekiawan-cendekiawan lainnya, ketika mengatakan atau menemukan teori tersebut, bukannya merujuk kepada Al-Quran, tetapi berdasarkan penyelidikan dan penelitian mereka. Walaupun demikian, ada sementara Muslim yang kemudian berusaha membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat Al-Quran seperti: Mengapakah kamu sekalian tidak memikirkan/mempercayai kebesaran Allah, sedangkan Dia telah menjadikan kamu berfase-fase (QS 71:13-14).

Fase-fase ini menurut mereka bukan sebagaimana apa yang kami pahami dan yang diterangkan oleh Al-Quran dalam surah Al-Mu’minun ayat 11-14. Tapi mereka menafsirkannya sesuai dengan paham penganut-penganut teori Darwin dalam proses kejadian manusia. Ayat, Adapun buih maka akan lenyaplah ia sebagai sesuatu yang tak bernilai, sedangkan yang berguna bagi manusia tetap tinggal di permukaan bumi (QS 13:17) dijadikan bukti kebenaran teori “struggle for life” yang menjadi salah satu landasan teori Darwin. Hemat penulis, ayat-ayat tadi, dan yang semacamnya, tidak dapat dijadikan dasar untuk menguatkan dan membenarkan teori Darwin, tetapi ini bukan berarti bahwa teori tadi salah menurut Al-Quran. ‘Abbas Mahmud Al-‘Aqqad menerangkan dalam bukunya Al-Falsafah Al-Qur’aniyyah, sebagai berikut: “Mereka yang mengingkari teori evolusi dapat mengingkarinya dari diri mereka sendiri, karena mereka tidak puas terhadap kebenaran argumentasi-argumentasinya. Tetapi mereka tidak boleh mengingkarinya berdasarkan Al-Quran Al-Karim, karena mereka tidak dapat menafsirkan kejadian asal-usul manusia dari tanah dalam satu penafsiran saja kemudian menyalahkan penafsiran-penafsiran lainnya.”

Atau apa yang ditulis oleh Muhammad Rasyid Ridha dalam majalah Al-Manar. “Teori Darwin tidak membatalkan –bila teori tersebut benar dan merupakan hal yang nyata– tentang satu dasar dari dasar-dasar Islam; tidak bertentangan dengan satu ayat dari ayat-ayat Al-Quran. Saya mengenal dokter-dokter dan lainnya yang sependapat dengan Darwin. Mereka itu orang-orang mukmin dengan keimanan yang benar dan Muslim dengan keislaman sejati; mereka menunaikan sembahyang dan kewajiban-kewajiban lainnya, meninggalkan keonaran, dosa dan kekejaman yang dilarang Allah SWT sesuai dengan ajaran-ajaran agama mereka. Tetapi teori tersebut adalah ilmiah, bukan persoalan agama sedikit pun.”

Kita tidak dapat membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah dengan ayat-ayat Al-Quran; setiap ditemukan suatu teori cepat-cepat pula kita membuka lembaran-lembaran Al-Quran untuk membenarkan atau menyalahkannya, karena apabila teori yang dibenarkan itu ternyata salah atau sebaliknya, maka musuh-musuh Islam mendapat kesempatan yang sangat baik untuk menyalahkan Kitab Allah sambil mencemooh kaum Muslim. Jalan yang lebih tepat guna membantah cemoohan ialah dengan menghindarkan sebab-sebab cemoohan itu: Janganlah kamu mencerca orang-orang yang menyembah selain Allah, karena hal ini menjadikan mereka mencerca Allah dengan melampaui batas, karena kebodohan mereka (QS 6:108).

Ayat ini melarang kita mencemoohkan mereka, karena cercaan kita merupakan sebab dari cercaan mereka kepada Allah SWT. Begitu juga halnya dalam masalah Al-Quran: jangan membenarkan atau menyalahkan suatu teori dengan ayat-ayat Allah (Al-Quran) yang memang pada dasarnya tidak membahas persoalan-persoalan tersebut secara mendetil. Tidak membahas secara mendetil, karena tidak dapat diingkari bahwa ada ayat-ayat Al-Quran yang menyinggung secara sepintas lalu kebenaran-kebenaran ilmiah yang belum ditemukan atau diketahui oleh manusia di masa turunnya Al-Quran, seperti firman Allah SWT:

Apakah orang-orang kafir tidak berpikir sehingga tidak mengetahui bahwa langit dan bumi tadinya bersatu/bertaut, kemudian kami ceraikan keduanya dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air (QS 21:30).

Ayat ini menerangkan bahwa langit dan bumi, tadinya merupakan suatu gumpalan. Dan pada suatu masa yang tidak diterangkan oleh Al-Quran, gumpalan tersebut dipecahkan atau dipisah oleh Allah SWT. Hanya ini yang dimengerti dari ayat tersebut dan merupakan kewajiban setiap Muslim untuk mempercayainya. Seorang Muslim tidak dapat menyatakan bahwa ayat tersebut menguatkan suatu teori, atau lebih tepat dikatakan sebagai hipotesis tentang pembentukan matahari dan planet-planet lainnya, apa pun teori tersebut.

Setiap orang bebas untuk menyatakan pendapatnya mengenai terjadinya planet-planet tata surya. Ia boleh berkata bahwa ia berasal bola gas yang berotasi cepat, yang lama kelamaan pecah dan terpisah-pisah menjadi planet-planet kecil akibat panas yang sangat keras. Ia juga dapat menyatakan bahwa terjadinya planet sebagai akibat tabrakan antara dua matahari, atau disebabkan karena pecahnya matahari itu sendiri, dan lain-lain. Setiap orang bebas dan berhak untuk menyatakan apa yang dianggapnya benar, tetapi ia tidak berhak untuk menguatkan pendapatnya dengan ayat tersebut dengan memahaminya lebih dari apa yang tersimpul didalamnya. Karena dengan demikian ia menjadikan pendapat tersebut sebagai satu akidah dari ‘aqidah Quraniyyah. Dan ia juga tidak berhak untuk menyalahkan satu teori atas nama Al-Quran kecuali bila ia membawakan satu nash yang membatalkannya.
___________________________________________________________
Referensi

* Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung, 1992.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
* Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
* Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
* Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
* Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.

Hikmah Ayat Ilmiah Al-Quran

Ada sekian kebenaran ilmiah yang dipaparkan oleh Al-Quran, tetapi tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan ke-Esa-an-Nya, serta mendorong manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal ini, Mahmud Syaltut mengatakan dalam tafsirnya: “Sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al-Quran untuk menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-problem seni serta aneka warna pengetahuan.”

Didalam asbab al-nuzul diterangkan bahwa pada suatu hari datang seseorang kepada Rasul dan bertanya: “Mengapakah bulan kelihatan kecil bagaikan benang, kemudian membesar sampai menjadi sempurna pumama?” Lalu, Rasulullah saw., mengembalikan, jawaban pertanyaan tersebut kepada Allah SWT yang berfirman: Mereka bertanya kepadamu perihal bulan. Katakanlah bulan itu untuk menentukan waktu bagi manusia dan mengerjakan haji (QS 2:189). Jawaban Al-Quran bukan jawaban ilmiah, tetapi jawabannya sesuai dengan tujuan-tujuan pokoknya.

Ada juga yang bertanya mengenai “ruh”, lalu Al-Quran menjawab: Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan: “Ruh adalah urusan Tuhanku, kamu sekalian hanya diberi sedikit ilmu pengetahuan.” (QS 17:85).

