Posts tagged ‘Akhlak mulia’

Ingin Dapat Rahmat dari Alloh SWT? Jadilah Pribadi Santun

Oleh: Imam Nawawi

KERAS hati, pemarah, pendendam dan pendengki merupakan sikap yang lahir karena ketidakberdayaan akal dan kesadaran, melawan dorongan nafsu yang selalu dikobarkan oleh Setan. Akibatnya kekuatan iman perlahan-lahan terus mengalami kemunduran. Jika ini terjadi secara terus-menerus, sungguh rahmat Allah mustahil akan menemani hidup kita.

Pada dasarnya setiap manusia sangat berpotensi terjebak oleh rayuan Setan. Oleh karena itu, Allah mengajarkan kepada umat Islam untuk pandai-pandai mengendalikan nafsu. Sebab bagi siapa yang gagal mengendalikan nafsunya bisa dijamin ia akan menjadi sosok manusia yang dibenci, dijauhi, bahkan dimusuhi.

Memilih untuk tidak marah terhadap cercaan, cemoohan dan gangguang orang lain merupakan satu pilihan yang berat.

Tetapi Allah dan rasul-Nya tetap memerintahkan umat Islam untuk memilih yang berat itu (dengan tidak marah) . Bahkan Allah memerintahkan kita untuk santun (lemah lembut) bersegera dalam memaafkan, bahkan sampai pada tahap memohonkan ampunan, serta mengajak orang yang sering memancing emosi kita untuk bermusyawarah.

Sebab marah sama sekali tidak akan menghasilkan apapun. Lihatlah Rasulullah saw tatkala memulai dakwah di Makkah. Setiap hendak menuju masjid, beliau selalu diludahi oleh seorang kafir Quraisy. Rasulullah pun berlalu tanpa terganggu emosinya. Akhirnya setiap menuju ke masjid, beliau harus selalu diludahi, dan beliau tetap tidak marah.

Suatu hari rasulullah hendak ke masjid, dan ketika sampai dimana beliau harus diludahi, saat itu tak ada ludah yang menimpanya. Apa sikap nabi kita yang mulia itu?

Beliau mencari tau, dimana gerangan orang yang selama ini selalu meludahinya, kok hari ini tidak meludah lagi kepadanya? Subahanallah.

Sesaat setelah mengetahui bahwa sang peludah itu dalam keadaan sakit, beliau pun segera menjenguknya. Melihat kedatangan rasulullah, spontan sang peludah terharu, menyesal dan sangat terkesima dengan sikap rasulullah saw. Peludah itu pun bersyahadat.
Bayangkan jika Rasulullah saw, membalas sikap tidak manusiawi sang peludah itu, tentulah sang peludah itu tidak akan pernah mengerti kemuliaan ajaran Islam dan keagungan akhlak rasulullah saw, sehingga dia tetap dalam kesesatan.

Pada masa-masa awal dakwah Islam, sejarah membuktikan bahwa akhlak yang mulia, atau kesantunan, menduduki peringkat tertinggi yang menjadi faktor penting, seseorang menyatakan diri masuk Islam. Ketika itu orang belum mampu berpikir layaknya manusia modern saat ini. Tetapi jangan salah, di zaman modern pun akhlak yang mulia atau kesantunan juga merupakan senjata yang efektif untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan.

Tetapi,kini itu semua tak lagi mendapat perhatian apalagi diutamakan. Lihat saja negeri kita hari ini. Mengapa seolah-olah bangsa ini tak akan bisa keluar dari masalah? Sebab semua bicara, semua merasa dirinya layak didengar, dan sedikit yang mengalah, apalagi bekerja benar-benar karena Allah dan rasul-Nya.

Akhlak tak lagi mendapat perhatian, kesantunan tak lagi dianggap sebagai keistimewaan. Dalam situasi demikian, tentu rahmat Allah jauh dari kehidupan kita.

Perselisihan terus terjadi bahkan pertengkaran dan tawuran justru menjadi hiasan kehidupan manusia yang tidak lagi berakhlak dan tidak mengenal kesantunan. Akhirnya, kritik, saran, pernyataan, banyak yang tidak berbobot, apalagi solutif. Yang ada selalu memicu perdebatan, perselisihan, dan seterusnya.

