Posts tagged ‘Piagam Madinah’

Kajian Manhaj: Negara, Partai dan Syariat Islam

Oleh: Ahkam Sumadiana

Fakta sejarah, bahwa Nabi Muhammad Saw mendirikan Negara Islam di Madinah, warga negaranya terdiri dari kaum Muhajirin dari mekkah, dan kaum Anshar ( penolong ) terdiri atas suku Aus dan Khajraj di Madinah, Nabi juga mengirim surat kepada dua negara raksasa waktu itu, yaitu kerajaan Persia dan kerajaan Romawi.

Syarat berdirinya suatu Negara

Untuk memutuskan bahwa yang diproklamirkan Rasulullah adalah sebuah negara maka kita dapat mencermati syarat berdirinya negara, Sejak masa yang telah lama dan dizaman modern ini telah disepakati, bahwa syarat berdirinya negara harus memiliki:
Adanya wilayah, yaitu daerah dimana kedaulatan dapat berlaku didaerah tersebut.
Ada penduduknya, rakyat yang menjadi penghuni di wilayah kedaulatan tersebut.
Ada undang-undangnya, yaitu suatu peraturan perundang-undangan untuk mengatur kehidupan rakyat dan yang terkait di wilayah yang berdaulat tersebut.
Ada kepala Negara, yaitu seorang penguasa yang memiliki kekuasaan, untuk melaksanakan jalannya pemerintahan di wilayah yang berdaulat itu.

Apa bila empat syarat tersebut telah disepakati sebagai kebenaran berdirinya suatu negara, maka apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw, saat deklarasi Piagam Madinah pada tahun ke 2 Hijeriah, merupakan proklamasi berdirinya Negara Islam Pertama di dunia. Mengingat telah terpenuhi empat syarat tersebut diatas.

Negara Islam pertama meliputi:

1. Wilayah Madinah dan sekitarnya.
2. Penduduknya, Kaum Muhajirin, Kaum Anshar, Kaum Yahudi Madinah, dan suku-suku Arab penyembah berhala.
3. Piagam Madinah.
4. Muhammad Saw sebagai kepala Negara, dan kepala pemerintahan.

Mantan menteri agama RI, H, Munawir Sjadzali, M.A dalam buku ” Islam dan Tata Negara” hal. 10 menyatakan bahwa ’ Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama yang didirikan oleh Nabi di Madinah. Meskipun demikian masih ada yang mengingkarinya sebagai negara Islam (daulah Islamiyah ) dengan alasan tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.’

Partai Pada Masa Rasululah saw

Untuk memahami ada tidaknya Partai di Zaman Rasulullah Saw, dapat kita perhatikan keterangan berikut;

1. Hizbun yang berarti golongan, pengikut atau partai jama’nya adalah ahzaab. Dalam al-qur’an bentuk mufrad ada tujuh kata. Dalam bentuk jama’ ada sebelas kata, selain itu ada hizbahu dan hizbaini, masing-masing satu kata. Al-Ahzaab menjadi nama surah dalam Qur’an, mufassir memberi arti golongan-golongan. Dalam sejarah ada perang al-Ahzaab, suatu peperangan yang terjadi di Madinah pada tahun ke 5 Hijeriah, kaum Muslimin diserang oleh musuh yang terdiri dari berbagai golongan, baik yahudi, musyrik maupun jahiliyah, mereka bersatu memerangi kaum muslimin.

2. Ayat yang mengandung hizbun sebagai mudhaf sedangkan mudhaf ilaihnya adalah Allah sehingga berbunyi ’Hizbullah’ diartikan pengikut Allah, atau Partai Allah, ( Qs, al-Mujadilah : 22 ). Di ayat yang lain Mudhaf ilaihnya adalah Syaithan, sehingga berbunyi ’Hizbusysyaithan’ yang berarti pengikut syaithan, Partai Syaithan. (Qs. Al-Mujadilah : 19 ). Selain itu Hizbun menjadi mudhaf ilaih, dan mudhafnya ’kullun’ yang berbunyi ’kullu hizbin’ yang berarti tiap-tiap golongan (partai) ( Qs. Ar-Rum : 32 ). Dari semua pengertian itu yang dinilai memiliki pengertian positif adalah kata ’ Hizbullah ’ lawan dari kata ’Hizbusysyaithan’.