Al-Quran tidak menerangkan hakikat ruh, karena tujuan pokok Al-Quran bukan menerangkan persoalan-persoalan ilmiah, tetapi tujuannya adalah memberikan petunjuk kepada manusia demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak. Syaikh Mahmud Syaltut setelah membawakan kedua ayat tersebut, lalu menulis. “Tidakkah terdapat dalam hal ini (kedua ayat tersebut) bukti nyata yang menerangkan bahwa Al-Quran bukan satu kitab yang dikehendaki Allah untuk menerangkan haqaiq al-kawn (kebenaran-kebenaran ilmiah dalam alam semesta), tetapi ia adalah kitab petunjuk, ishlah dan tasyri’.”

Dari sini jelas pula bahwa yang dimaksud oleh ayat ma farrathna fi al-kitab min syay’ (QS 6:38) dan ayat: wa nazzalna ‘alayka al-kitab tibyanan likulli syay’ QS 16:89) adalah bahwa Al-Quran tidak meninggalkan sedikit pun dan atau lengah dalam memberikan keterangan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pokok Al-Quran, yaitu masalah-masalah akidah, syari’ah dan akhlak, bukan sebagai apa yang dimengerti oleh sebagian ulama bahwa ia mencakup segala macam ilmu pengetahuan.

Mengapa Tafsir Ilmiah Meluas?

Sejak pertengahan abad ke-19, umat Islam menghadapi tantangan hebat, bukan hanya terbatas dalam bidang politik atau militer, tetapi meluas hingga meliputi bidang sosial dan budaya. Tantangan ini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pandangan hidup serta pemikiran golongan besar umat Islam. Di sana-sini mereka melihat kekuatan Barat dan kemajuan ilmu pengetahuan, dan di lain pihak mereka merasakan kelemahan umat serta kemunduran dalam lapangan kehidupan dan ilmu pengetahuan. Keadaan yang serupa ini menimbulkan perasaan rendah diri atau inferiority complex pada sebagian besar kaum Muslim.

Para cendekiawan Islam berusaha memberi reaksi walaupun dengan cara-cara yang tidak tepat. Ada di antara mereka yang mengambil sifat apatis, acuh tak acuh terhadap kemajuan tersebut; ada pula yang dengan spontan meletakkan senjata untuk menyerah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat –meskipun dalam hal-hal yang menyangkut kepribadian atau adat-istiadat. Adapula yang menentang haluan ini dengan mengajak masyarakat Islam menerima dan mempelajari ilmu pengetahuan dan sistem yang dipergunakan Barat dalam mencapai kemajuan tanpa meninggalkan kepribadian atau prinsip-prinsip agama.

Bukan tempatnya di sini membicarakan sejarah perkembangan pemikiran umat Islam dari masa ke masa. Tetapi satu hal yang tidak dapat diingkari adalah bahwa sebagian umat Islam sejak pertengahan abad ke-19 diliputi oleh perasaan rendah diri dan berusaha mengadakan kompensasi atau melarikan diri dengan bermacam-macam cara. Salah satu caranya ialah mengingat kejayaan-kejayaan Islam dan peninggalan nenek moyang, yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan adab al-fakhri wa al-tamjid (sastra kebanggaan dan kejayaan). Pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran masyarakat Islam sangat besar dalam menafsirkan Al-Quran.

Setiap ada penemuan baru, para cendekiawan Islam cepat-cepat berkata: Al-Quran sejak lama, sejak sekian abad, telah menyatakan hal ini; Al-Quran mendahului ilmu pengetahuan dalam penemuannya; dan sebagainya, yang semua itu tiada lain adalah kompensasi perasaan inferiority complex tadi. Di lain pihak para penemu tadi hanya tersenyum mengejek melihat keadaan umat Islam, dan senyuman itu terkadang disertai dengan kata-kata sinis: Kalau demikian mengapa tuan-tuan tidak menyampaikan hal ini sebelum kami menghabiskan waktu dalam penyelidikan?

Tidak dapat diingkari bahwa mengingat kejayaan lama merupakan obat bius yang dapat meredakan rasa sakit, meredakan untuk sementara, tetapi bukan menyembuhkannya. Ia hanya sekadar memberikan jawaban sementara terhadap tantangan Barat. Di balik itu ia menunjukkan kelemahan umat. Memang, mengingat kejayaan lama kadang-kadang dapat merupakan pendorong untuk maju ke depan, atau setidak-tidaknya dapat menjaga kepribadian masyarakat. Tetapi kita juga harus waspada dan berhati-hati terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari cara demikian yang bila berlarut-larut dapat membekukan pemikiran. Membanggakan kejayaan lama dapat membangkitkan emosi dan memberikan kepuasan, tetapi ia juga dapat menimbulkan negatifisme dan konservatifisme; sementara kedua sifat ini tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis dan progresif.

Faktor kedua yang menjadikan sebagian cendekiawan Islam membenarkan satu teori ilmiah, menurut hemat kami, adalah akibat pertentangan yang hebat antara gereja dan ilmuwan sejak abad ke-18 di Eropa. Pertentangan ini disebabkan oleh karena penafsir-penafsir Kitab Perjanjian Lama/Baru yang menganut teori-teori tertentu yang diyakini kebenaran dan kesuciannya, sehingga siapa yang mengingkarinya dianggap kafir (keluar dari agama) dan berhak mendapat kutukan. Di lain pihak para ilmuwan mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah, tetapi hasil penyelidikan mereka bertentangan dengan kepercayaan yang dianut oleh gereja.

Pertentangan antara kedua belah pihak terjadi ketika ilmuwan menyatakan bahwa umur dunia –berdasarkan penelitian geologi– lebih tua daripada umur yang ditetapkan oleh gereja yang berdasarkan penafsiran Kitab Suci. Pertentangan ini memuncak dengan lahirnya teori Charles Darwin (1859) tentang The Origin of Man dan teori-teori lainnya, yang semua itu dihadapi gereja dengan cara penindasan dan kekejaman. Akibatnya tidak sedikit ahli-ahli ilmu pengetahuan yang menjadi korban hasil penemuannya, seperti Galileo, Arius, Bruno Bauer, George van Paris, dan lain-lain. Hal ini menimbulkan keyakinan di kalangan umum bahwa ilmu pengetahuan bertentangan dengan agama. Di sini kita tidak bermaksud menceritakan sejarah agama Kristen, tetapi pada butir terakhir ini kita ingin berhenti sejenak untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap alam pikiran cendekiawan Muslim.

Dalam dunia Kristen timbul golongan pembela agama yang disebut “apologetika” yang bertujuan menyucikan kembali agama dari setiap anasir yang hendak diselewengkannya. Pertentangan antara agama dengan ilmu pengetahuan ini (terutama dalam dunia Kristen) memberikan pengaruh kepada sementara cendekiawan Muslim yang kuatir kalau-kalau penyakit pertentangan ini timbul pula dalam dunia Islam, sehingga mereka senantiasa berusaha membuktikan hubungan yang sangat erat antara ilmu pengetahuan dengan agama (terutama Al-Quran). Dari titik tolak ini, mereka sering tergelincir karena terdorong oleh emosi dan semangat yang meluap-luap untuk membuktikan tidak adanya pertentangan tersebut di dalam agama Islam. Tetapi, sebenarnya mereka terlampau jauh melangkah untuk membuktikan hal itu.

Sejarah cukup menjadi saksi bahwa ahli-ahli Falak, Kedokteran, Kimia, Ilmu Pasti, dan lain-lain cabang ilmu pengetahuan, telah mencapai hasil yang mengagumkan di masa kejayaan Islam. Mereka itu adalah ahli-ahli dalam bidang tersebut sedang di saat yang sama mereka juga menjalankan kewajiban agama Islam dengan baik. Tiada pertentangan antara kepercayaan yang mereka anut dengan hasil penemuan mereka, yang dapat dikatakan baru ketika itu –bahkan sebagian dari hasil-hasil karya mereka masih dipelajari di negara-negara modern hingga sekarang ini. Antara agama dan ilmu pengetahuan tidak mungkin timbul pertentangan, selama keduanya menggunakan metode dan bahasa yang tepat. Manusia mempunyai keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan, dan keinginan mengetahui serta menarik kesimpulan sesuai dengan akalnya. Bila kita mengingat kepentingan kedua hal itu, maka tak mungkin terjadi pertentangan.