Menarik apa yang Allah perintahkan kepada kita semua, bahwa jangankan kepada saudara seiman, kepada raja kafir pun kita diperintahkan untuk berbicara lemah lembut penuh kesantunan. Lihatlah bagaimana Allah berpesan kepada Musa dan Harun ketika keduanya harus memberi peringatan kepada Fir’aun, seorang raja yang sangat kejam dan dholim.

فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS.Thaha/20: 44).

Maka tidaklah mengherankan mengapa Nabi Muhammad lebih memilih bersikap santun, lemah lembut dalam menjalani kehidupannya. Sebab pada sifat lemah lembut, kesantunan, bahkan akhlak mulia terdapat sebuah kekuatan besar, yaitu adanya peluang kembalinya kesadaran seseorang untuk bisa mengetahui kebenaran dan kebatilan lalu mengikuti kebenaran dan meninggalkan kebatilan.

Hampir bisa dipastikan, di zaman nabi hampir tidak ada orang masuk Islam karena perdebatan. Tetapi masuk Islam karena kesantunan dan sifat lemah lembut rasulullah saw. Hal ini lebih banyak buktinya. Jadi marilah kita berusaha menjadi pribadi yang santun, lemah lembut dan berakhlak mulia.

Sebab Allah telah menegaskan secara gamblang bahwa kesuksesan Nabi Muhammad dalam dakwah adalah karena rahmat-Nya berupa kesantunan. Dan, siapa pun kita jika ingin sukses, mendapat rahmat Allah maka harus memilih kesantunan sebagai perangai diri. Bukan kebencian, kedengkian, dan permusuhan.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِي

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS.Ali-Imraan/3: 159).

Apabila kita telah berusaha menjadi pribadi santun dan ternyata belum ada perubahan pada apa yang kita harapkan berubah. Serahkanlah semua kepada Allah, sebab kita hanya berkewajiban untuk menjadi pribadi yang santun. Kita sama sekali tidak punya kekuatan untuk merubah kondisi hati orang lain. Dan, Allah pasti punya maksud yang lebih baik, lebih indah, bahkan lebih canggih dari setiap situasi dan kondisi yang kita hadapi. Wallahu a’lam.

hidayatullah.com

Wahai Anakku, Kami Menginginkan Pahala Itu


Ya Bunayya,..engkau buah hati kami. Padamu tergantung masa depan kami. Dunia kami dan akhirat kami. Hilang letih dan lelah kami ketika melihat engkau beranjak dewasa tumbuh dengan akhlak mulia. Wahai anakku,… engkau hidup di penghujung zaman yang semakin banyak kerusakan dan fitnah yang menyambar setiap detik nafasmu. Jikalah tidak engkau bergantung pada Zat Yang Maha Kuat dan Kuasa pada siapa lagi engkau kan berlari.

Kami tidak perduli melihat para orang tua yang sibuk memilih dunia untuk belahan jiwa mereka. Yang berkorban dengan apa saja agar anak-anaknya berhasil meraih pangkat dan kedudukan di hati manusia. Yang bila mana kami lupa memanggil anaknya dengan nama biasa, maka mereka akan segera tergesa-gesa meralat,.. maaf anak kami adalah seorang dokter panggillah nama depannya dengan jabatannya.

Duhai penyejuk hati yang gundah,… kami menginginkan dunia hanya sebagai bekal untukmu menuju akhirat yang abadi. Karena itu kami tidak kecewa bila mendapati nilai C pada matematikamu atau fisikamu. Tetapi sungguh kami akan menangis dan berduka bila engkau lalai pada perintah Rabbmu.

Duhai penyejuk mata,…. di hari yang semakin mendekati kepunahan. Tak lelah kami mendidikmu dengan Al-Qur’an. Betapa engkau sangat kami inginkan menjadi penghafal dan pengamal Al Qur’an. Siang malam kami bersabar dan tak kecewa membetulkan bacaanmu yang yang tertatih-tatih dan terlupa dari satu ayat Al-Qur’an.
Demikian pula doa senantiasa kami panjatkan untuk kalian agar Allah memberi kemudahan.