3. Awal naskah piagam Madinah sebagai berikut; Artinya; ” Dengan Nama Allah yang Maha pengasih lagi Penyayang, ini adalah naskah dari Muhammad Saw, Nabi yang berada diantara orang-orang mukmin dan muslim,dari Quraisy dan Yasrib ( Muhajirin dan Anshar ), dan orang-orang yang mengikuti mereka, lalu bergabung dengan mereka dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya mereka itu ummat yang utuh ( satu) selain manusia (yang lain)”.
(Lihat Ahmad Husnan, Negara dan Partai dlam Perspektif Islam hal. 112-116 ).

Partai Islam

Realitas obyektif, Pada Era Demokrasi ini, kran untuk didirikan partai bermunculan, berbagai partai Islam dideklarasikan, disamping partai non Islam yang juga dideklarasikan tokoh-tokoh Islam, karena aktivitasnya selama ini memimpin ormas Islam. Akibatnya ummat yang dipimpin atau yang mengenalnya menjadi bingung, terjadilah pro kontra dan ummat Islampun terpecah belah, ukhuah islamiyah juga terkoyak.

Terlepas dari pro kontra dengan pemakaian istilah Islam, maka banyaknya partai Islam sangat disayangkan, terlebih partai non Islam yang didirikan oleh tokoh-tokoh Islam, yang asas dan tujuannya bukan untuk izzul Islam wal Muslimin. Namun dari realitas yang tidak menggembirakan itu kita memiliki harapan besar agar semuanya menyadari akan pentingnya ukhuah Islamiyah, sehingga terjadinya koalisi yang solid dan kuat, bila perlu permanen.

Perlu belajar dari Piagam Madinah, bahwa Rasulullah Saw, selain mewakili Seluruh kaum Muslimin dalam komunikasi dan diplomasi, bahkan menghadapi serangan musuh-musuhnya, juga untuk menertibkan peraturan dan perundang-undangan yang mencakup seluruh komponen bangsa yang ada di Madinah, dan berlainan agama dan qabilahnya. Dalam hal ini berstatus sebagai kepala Negara. Sehingga tidak perlu ada pihak-pihak yang dipaksa untuk berIslam.

Syariah Islam dan Konsekuensinya

”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. (QS.al-Jaatsiyah : 18 ).

Syari’ah Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, kemudian dikenal dengan hukum Islam. Sedangkan hukum Islam ini terjadi dari dua arah pertama, dari nushush yang belum melibatkan aqal begitu jauh ini disebut Syari’ah Islam. Kedua, keberadaan hukum itu terkandung dalam nushush dan telah melibatkan pemahaman aqal dengan fonis hukum wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Kemudian dikenal dengan hukum Fiqih. Keduanya termasuk pengertian hukum Islam, karena hukum Islam itu cakupannya sangat luas.

Islam Sebagai Agama Wahyu memiliki ketinggian, dan kesempurnaan ajaran dibandingkan dengan ajaran lain, terlebih dengan ajaran produk manusia. Syari’ah Islam merupakan kunci dasar dalam mengatur tata kehudupan manusia, baik dala peribadatan orang-perorang, maupun dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Demikian pula yang berkaitan dengan berbagai aturan hukum baik didunia maupun kehidupan akhirat.