Richard Gregory dalam Religion in Science and Civilization menulis: “Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan insani di seluruh taraf-taraf peradaban; agama adalah suatu reaksi kepada satu gerak batin menuju apa yang diyakini kesuciannya, sehingga menimbulkan rasa hormat dan takzim; sedangkan ilmu pengetahuan merupakan tumpukan pengetahuan tentang objek alam yang hidup dan yang mati.” Selanjutnya, dia berkata: “Di dalam sinar kebaktian kepada cita-cita tinggi, maka ilmu pengetahuan sangat perlu bagi kehidupan kita dan agama menentukan arti hidup manusia; kedua-duanya itu dapat menemukan lapangan umum untuk bekerja, tanpa ada pertentangan antara keduanya.”

Dalam proses memadukan ilmu pengetahuan dan agama, sementara cendekiawan Muslim membawa hasil-hasil penyelidikan ilmu pengetahuan kepada Al-Quran kemudian mencari-carikan ayat-ayat yang mungkin menguatkannya, sehingga tidak heran kalau kita mendapati penafsiran-penafsiran yang amat berjauhan dengan arti serta tujuan ayat-ayat tersebut.

Dalam kitab Al-Quran wa Al-‘Ilm Al-Hadits karangan Al-Ustadz ‘Abdurraziq Naufal, terdapat satu contoh yang sangat nyata mengenai apa yang dipaparkan di atas, Ia membahas ayat yang berbunyi: Dan apabila telah dekat masa azab menimpa mereka. Kami keluarkan seekor binatang dari bumi yang berbicara dengan mereka bahwasanya manusia tiada menyakini ayat-ayat/tanda-tanda kebesaran Kami (QS 27:82). Ayat ini menurutnya membicarakan tentang sputnik dan penjelajahan angkasa luar. Selanjutnya, ia mengatakan: “Sesungguhnya Rusia telah meluncurkan pesawat angkasa yang mengangkut binatang-binatang, kemudian mereka mengembalikannya ke bumi, sehingga binatang binatang tersebut berbicara mengenai tanda-tanda kebesaran Tuhan yang sangat nyata dan mengungkapkan sebagian dari misteri yang meliputi alam semesta yang penuh keajaiban ini.”

Di sini kita tidak mempunyai suatu komentar lebih tepat dari apa yang pernah dilontarkan oleh Prof. Dr. ‘Abdul-Wahid Wafi, salah seorang dosen penulis pada Universitas Al-Azhar: “Mungkin dia mengira bahwa anjing bernama ‘Laika’ (yaitu anjing yang dikirim Rusia ke angkasa luar) telah berbicara dengan bahasa anjing dan mencerca manusia karena tidak mempercayai tanda-tanda kebesaran Tuhan yang nyata.”

Di Indonesia, ayat 33 surah Al-Rahman dijadikan dasar oleh sebagian cendekiawan kita untuk membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan persoalan-persoalan angkasa luar. Mereka menyatakan bahwa sejak 14 abad yang lalu, Al-Quran telah menegaskan bahwa manusia sanggup menuju ke ruang angkasa selama mereka mempunyai kekuatan, yaitu kekuatan ilmu pengetahuan. Kita tidak mengingkari bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk sampai ke bulan dan planet-planet lainnya. Bahkan manusia telah mendarat di bulan. Tetapi sulit dimengerti hubungan ayat ini dengan persoalan tersebut.

Menurut hemat penulis, ayat ini membicarakan keadaan di akhirat kelak, yang menyampaikan tantangan Tuhan kepada manusia dan jin. Ayat tersebut berarti: “Wahai sekalian manusia dan jin bila kamu sekalian sanggup keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari kekuasaan dan perhitungan yang kami adakan, maka keluarlah, larilah. Kamu sekalian tidak dapat keluar kecuali dengan kekuatan, sedang kalian tidak mempunyai kekuatan.”

Perintah dalam ayat tersebut menunjukkan ketidakmampuan kedua golongan manusia dan jin untuk melaksanakannya. Ayat tersebut dipahami demikian mengingat ayat sebelumnya yang berbunyi: Kami akan menghisab (mengadakan perhitungan) khusus dengan kamu wahai manusia dan jin, maka manakah di antara nikmat-nikmat Tuhanmu yang kamu ingkari? Wahai golongan jin dan manusia bila kamu sekalian sanggup untuk keluar dari langit dan bumi … (QS 55: 31-33).

Perhitungan khusus atau hisab tersebut akan diadakan di hari kemudian, bukan di dunia. Kalaulah ayat Ya ma’syar al-jinni wa al-insi tersebut dianggap membicarakan keadaan di dunia dan menunjukkan kesanggupan manusia untuk melintasi angkasa luar, maka hendaknya, anggapan tersebut tidak segera dibenarkan setelah memperhatikan ayat berikutnya, yang berbunyi: Dikirim kepada golongan kamu berdua (wahai jin dan manusia) bunga api dan cairan tembaga sehingga kamu sekalian tak dapat mempertahankan diri (tak dapat keluar dari lingkungan langit dan bumi) (QS 55:35).

Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa usaha manusia dan jin untuk keluar dari lingkungan langit dan bumi akan gagal. Dari sini hanya ada dua alternatif dalam menafsirkan ayat-ayat tadi: Pertama, ayat 33 dari surah Al-Rahman membicarakan persoalan dunia serta kesanggupan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi dalam arti keluar angkasa. Dan kedua, ayat tersebut membicarakan keadaan di akhirat serta kegagalan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari hisab dan perhitungan Tuhan.

Jika dipilih alternatif pertama, maka ini akan mengakibatkan dua hal yang sangat berbahaya bagi pandangan orang terhadap Al-Quran, yaitu

1. Bahwa Al-Quran bertentangan satu dengan yang lainnya, karena ayat 34 menerangkan kesanggupan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi, sementara ayat 35 menerangkan kegagalan manusia keluar dari keduanya.

2. Al-Quran –dalam hal ini ayat 35– bertentangan dengan kenyataan ilmiah, karena ayat tersebut menyatakan kegagalan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi. Sedangkan manusia abad ke-20 ini telah berhasil mendarat di luar lingkungan bumi (yaitu bulan).

Tetapi jika dipilih alterantif kedua, yaitu bahwa ayat-ayat tersebut membicarakan keadaan di akhirat, maka tidak akan didapati sedikit pun pertentangan. Firman Allah: Jika sekiranya Al-Quran datangnya bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapat banyak pertentangan di dalamnya (QS 4:82).

Dalam ayat di atas tidak ada pertentangan, karena ayat itu menerangkan ancaman Tuhan kepada manusia dan jin, dan menyatakan ketidaksanggupan mereka keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari perhitungan yang akan terjadi kelak di akhirat; karena mereka tidak mempunyai kekuatan.

Bagaimana Memahami Al-Quran di Masa Kini

Seseorang tidak dapat membenarkan satu teori ilmiah atau penemuan baru dengan ayat-ayat Al-Quran. Dari sini mungkin akan timbul pertanyaan: kalau demikian apakah Al-Quran harus dipahami sesuai dengan paham para sahabat dan orang-orang tua kita dahulu? Tidak! Setiap Muslim, bahkan setiap orang, wajib memahami dan mempelajari Kitab Suci yang dipercayainya. Bahkan, dalam mukadimah Tafsir Al-Kasysyaf, Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa mempelajari tafsir Al-Quran merupakan “fardhu ‘ayn”.