Untukmu bunayya,… bersabarlah di hari yang sulit ini. Sungguh engkau akan menikmati jerih payahmu ketika dewasa nanti.Janganlah engkau lupakan kami dalam doamu .Semoga Allah di kemudian hari, memberi kelapangan pada kubur kami yang sempit nanti.

Ya bunayya,…. engkau pasti kan bertanya, mengapa orang tua kami melakukan hal ini untuk kami? Jawabnya,… karena ia adalah suatu kebiasaan yang telah di wariskan oleh para pendahulu kita (salafus shalih).
Begitu pula telah kami dapati dalam ucapan Nabimu yang mulia shalallahu alaihi wassalam diriwayatkan dari Buraidah bin Hushaib radhiyallahu anhu ia berkata: “Pernah ketika aku sedang berada di sisi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam maka aku pernah mendengar beliau bersabda:

“Al-Qur’an itu akan menemui ahlinya pada hari kiamat ketika kubur telah terbelah seperti seorang laki-laki yang berwajah putih berseri. Ia berkata pada laki-laki tadi,”Apakah kamu mengenaliku?” dia menjawab,”Aku tidak mengenalimu” Ia berkata,”Aku adalah temanmu, Al-Qur’an yang dulu selalu membuat kering tenggorokanmu di siang hari dan begadang di malam hari. Dan setiap pedagang tentulah mengharapkan keuntungan dari barang dagangannya, dan kamu pada hari ini mendapatkan keuntungan dari usahamu.”Kemudian di berikan untuknya kerajaan di tangan kanannya dan keabadian (surga) ditangan kirinya, di letakkan mahkota kebesaran di kepalanya, dan dikenakan bagi kedua orangtuanya dua pakaian (teramat indah) yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi. Keduanya berkata: ”Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini?” Dikatakan: “Dengan (kesabaran)mu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anakmu” Kemudian diperintahkan kepadanya, Bacalah (Al-Qur’an) dan naikilah tangga-tangga surga dan masuklah ke kamar-kamarnya” Maka dia terus naik (derajatnya) selama dia membacanya dengan cepat atau dengan cara tartil (perlahan-lahan)” (HR. Ahmad)1

Dan juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang marfu’ (sampai) kepada Nabi shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda:

“…. dan dikenakan kepada kedua orangtuanya dua pakaian indah yang tidak bisa dinilai dengan dunia dan seisinya. Keduanya berkata, “Ya Rabb, Bagaimana kami bisa mendapatkan balasan seperti ini !! dikatakan :”Dengan mendidik Al-Qur’an kepada anak-anakmu” (HR. Ath-Thabrani).2

Wahai bunayya,.. betapa kami menginginkan pahala itu. Kami-pun menyadari tidaklah mudah untuk mendapatkannya. Karena memang segala sesuatu harus diraih dengan kerja keras yang gigih dan kesabaran yang tak bertepi. Lelah dan letih kami akan di hargai-Nya karena Allah Yang Maha Mulia telah berfirman:

“ Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (39) dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di perlihatkan kepadanya (40) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna” (41). (An-Najm :39-41).

Sungguh kami yakin wahai bunayya,… jika sekiranya para orangtua mengetahui keutamaan dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya karena mengajarkan Al-Qur’an pada buah hati mereka, niscaya mereka akan berlomba-lomba untuk mengajarkan anak-anaknya Al-Qur’an, membimbing mereka untuk selalu membaca, menghayati maknanya dan mengamalkannya dalam kehidupan yang fana ini.

Sumber bacaan :

1. Tafsir Ibnu katsir jilid 9 , Pustaka Imam ASy-Syafi’i, Jakarta, 2008.
2. Keagungan Al-Qur’an Al-karim, Syaikh Mahmud Al Dosari, Maktabah Darus salam, Riyadh, 2006.

Murajaah oleh : Ustadz Eko Hariyanto, LC

Footnote:

1. Hadits riwayat Ahmad dalam kitab Al-Musnad,
5/238 [?]
2. Hadits riwayat Ath-Thabrani dalam kitab Al Ausath, 6/51, hadits no.5764. Syaikh Al-Bani menyebutkan hadits ini dalam hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih, 6/792, hadits no.2829. [?]

SUMBER: http://artikelislam.e-salim.com/2009/05/19/wahai-anakku-kami-menginginkan-pahala-itu