Bagamana Rasulullah memperjuangkan tegaknya syari’ah Islam dalam arti umum dan melaksanakan syari’ah Islam dalam arti khusus, serta bagaimana seharusnya kita berbuat dalam situasi dan kondisi yang berbeda dengan saat Nabi memprjuangkan Syari’ah islam. Hal ini perlu difahami dengan baik, agar adanya pengertian toleransi beragama, tidak sampai menimbulakan pengertian bahwa syari’ah Islam tidak mungkin atau tidak perlu diperjuangkan melalui lembaga negara, atau setidak-tidaknya ada kesan syari’ah Islam tidak usah diperjuangkan pelaksanaanya secara utuh, pemikiran semacam ini tidak bisa dibenarkan. Faktanya Rasulullah sengaja berjuang untuk menegakkan syari’ah Islam secara sempurna. Jangan karena toleransi sehingga kita tidak berjuang untuk menegakkan syari’ah baik lewat pribadi, keluarga, masyarakat maupun lembaga negara. Tanpa mengurangi nilai toleransi, bahwa sesungguhnya ummat Islam adalah penganut agama yang paling toleran di indonesia khususnya, dan internasional umumnya.

Bentuk Cinta kepada Bangsa dan Negara

”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. An-Nisaa’ : 58 ).

Amanat yang dibebankan kepada seseorang atau dipercayakan kepadanya, sedangkan amanat ini mencakup hak-hak Allah Swt, dengan berbagai macam kewajiban, juga mencakup hak-hak hamba, yang dipercayakan kepadanya. Karenanya seseorang berkewajiban untuk menunaikan sebaik-baiknya. Barang siapa tidak menunaikan didunia, maka dia akan diberikan hukuman pada hari kiamat.

Sebagai seorang Muslim yang mendapatkan amanah, dari Allah, Ummat, Bangsa dan Negara, khususnya yang menduduki dibarbagai lembaga strategis mempunyai kewajiban untuk mengajak, menyampaikan, dan menegakkan syari’ah Islam. Apa lagi kalau kita sudah memahami bahwa kekuasaan hukum, yang dibuat oleh lembaga yang lebih tinggi, tidak boleh ditentang oleh lembaga yang lebih rendah, maka untuk memperjuangkan berlakunya Syari’ah Islam, harus ditempuh pemikiran sebagai berikut.

Bila keputusan Gubernur tidak boleh bertentangan dengan keputusan Presiden dan keputusan Presiden tidak boleh bertentangan dengan keputusan lembaga tinggi dan tertinggi negara, maka sudah barang tentu sebagai seorang mu’min juga berpikiran bahwa keputusan lembaga tinggi dan tertinggi negaraa juga tidak boleh bertentangan dengan Aturan yang dibuat Allah Swt dan Rasulullah Saw. Seluruh motivasinya adalah untuk keselamatan dan kesejahteraan msyarakat baik didunia terlebih diakhirat.

Hukum Menegakkan Syariah Islam

”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Qs. Ali-Imran : 85 )

Nabi Muhammad Saw, telah menegakkan Syari’ah Islam diseluruh aspek kehidupan, terutama sejak berdirinya negara Islam pertama Madinah, pada tahun ke 2 Hijeriah, diman Nabi sebagai kepala Negaranya. Sampai beliau wafat, dilanjutkan oleh Khulafa’ur- Rasyidin, keberhasilan yang begitu cepat selain karena semangat yang tinggi, juga karena diperlancar adanya kekuasaan dalam mengatur kehidupan, melalui pemerintahan dalam kehidupan bernegara dan kekhalifahan.

Kita telah memahami bahwa Syari’ah Islam itu dibebankan kepada setiap mukallaf, juga kepada pemimpin dan setiap orang yang memiliki tanggungjawab, baik berupa lembaga negara atau lainnya, perintah untuk meneggakkan keadilan, amar ma’ruf nahi mungkar, dan menghukum sesuai dengan hukum Allah, bahkan tentang keputusan perang dan damai. Semua itu sulit diselesaikan, tanpa adanya kekuasaan. Dengan kekuasaan semua itu dapat diselesaikan dengan baik menurut ketentuan hukum.