Setiap Muslim wajib mempelajari dan memahami Al-Quran. Tetapi ini bukan berarti bahwa ia harus memahaminya sesuai dengan pemahaman orang-orang dahulu kala. Karena seorang Muslim diperintahkan oleh Al-Quran untuk mempergunakan akal pikirannya serta mencemoohkan mereka yang hanya mengikuti orang-orang tua dan nenekmoyang tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan; adakah mereka ala hudan (dalam kebenaran) atau ‘ala dhalal (dalam kesesatan).

Tetapi ini bukan berarti bahwa setiap Muslim (siapa saja) dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai ayat-ayat Al-Quran tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk itu. Setiap Muslim yang memenuhi syarat, wajib memahami Al-Quran, karena ayat-ayatnya tidak diturunkan hanya khusus untuk orang-orang Arab di zaman Rasulullah dahulu, dan bukan juga khusus untuk mereka yang hidup di abad keduapuluh ini. Tetapi Al-Quran adalah untuk seluruh manusia sejak dari zaman turunnya hingga hari kiamat kelak.

Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Quran, diperintahkan untuk memikirkan isi Al-Quran sesuai dengan akal pikiran mereka. Benar, akal adalah anugerah dari Allah SWT, tetapi cara penggunaannya berbeda antara seseorang dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan antara mereka sendiri: latar belakang pendidikan, pelajaran, kebudayaan serta pengalaman-pengalainan yang dialami selama hidup seseorang. ‘Abbas Mahmud Al-‘Aqqad menulis: “Kita berkewajiban memahami Al-Quran di masa sekarang ini sebagaimana wajibnya orang-orang Arab yang hidup di masa dakwah Muhammad saw.”

Tetapi berpikir secara kontemporer tidak berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru. Kita dapat menggunakan pendapat para cendekiawan dan ulama, hasil percobaan dan pengalaman para ilmuwan, mengasah otak dalam membantu mengadakan ta’ammul dan tadabbur dalam membantu memahami arti ayat-ayat Al-Quran tanpa mempercayai setiap hipotesis atau pantangan.

Contohnya, dahulu dan bahkan hingga kini, ulama-ulama menafsirkan arti kata al-‘alaq dalam ayat-ayat yang menerangkan proses kejadian janin dengan al-dam al-jamid atau segumpal darah yang beku. Penafsiran ini didapati di seluruh kitab-kitab tafsir terdahulu. Bahkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya pun adalah the clot: darah yang setengah beku. Al-‘alaq yang diterangkan di atas merupakan periode kedua dari kejadian janin. Firman Allah dalam surah Al-Muminun ayat 12-14 diterjemahkan oleh Prof. M. Hasby Ashiddieqi dalam tafsirnya, An-Nur, demikian: “Dan sesungguhnya telah Kami jadikan manusia dari tanah yang bersih, kemudian Kami jadikannya air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh, kemudian Kami jadikan air mani itu segumpal darah, lalu Kami jadikannya sepotong daging; dari daging itu Kami jadikan tulang, tulang itu Kami bungkus dengan daging, dan kemudian Kami menjadikannya makhluk yang baru (manusia yang sempurna). Maha berbahagia Allah Tuhan sepandai-pandai yang menjadikan sesuatu.”

Memperhatikan ayat ini, jelaslah bahwa periode kedua dari kejadian manusia adalah al-alaq setelah al-nuthfah. Dan dapat disimpulkan bahwa proses kejadian manusia terdiri atas lima periode: (1) Al-Nuthfah; (2) Al-Alaq; (3) Al-Mudhghah; (4) Al-‘Idzam; dan (5) Al-Lahm.

Apabila seseorang mempelajari embriologi dan percaya akan kebenaran Al-Quran, maka dia sulit menafsirkan kalimat al-‘alaq tersebut dengan segumpal darah yang beku. Menurut embriologi, proses kejadian manusia terbagi dalam tiga periode:

1. Periode Ovum

Periode ini dimulai dari fertilisasi (pembuahan) karena adanya pertemuan antara set kelamin bapak (sperma) dengan sel ibu (ovum), yang kedua intinya bersatu dan membentuk struktur atau zat baru yang disebut zygote. Setelah fertilisasi berlangsung, zygote membelah menjadi dua, empat, delapan, enam belas sel, dan seterusnya. Selama pembelahan ini, zygote bergerak menuju ke kantong kehamilan, kemudian melekat dan akhirnya masuk ke dinding rahim. Peristiwa ini dikenal dengan nama implantasi.

2. Periode Embrio

Periode ini adalah periode pembentukan organ-organ. Terkadang organ tidak terbentuk dengan sempurna atau sama sekali tidak terbentuk, misalnya jika hasil pembelahan zygote tidak bergantung atau berdempet pada dinding rahim. Ini dapat mengakibatkan keguguran atau kelahiran dengan cacat bawaan.

3. Periode Foetus

Periode ini adalah periode perkembangan dan penyempumaan dari organ-organ tadi, dengan perkembangan yang amat cepat dan berakhir pada waktu kelahiran.

Kembali kepada ayat di atas, kita melihat bahwa periode pertama menurut Al-Quran adalah ‘al-nuthfah, periode kedua al-‘alaq dan periode ketiga al-mudhghah. Al-mudhghah –yang berarti sepotong daging– menurut Al-Quran (surah Al-Hajj ayat 5) terbagi dalam dua kemungkinan: mukhallaqah (sempurna kejadiannya) dan ghayru mukhallaqah (tidak sempurna).

Dari sini bila diadakan penyesuaian antara embriologi dengan Al-Quran dalam proses kejadian manusia, nyata bahwa periode ketiga yang disebut Al-Quran sebagai al-mudhghah merupakan periode kedua menurut embriologi (periode embrio). Dalam periode inilah terbentuknya organ-organ terpenting. Sedangkan periode keempat dan kelima menurut Al-Quran sama dengan periode ketiga atau foetus.

Dalam membicarakan al-‘alaq –yang oleh para mufassirin diartikan dengan segumpal darah– didapati pertentangan antara penafsiran tersebut dengan hasil penyelidikan ilmiah. Karena periode ovum terdiri atas ektoderm, endoderm dan rongga amnion, yang terdapat di dalamnya cairan amnion. Unsur-unsur tersebut tidak mengandung komponen darah.

Dari titik tolak ini mereka menolak penafsiran al-‘alaq dengan segumpal darah, cair atau beku. Mereka berpendapat bahwa al-alaq adalah sesuatu yang bergantung atau berdempet. Penafsiran ini sejalan dengan pengertian bahasa Arab, dan sesuai pula dengan embriologi yang dinamai implantasi. Bahasa Arab tidak menjadikan arti al-‘alaq khusus untuk darah beku, tetapi salah satu dari artinya adalah bergantungan atau berdempetan.

Al-Raghib Al-Ashfahaniy, menerangkan beberapa arti al-alaq menurut bahasa Arab, di antaranya: bergantung dan berdempetan. Dalam kamus Al-Mishbah Al-Munir, arti al-‘alaq adalah “sesuatu yang hitam seperti cacing di dalam air, bila diminum oleh binatang ia akan bergantung atau terhalang di kerongkongannya”.

Di samping itu, dalam bahasa Arab sesuatu dapat dinamakan sesuai dengan keadaan dan sifatnya, seperti: Innama sumiya al-qalb li taqallubihi.

Kesimpulan

Kesimpulan dari uraian di atas adalah:

1. Al-Quran adalah kitab hidayah yang memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya dalam persoalan-persoalan akidah, tasyri’, dan akhlak demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. Tiada pertentangan antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.

3. Memahami hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan bukan dengan melihat adakah teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru tersimpul di dalamnya, tetapi dengan melihat adakah Al-Quran atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorong lebih maju.

4. Membenarkan atau menyalahkan teori-teori ilmiah berdasarkan Al-Quran bertentangan dengan tujuan pokok atau sifat Al-Quran dan bertentangan pula dengan ciri khas ilmu pengetahuan.

5. Sebab-sebab meluasnya penafsiran ilmiah (pembenaran teori-teori ilmiah berdasarkan Al-Quran) adalah akibat perasaan rendah diri dari masyarakat Islam dan akibat pertentangan antara golongan gereja (agama) dengan ilmuwan yang diragukan akan terjadi pula dalam lingkungan Islam, sehingga cendekiawan Islam berusaha menampakkan hubungan antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.

6. Memahami ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan penemuan-penemuan baru adalah ijtihad yang baik, selama paham tersebut tidak dipercayai sebagai aqidah Qur’aniyyah dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsp atau ketentuan bahasa.
___________________________________________________________
Referensi

* Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Bandung, 1992.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
* Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
* Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
* Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
* Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.

Al-Quran, Ilmu dan Filsafat Manusia

Tujuan, Cara, Pembuktian

Al-Quran Al-Karim dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dan filsafat manusia, dapat disimpulkan mengandung tiga hal pokok:

Pertama, TUJUAN.

1. Akidah atau kepercayaan, yang mencakup kepercayaan kepada (a) Tuhan dengan segala sifat-sifat-Nya; (b) Wahyu, dan segala kaitannya dengan, antara lain, Kitab-kitab Suci, Malaikat, dan para Nabi; serta (c) Hari Kemudian bersama dengan balasan dan ganjaran Tuhan.

2. Budi pekerti, yang bertujuan mewujudkan keserasian hidup bermasyarakat, dalam bentuk antara lain gotong-royong, amanat, kebenaran, kasih sayang, tanggung jawab, dan lain-lain.

3. Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesamanya, dirinya, dan alam sekitarnya.

Kedua, CARA.

Ketiga hal tersebut diusahakan pencapaiannya oleh Al-Quran melalui empat cara:

1. Menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit, bumi, bintang-bintang, udara, darat, lautan dan sebagainya, agar manusia –melalui perhatiannya tersebut– mendapat manfaat berganda: (a) menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan; dan (b) memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi di mana ia hidup.

2. Menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah untuk memetik pelajaran dari pengalaman masa lalu.

3. Membangkitkan rasa yang terpendam dalam jiwa, yang dapat mendorong manusia untuk mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana unsur-unsur dirinya, apa arti hidupnya dan ke mana akhir hayatnya (yang jawaban-jawabannya diberikan oleh Al-Quran).

4. Janji dan ancaman baik di dunia (yakni kepuasan batin dan kebahagiaan hidup bahkan kekuasaan bagi yang taat, dan sebaliknya bagi yang durhaka) maupun di akhirat dengan surga atau neraka.

Ketiga, PEMBUKTIAN.

Untuk membuktikan apa yang disampaikan oleh Al-Quran seperti yang disebut di atas, maka di celah-celah redaksi mengenai butir-butir tersebut, ditemukan mukjizat Al-Quran seperti yang pada garis besarnya dapat terlihat dalam tiga hal pokok:

1. Susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra bahasa Arab.

2. Ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkannya.

3. Ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian telah terbukti kebenarannya.

Melihat kandungan Al-Quran seperti yang dikemukakan secara selayang pandang tersebut, tidak diragukan lagi bahwa Al-Quran berbicara tentang ilmu pengetahuan. Kitab Suci itu juga berbicara tentang filsafat dalam segala bidang pembahasan, dengan memberikan jawaban-jawaban yang konkret menyangkut hal-hal yang dibicarakan itu, sesuai dengan fungsinya: memberi petunjuk bagi umat manusia (QS 2:2) dan memberi jalan keluar bagi persoalan-persoalan yang mereka perselisihkan (QS 2:213).

Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu

Sebelum berbicara tentang masalah tersebut, terlebih dahulu perlu diperjelas pengertian ilmu yang dimaksud dalam tulisan ini.

Al-Quran menggunakan kata ‘ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali. Antara lain sebagai “proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan” (QS 2:31-32). Pembicaraan tentang ilmu mengantarkan kita kepada pembicaraan tentang sumber-sumber ilmu di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya.

Sementara ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika.

Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof –Muslim atau non-Muslim– pada masa-masa silam, atau klasifikasi yang belakangan ini dikenal seperti, antara lain, ilmu-ilmu sosial, maka pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua katagori:

1. Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
2. Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Syari’ah sebagai sumber nilai.

Dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan ahli-ahli filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya yang menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir adalah alam materi.

Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara ajaran Al-Quran dengan sains tersebut. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS 29:20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS 16:78).

Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat (QS 69:38-39). Dan, Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang tidak dapat kamu melihat mereka (QS 7:27).

“Apa-apa” tersebut sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tapi tidak ada dalam dunia empiris. Ilmuwan tidak boleh mengatasnamakan ilmu untuk menolaknya, karena wilayah mereka hanyalah wilayah empiris. Bahkan pada hakikatnya alangkah banyaknya konsep abstrak yang mereka gunakan, yang justru tidak ada dalam dunia materi seperti misalnya berat jenis benda, atau akar-akar dalam matematika, dan alangkah banyak pula hal yang dapat terlihat potensinya namun tidak dapat dijangkau hakikatnya seperti cahaya.

Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu manusia (QS 17:85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu menjangkau nomena (QS 30:7). Dari sini dapat dimengerti adanya pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Al-Quran dan yang –di sadari atau tidak– telah diakui dan dipraktekkan oleh para ilmuwan, seperti yang diungkapkan di atas.

Pengertian ilmu dalam tulisan ini hanya akan terbatas pada pengertian sempit dan terbatas tersebut. Atau dengan kata lain dalam pengertian science yang meliputi pengungkapan sunnatullah tentang alam raya (hukum-hukum alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang memungkinkan seseorang dapat mempersaksi peristiwa-peristiwa alamiah dalam kondisi tertentu.

Seperti telah dikemukakan dalam pendahuluan ketika berbicara tentang kandungan Al-Quran, bahwa Kitab Suci ini antara lain menganjurkan untuk mengamati alam raya, melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya, yang dalam hal ini ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, namun di lain segi terdapat pula perbedaan yang sangat berarti antara pandangan atau penerapan keduanya.

Sejak semula Al-Quran menyatakan bahwa di balik alam raya ini ada Tuhan yang wujud-Nya dirasakan di dalam diri manusia (antara lain QS 2:164; 51:20-21), dan bahwa tanda-tanda wujud-Nya itu akan diperlihatkan-Nya melalui pengamatan dan penelitian manusia, sebagai bukti kebenaran Al-Quran (QS 41:53).

Dengan demikian, sebagaimana Al-Quran merupakan wahyu-wahyu Tuhan untuk menjelaskan hakikat wujud ini dengan mengaitkannya dengan tujuan akhir, yaitu pengabdian kepada-Nya (QS 51-56), maka alam raya ini –yang merupakan ciptaan-Nya– harus berfungsi sebagaimana fungsi Al-Quran dalam menjelaskan hakikat wujud ini dan mengaitkannya dengan tujuan yang sama. Dan dengan demikian, ilmu dalam pengertian yang sempit ini sekalipun, harus berarti: “Pengenalan dan pengakuan atas tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan akan ‘tempat’ Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperluan.”