Tegasnya Syari’ah Islam yang dimaksud dalam al-Qur’ah dan as-Sunnah itu, dapat dilaksanakan dengan baik apabila ditangani oleh penguasa. Dengan demikian ummat Islam hukumnya wajib melaksanakan Syari’ah Islam baik secara perorangan maupun dalam berjama’ah, Rasulullah Saw, dan para shabat-Nya telah melaksanakan dalam kapasitasnya dan statusnya sebagai kepala negara dan pemerintahan. Wallahu ’Alam.

* Ketua Departemen Pengkaderan Hidayatullah

http://hidayatullah.or.id

Islam Sebagai Alternatif Politik

Oleh: Jauhar Ridloni Marzuq

KETIKA awal diturunkan, Islam pada dasarnya merupakan gerakan spiritual, moral, budaya, politik, serta sistem ekonomi alternatif. Tentu saja, alternatif terhadap sistem dan budaya Arab yang waktu itu tengah mengalami pembusukan dan proses dehumanisasi. Selain itu Islam juga lahir sebagai jalan pembebasan dan kemanusiaan dari dua kekuatan besar pada zamannya, yakni kekuasaan Romawi (Bizantium) di Barat dan Persia di Timur.

Namun, semangat alternatif lslam ini ternyata tak bertahan lama, seperti ditunjukkan dalam perjalanan sejarah. la mengalami pasang-surut sampai akhirnya sulit mempertahankan wataknya sebagai gerakan alternatif. Masyarakat Islam justru kini menjadi pihak yang disoroti oleh setiap orang saat membicarakan proses dehumanisasi, ketidakadilan gender, pandangan intoleran, dan sebagainya.

Islam tiba-tiba kehilangan citra diri sebagai pewaris gerakan pembebasan dan penegak keadilan, apalagi gerakan altematif terhadap sistem dan ideologi dehumanisasi.

Dalam catatan sejarah, seusai Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam hijrah ke Madinah, yang pertama beliau lakukan adalah membentuk negara kecil yang wilayahnya mencakup kota Madinah dan sekitarnya. Negara ini terbentuk dari berbagai kabilah dan kota kecil. Beliau lalu mengikat penduduknya yang terdiri dari kaum Muslimin dan non-Muslim di atas dasar kemuliaan, keadilan, hak kebebasan dan tanggung jawab.

Dari sinilah Nabi telah meletakkan benih-benih awal negara Islam. Pada negara ini berlindung berbagai kaum yang tertindas selama beberapa abad lamanya. Islam selalu memberikan pada kehidupan masyarakat suatu pedoman dan manhaj yang baik dan sempurna, yang meliputi segala aspek kehidupan dan sesuai dengan nilai fitrah manusia. Sebuah tatanan kehidupan yang tanpa cacat sedikit pun, menyentuh segala lapisan tanpa pengecualian (tibyan likulli syai’in). Saat itulah, jati diri Islam yang memiliki semangat alternatif terhadap kebobrokan sistem kehidupan masyarakat Arab benar-benar terlihat.

Negara Islam Madinah yang berdiri setelah Nabi dan sahabatnya hijrah ke Madinah, merupakan kesempatan pertama kepada Nabi Muhammad untuk membuktikan bahwa Islam bukan saja sebagai agama ritual, sebagaimana agama-agama yang lainnya. Islam, sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Imarah, adalah agama dan negara (ad-din wa ad-daulah) yang mengatur sisi spiritual sekaligus mengajarkan tuntunan bernegara dan bermasyarakat. Islam merupakan akidah, syariah, agama dan daulah.

Meski demikian, format pemerintahan yang digagas oleh Nabi tidak secara mutlak ditetapkan dalam al-Qur’an karena sesungguhnya al-Qur’an adalah korpus yang bisa diinterpretasikan oleh umat Nabi hingga akhir masa. Namun sebagai seorang pemimpin, Nabi telah meletakkan sebuah prinsip pemeritahan. Prinsip- prinsip pemerintahan yang dikembangkan oleh Nabi berdasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an seperti: prinsip equality (Al-Musâwa), prinsip independensi (Al-Hurriyyah), prinsip pluralitas (Taaddudiyah).