Dalam definisi ini kita lihat bahwa konsep tentang “tempat yang tepat” berhubungan dengan dua wilayah penerapan. Di satu pihak, ia mengacu kepada wilayah ontologis yang mencakup manusia dan benda-benda empiris, dan di pihak lain kepada wilayah teologis yang mencakup aspek-aspek keagamaan dan etis.

Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan bagaimana Al-Quran selalu mengaitkan perintah-perintahnya yang berhubungan dengan alam raya dengan perintah pengenalan dan pengakuan atas kebesaran dan kekuasaan-Nya. Bahkan, ilmu –dalam pengertiannya yang umum sekalipun– oleh wahyu pertama Al-Quran (iqra’), telah dikaitkan dengan bismi rabbika. Maka ini berarti bahwa “ilmu tidak dijadikan untuk kepentingan pribadi, regional atau nasional, dengan mengurbankan kepentingan-kepentingan lainnya”. Ilmu pada saat –dikaitkan dengan bismi rabbika– kata Prof. Dr. ‘Abdul Halim Mahmud, Syaikh Jami’ Al-Azhar, menjadi “demi karena (Tuhan) Pemeliharamu, sehingga harus dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, warga masyarakat dan bangsanya. Juga kepada manusia secara umum. Ia harus membawa kebahagiaan dan cahaya ke seluruh penjuru dan sepanjang masa.”

Ayat-ayat Al-Quran seperti antara lain dikutip di atas, disamping menggambarkan bahwa alam raya dan seluruh isinya adalah intelligible (dapat dijangkau oleh akal dan daya manusia), juga menggarisbawahi bahwa segala sesuatu yang ada di alam raya ini telah dimudahkan untuk dimanfaatkan manusia (QS 43:13). Dan dengan demikian, ayat-ayat sebelumnya dan ayat ini memberikan tekanan yang sama pada sasaran ganda: tafakkur yang menghasilkan sains, dan tashkhir yang menghasilkan teknologi guna kemudahan dan kemanfaatan manusia. Dan dengan demikian pula, kita dapat menyatakan tanpa ragu bahwa “Al-Quran” membenarkan –bahkan mewajibkan– usaha-usaha pengembangan ilmu dan teknologi, selama ia membawa manfaat untuk manusia serta memberikan kemudahan bagi mereka.

Tuhan, sebagaimana diungkapkan Al-Quran, “menginginkan kemudahan untuk kamu dan tidak menginginkan kesukaran” (QS 2:85). Dan Tuhan “tidak ingin menjadikan sedikit kesulitan pun untuk kamu” (QS 5:6). Ini berarti bahwa segala produk perkembangan ilmu diakui dan dibenarkan oleh Al-Quran selama dampak negatif darinya dapat dihindari.

Saat ini, secara umum dapat dibuktikan bahwa ilmu tidak mampu menciptakan kebahagiaan manusia. Ia hanya dapat menciptakan pribadi-pribadi manusia yang bersifat satu dimensi, sehingga walaupun manusia itu mampu berbuat segala sesuatu, namun sering bertindak tidak bijaksana, bagaikan seorang pemabuk yang memegang sebilah pedang, atau seorang pencuri yang memperoleh secercah cahaya di tengah gelapnya malam.

Bersyukur kita bahwa akhir-akhir ini telah terdengar suara-suara yang menggambarkan kesadaran tentang keharusan mengaitkan sains dengan nilai-nilai moral keagamaan.

Beberapa tahun lalu di Italia diadakan suatu permusyawaratan ilmiah tentang “cultural relations for the future” (hubungan kebudayaan di kemudian hari) dan ditemukan dalam laporannya tentang “reconstituting the human community” yang kesimpulannya, antara lain, sebagai berikut: “Untuk menetralkan pengaruh teknologi yang menghilangkan kepribadian, kita harus menggali nilai-nilai keagamaan dan spiritual.”

Apa yang diungkapkan ini sebelumnya telah diungkapkan oleh filosof Muhammad Iqbal, yang ketika itu menyadari dampak negatif perkembangan ilmu dan teknologi. Beliau menulis: “Kemanusiaan saat ini membutuhkan tiga hal, yaitu penafsiran spiritual atas alam raya, emansipasi spiritual atas individu, dan satu himpunan asas yang dianut secara universal yang akan menjelaskan evolusi masyarakat manusia atas dasar spiritual.”

Apa yang diungkapkan itu adalah sebagian dari ajaran Al-Quran menyangkut kehidupan manusia di alam raya ini, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Segi lain yang tidak kurang pentingnya untuk dibahas dalam masalah Al-Quran dan ilmu pengetahuan adalah kandungan ayat-ayatnya di tengah-tengah perkembangan ilmu.

Seperti yang dikemukakan di atas bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran Al-Quran adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:

* Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47).
* Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5).
* Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88).
* Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi (QS 36:80). Bahkan, istilah Al-Quran, al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.
* Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).

Demikian seterusnya, sehingga amat tepatlah kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Qur’an, Bible dan Sains Modern, bahwa tidak satu ayat pun dalam Al-Quran yang bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Dari sini ungkapan “agama dimulai dari sikap percaya dan iman”, oleh Al-Quran, tidak diterima secara penuh. Bukan saja karena ia selalu menganjurkan untuk berpikir, bukan pula hanya disebabkan karena ada dari ajaran-ajaran agama yang tidak dapat diyakini kecuali dengan pembuktian logika atau bukan pula disebabkan oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan “taqlid” tidak luput dari kekurangan, tapi juga karena Al-Quran memberi kesempatan kepada siapa saja secara sendirian atau bersama-sama dan kapan saja, untuk membuktikan kekeliruan Al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya semisal satu surah sekalipun (QS 2:23).

Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat

Apakah filsafat itu, dan bagaimana perkembangannya? Adalah satu pertanyaan yang memerlukan jawaban singkat sebelum permasalahan yang diketengahkan ini diuraikan.

Bertrand Russel menjelaskan bahwa filsafat merupakan jenis pengetahuan yang memberikan kesatuan dan sistem ilmu pengetahuan melalui pengujian kritis terhadap dasar-dasar keputusan, prasangka-prasangka dan kepercayaan. Hal ini disebabkan karena pemikiran filsafat bersifat mengakar (radikal) yang mencoba memberikan jawaban menyeluruh dari A-Z, mencari yang sedalam-dalamnya sehingga melintasi dimensi fisik dan teknik.

Objek penelitiannya ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, baik “ada yang umum” (ontologi ‘ilm al-kainat) maupun “ada yang khusus atau mutlak” (Tuhan). Atau, dengan kata lain, objek penelitian filsafat mencakup pembahasan-pembahasan logika, estetika, etika, politik dan metafisika.

Melihat demikian luasnya pembahasan filsafat tersebut, maka pembahasan kita kali ini dibatasi pada bagian “ada yang umum”. Itu pun hanya dalam masalah yang menjadi pusat perhatian pemikir dewasa ini dan yang merupakan penentu jalannya sejarah kemanusiaan, yakni “manusia”. Karena, memang, dewasa ini orang tidak banyak lagi berbicara tentang bukti wujud Tuhan atau kebenaran wahyu, tidak pula menyangkut pertentangan agama dengan aliran-aliran materialisme, tapi topik pembicaraan adalah “manusia” karena pandangan tentang hakikat manusia akan memberikan arah dari seluruh sikap dan memberikan penafsiran terhadap semua gejala.

Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan keyakinan agama serta menganggap bahwa bumi tempat manusia hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan bahwa bumi tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang mengitari matahari. Pandangan yang didukung oleh penelitian ilmiah ini, bertentangan dengan penafsiran Kitab Suci (Kristen) dan membuka satu lembaran baru dalam sejarah manusia Barat yang menimbulkan krisis keimanan dan krisis lainnya.

Disusul kemudian dengan teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin. Segi-segi negatif dari teori ini bukannya hanya diakibatkan oleh teori tersebut, tapi lebih banyak lagi diakibatkan oleh kesan-kesan yang ditimbulkannya dalam pikiran masyarakat serta para ahli pada masanya dan masa sesudahnya. Dari Darwin perjalanan dilanjutkan oleh Sigmund Freud yang mengadakan pengamatan terhadap sekelompok orang-orang sakit (abnormal) dan yang pada akhimya berkesimpulan, bahwa manusia pada hakikatnya adalah “makhluk bumi” yang segala aktivitasnya bertumpu dan terdorong oleh libido, sedangkan agama -menurutnya– berpangkal dari Oedipus complex dan, dengan demikian, Tuhan tidak lain kecuali ilusi belaka.

Kemajuan yang dicapai Eropa di bidang industri dan ilmu pengetahuan sejak masa renaissance, mengantarkan masyarakat untuk lebih jauh menolak kekuasaan agama secara total yang mengakibatkan pula kekaguman yang berlebihan kepada otoritas sains yang terlepas dari nilai-nilai spiritual keagamaan, dan yang pada akhirnya mencapai puncaknya pada peristiwa pemboman di Hiroshima dan Nagasaki pada waktu Perang Dunia II. Setelah itu terjadi beberapa hal yang mendasar: agama, antara lain, mulai disebut-sebut walaupun dengan suara yang sayup-sayup. Pretensi sains dipermasalahkan.

Eksistensialisme mulai berbicara lagi: “Sebenarnya tak ada arah yang harus dituju, pergilah ke mana engkau sukai. Engkau mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan segala sesuatu. Mari kita berpegang erat-eras pada kebebasan kita. Sosialisme telah merebut segala-galanya dan menyerahkan kepada negara. Agama juga mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan, sedangkan Tuhan di luar esensi manusia. Jadi agama juga menghalangi kebebasan manusia. Agama menipu para pengecut sehingga ia –demi mengalihkan manusia dari eksistensinya– menciptakan surga yang kekal di langit, dan –untuk memberikan rasa takut– neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Demikian antara lain pandangan Sartre, salah satu tokoh aliran ini.

Sebelum kita sampai pada pandangan Al-Quran, ada baiknya kita mengutip pendapat Alexis Carrel, seorang ahli bedah dan fisika, kelahiran Prancis yang mendapat hadiah Nobel. Beliau menulis dalam buku kenamaannya, Man the Unknown, antara lain: “Pengetahuan manusia tentang makhluk hidup dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami makhluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga dalam memahami hubungannya dengan alam sekitarnya.”

Selanjutnya, ia mengatakan: “Kebanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para ahli yang mempelajari manusia hingga kini masih tetap tanpa jawaban, karena terdapat daerah-daerah yang tidak terbatas dalam diri (batin) kita yang tidak diketahui”.

Keterbatasan pengetahuan, menurutnya, disebabkan karena keterlambatan pembahasan tentang manusia, sifat akal manusia dan kompleksnya hakikat manusia. Kedua faktor terakhir adalah faktor permanen, sehingga tidaklah berlebihan menurutnya “jika kita mengambil kesimpulan bahwa setiap orang dari kita terdiri dari iring-iringan bayangan yang berjalan di tengah-tengah hakikat yang tidak diketahui.”

Dari segi pandangan seorang beragama, kiranya dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui hal tersebut dibutuhkan pengetahuan dari pencipta Yang Maha Mengetahui melalui wahyu-wahyu-Nya, karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan atas peta gambaran Tuhan dan yang dihembuskan kepadanya Ruh ciptaanNya.

Nah, apa yang dikatakan Al-Quran tentang manusia? Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia; bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian Wahyu Pertama (QS 96:1-5). Manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (QS 11:3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnya (QS 30:43). Ia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (QS 33:72; 76:2-3). Ia diberi kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu (QS 91:7-8). Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya (QS 17:70) serta ia pula yang telah diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4).

Namun di lain segi, manusia ini juga yang mendapat cercaan Tuhan. Ia amat aniaya dan mengingkari nikmat (QS 14:34), dan sangat banyak membantah (QS 22:67). Ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama lain, tetapi hal tersebut menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat yang rendah sehingga tercela.

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya (QS 38:71-72). Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain, sehingga ia butuh makan, minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan dengan “Ruh” ia diantar ke arah tujuan non-materi yang tak berbobot dan tak bersubstansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan dikenal oleh alam material.

Dimensi spiritual inilah yang mengantar mereka untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan, dan sebagainya. Ia mengantarkan mereka kepada suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa Akhir: wa anna ila rabbika Al-Muntaha — dan sesungguhnya kepada Tuhan-Mu-lah berakhirnya segala sesuatu (QS 53:42). Hai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja dengan penuh kesungguhan menuju Tuhanmu dan pasti akan kamu menemui-Nya” (QS 84:6).

Dengan berpegang kepada pandangan ini, manusia akan berada dalam satu alam yang hidup, bermakna, serta tak terbatas, yang dimensinya melebar keluar melampaui dimensi “tanah”, dimensi material itu.

Al-Quran tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas, Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (QS 13:11), serta ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS 45:12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (QS 51:56) serta dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanan itu (QS 2:38).

Penutup

Demikian filsafat materialisme dengan aneka ragam panoramanya berbicara tentang manusia. Dan demikian pula Al-Quran. Keduanya telah menjelaskan pandangannya. Keduanya telah mengajak manusia untuk menemukan dirinya, tapi yang pertama berusaha untuk menyeretnya ke debu tanah dari Ruh Tuhan, sedangkan Al-Quran mengajaknya untuk meningkat dari debu tanah menuju Tuhan Yang Mahaesa.
___________________________________________________________
Referensi

* Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
* Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
* Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
* Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
* Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
* Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
* alquran.bahagia.us, keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
* Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
* Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-‘Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
* M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
* Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
* Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.

Biografi Harun Yahya

Adnan Oktar

Harun Yahya adalah nama pena Adnan Oktar yang lahir di Ankara pada tahun 1956. Sebagai seorang da’i dan ilmuwan terkemuka asal Turki, beliau sangat menjunjung tinggi nilai akhlaq dan mengabdikan hidupnya untuk mendakwahkan ajaran agama kepada masyarakat.

Adnan Oktar memulai perjuangan intelektualnya pada tahun 1979, yakni ketika menuntut ilmu di Akademi Seni, Universitas Mimar Sinan. Selama berada di universitas tersebut, beliau melakukan pengkajian yang mendalam tentang berbagai filsafat dan ideologi materialistik yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitar. Hal ini menjadikan beliau lebih tahu dan paham dibandingkan dengan para pendukung filsafat atau ideologi itu sendiri. Berbekal informasi dan pengetahuan yang mendalam ini, beliau menulis berbagai buku tentang bahaya Darwinisme dan teori evolusi, yang merupakan ancaman terhadap nilai-nilai akhlaq, terhadap dunia; serta buku tentang keruntuhan teori ini oleh ilmu pengetahuan. Majalah ilmiah populer terkenal New Scientist edisi 22 April 2000 menjuluki Adnan Oktar sebagai “pahlawan dunia” yang telah membongkar kebohongan teori evolusi dan mengemukakan fakta adanya penciptaan. Penulis juga telah menghasilkan berbagai karya tentang Zionisme dan Freemasonry, serta ratusan buku yang mengulas masalah akhlaq dalam Al-Qur’an dan bahasan-bahasan lain yang berhubungan dengan akidah.

Nama pena Harun Yahya berasal dari dua nama Nabi: “Harun” (Aaron) dan “Yahya” (John) untuk mengenang perjuangan dua orang Nabi tersebut melawan kekufuran.

Buku-buku karya pengarang:

‘Tangan Rahasia’ di Bosnia,
Kebohongan Holocaust,
Di Balik Tirai Terorisme,
Kartu-Kurdi Israel,
Strategi Nasional bagi Turki,
Moral Qur’ani: Solusi,
Permusuhan Darwin Terhadap Bangsa Turki,
Bencana Kemanusiaan Akibat Ulah Darwinisme,
Kebohongan Teori Evolusi,
Bangsa-Bangsa Yang Diadzab,
Nabi Musa,
Zaman Keemasan,
Keagungan Warna Ciptaan Allah,
Kebesaran Allah di Setiap Sudut Alam Semesta,
Hakikat Kehidupan Dunia,
Pengakuan Kaum Evolusionis,
Kekeliruan Kaum Evolusionis,
Sihir Darwinisme,
Agama Darwinisme,
Al-Qur’an Menuntun Kepada Ilmu Pengetahuan,
Asal Usul Kehidupan yang Sesungguhnya,
Penciptaan Alam Semesta,
Keajaiban Al-Qur’an,
Desain Pada Alam,
Perilaku Pengorbanan Diri dan Kecerdasan Pada Dunia Hewan, Keabadian Telah Berlangsung,
Anakku Darwin Telah Berbohong!,
Berakhirnya Darwinisme,
Bagaimana Seorang Muslim Berpikir?,
Keabadian dan Hakikat Takdir,
Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu,
Misteri DNA,
Keajaiban Atom,
Keajaiban Sel,
Keajaiban Sistem Kekebalan,
Keajaiban Mata,
Keajaiban Penciptaan Tumbuhan,
Keajaiban Laba-Laba,
Keajaiban Semut,
Keajaiban Nyamuk,
Keajaiban Lebah,
Keajaiban Biji,
Keajaiban Rayap.

Karya penulis dalam bentuk booklet:

Misteri Atom,
Keruntuhan Teori Evolusi: Fakta Penciptaan,
Keruntuhan Materialisme,
Berakhirnya Materialisme,
Kekeliruan Kaum Evolusionis 1,
Kekeliruan Kaum Evolusionis 2,
Mikrobiologi Meruntuhkan Teori Evolusi,
Fakta Penciptaan,
20 Pertanyaan Yang Meruntuhkan Teori Evolusi,
Kebohongan Terbesar Dalam Sejarah Biologi: Darwinisme.

Karya-karya pengarang yang berhubungan dengan Al-Qur’an:

Pernahkah Anda Berpikir Tentang Kebenaran?,
Mengabdi Hanya Kepada Allah,
Meninggalkan Masyarakat Jahiliyyah,
Surga,
Teori Evolusi,
Nilai Akhlaq Dalam Al-Qur’an,
Ilmu Al-Qur’an,
Index Al-Qur’an,
Hijrah di Jalan Allah,
Sifat Munafiq Dalam Al-Qur’an,
Rahasia Orang Munafiq,
Nama-Nama Allah Yang Agung,
Berdakwah dan Berdebat Dalam Al-Qur’an,
Konsep Dasar Dalam Al-Qur’an,
Jawaban-Jawaban Al-Qur’an,
Kematian,
Kebangkitan dan Neraka,
Perjuangan Para Rasul,
Syaitan: Musuh Nyata Manusia,
Agama Berhala,
Agama Kaum Jahiliyyah,
Kesombongan Syaitan,
Doa Dalam Al-Qur’an,
Urgensi Akal dalam Al-Qur’an,
Hari Kebangkitan,
Jangan Pernah Lupa,
Hukum-Hukum Al-Qur’an yang Diabaikan,
Karakter Manusia Dalam Masyarakat Jahiliyyah,
Pentingnya Sabar Dalam Al-Qur’an,
Pengetahuan Umum Dari Al-Qur’an,
Memahami Iman dengan Mudah 1-2-3,
Pemikiran Dangkal Kaum Kafir,
Iman Yang Sempurna,
Sebelum Anda Menyesal,
Perkataan Para Rasul,
Kasih Sayang Orang Mukmin,
Takut Kepada Allah,
Mimpi Buruk Kekafiran,
Nabi Isa Akan Datang Kembali,
Al-Qur’an Memberi Keindahan Pada Kehidupan,
Beragam Keindahan Ciptaan Allah 1-2-3-4,
Perbuatan Dosa Bernama: ‘Mencela’,
Rahasia Ujian Kehidupan,
Hikmah Yang Benar Menurut Al-Qur’an,
Perjuangan Melawan Agama Kaum yang Tidak Beragama,
Tarbiyyah Nabi Yusuf,
Bersekutu dalam Kebaikan,
Fitnah Terhadap Umat Islam Sepanjang Sejarah,
Urgensi Mengikuti Perkataan yang Baik,
Mengapa Menipu Diri Sendiri?,
Islam: Agama Mudah,
Kegembiraan dan Keteguhan dalam Al-Qur’an,
Melihat Kebaikan pada Segala Hal,
Bagaimana Orang Bodoh Menafsirkan Al-Qur’an?,
Sejumlah Rahasia Al-Qur’an,
Keberanian Orang Mukmin.

Buku-buku berjudul: Kebohongan Teori Evolusi, Bangsa-Bangsa Yang Diadzab, Bagi Kaum yang Berpikir, Hakikat Kehidupan Dunia, Bagaimana Seorang Muslim Berpikir?, Jangan Berpura-Pura Tidak Tahu, Keajaiban Semut, Keagungan Warna Ciptaan Allah, Penciptaan Alam Semesta, Allah Dapat Diketahui Melalui Akal, Nilai Akhlaq dalam Al-Qur’an, Konsep Dasar dalam Al-Qur’an, Pernahkan Anda Berpikir tentang Kebenaran?, Pemikiran Dangkal Kaum Kafir, Urgensi Akal dalam Al-Qur’an, dan Keajaiban DNA telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Keajaiban Semut dan Allah dapat Diketahui Melalui Akal telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu. Kematian, Kebangkitan dan Neraka telah diterjemahkan ke bahasa Polandia. Bangsa-Bangsa yang Diadzab telah diterjemahkan ke bahasa Portugis, dan telah diterbitkan oleh berbagai penerbitan manca negara.

Banyak karya Harun Yahya yang kini tengah diterjemahkan ke bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Itali, Rusia, Spanyol, Arab, Portugis, Albania, Serbo-Kroasia (Bosnia), Polandia, Urdu, Indonesia, Melayu dan Malayalam. Tujuan utama kami adalah untuk menterjemahkan semua buku tersebut ke dalam bahasa Inggris dan berbagai bahasa lainnya pada tahun 2001 dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia agar bermanfaat bagi semua orang.

Dalam semua buku karya pengarang yang menggunakan nama pena Harun Yahya ini, semua topik yang disampaikan sangat sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Bahkan topik-topik yang disampaikan melalui bahasa ilmiah, yang kadang dianggap rumit dan membingungkan, diuraikan dengan sangat lugas dan jelas dalam buku-buku Harun Yahya. Tidaklah mengherankan jika buku-buku tersebut menarik semua orang dari segala umur dan lapisan masyarakat.

Buku-buku yang berhubungan dengan keimanan mendakwahkan tentang keberadaan dan keesaan Allah, dan ditulis dengan tujuan utama menyampaikan Islam kepada mereka yang jauh dari agama dan membuka hati mereka agar menerima kebenaran. Bagi pembaca Muslim, buku-buku tersebut berisikan nasehat dan peringatan. Penulis telah menerbitkan karya-karyanya tentang hal-hal pokok yang disebutkan dalam Al-Qur’an agar kaum Muslim dapat meningkatkan ketaqwaan dan kemampuan berpikir mereka secara mendalam.

SUMBER: http://harunyahya.com/indo/m_penulis.htm