Prinsip-prinsip ini yang kemudian dikembangkan menjadi prinsip berbangsa dan bernegara hingga sekarang ini kita kenal. Universalisme prinsip ini tidak saja bisa dikembangkan di negara-negara Islam tetapi juga di negara-negara non-Muslim.

Pada saat awal Nabi masih di Madinah beliau mendahulukan untuk mendirikan Masjid dan membuat Perjanjian Madinah yang dikenal dengan “Piagam Madinah” atau “Konstitusi Madinah”.

Pembuatan masjid di Madinah merupakan upaya Nabi baik secara keagamaan maupun politis untuk menggalang persatuan kaum Muslimin yang sudah berada dalam satu daerah yaitu Madinah.

Saat itu di Madinah ada suku Aus dan Khazraj, dua suku kuat yang hingga masuk Islam masih sering terjadi kontak senjata antar mereka. Melalui media Masjid lah, Nabi berupaya untuk mempertemukan Kaum Muslimin sesering mungkin untuk memikirkan bersama keberlangsungan Islam atau negara Islam Madinah di tengah ancaman kaum musyrik Makkah.

Sementara untuk menggalang persatuan antar Kaum Muslimin dan non-muslim yakni kaumYahudi dan lainnya yang juga tinggal di kota Madinah, Nabi membuat piagam Madinah yang menjadi simbol kebersamaan antar kaum Muslimin dengan kaum Yahudi. Di sini jelas bahwa Nabi Muhammad menjunjung pluralitas suku agama dan bangsa. Perjanjian Madinah inilah yang hingga kini masih banyak dicontoh sebagai landasan menjalin ukhuwwah wathaniyah sesama warga negara. Dan karena hal ini Phillip K Hitti mengatakan bahwa Madinah saat itu adalah miniatur negara bangsa: Negara Madinah.

Prinsip Universal

Islam adalah sebuah ajaran universal yang memberikan pedoman bagi seluruh kehidupan umat manusia, baik kehidupan di dunia ini maupun kelak di akhirat nanti. Ajaran Islam selalu berdimensi dunia dan akhirat, meski terkadang umat Islam belum mampu mengungkap keduanya secara jelas. Rukun Islam yang lima seperti shalat misalnya, tidak saja berarti ibadah mahdhah kepada Allah, tetapi juga mempunyai dimensi keduniaan seperti kedisiplinan waktu, kebersamaan dalam berjamaah dan sebagainya. Zakat dan haji, yang menjadi bagian dari Rukun Iman, juga kental dengan dimensi duniawinya.

Dan begitu juga dengan prinsip-prinsip bernegara yang terdapat dalam ajaran Islam. Politik dalam Islam mempunyai nilai ibadah sekaligus nilai-nilai keduniaan yang humanis dan fleksibel. Beberapa prinsip yang ada antara lain: prinsip persatuan dan kesatuan (QS. Al-Baqarah: 213), kepastian hukum dan keadilan (QS. An-Nisa: 58), kepemimpinan (QS, Nisa: 59), musyawarah (QS. As-Syura: 38), persaudaraan (QS. Al-hujurat: 2), dan tolong menolong (QS. Al-Maidah: 2).

Prinsip-prinsip yang pernah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabatnya dalam sejarah bisa dijadikan sebagai referensi bagi para tokoh agama yang bergelut di bidang politik sekarang dan masa yang akan datang. Di tengah hegemoni politik sekular yang mencoba untuk mengikis peran agama, politik Islam sebenarnya bisa menjadi alternatif terbaik seperti yang telah ditunjukkan pada awal kemunculannya.

Jika politik yang berkembang sekarang bersifat profan yang meniscayakan adanya kepamrihan, penuh muatan siasat dan tendensius yang menggiring ke arah logika kekuasaan (the logic of power) yang cenderung kooptatif, hegemonik, dan korup, saat inilah kita harus menunjukkan bahwa Islam adalah alternatif terbaik untuk membersihkan semua hal itu. Hal ini penting agar politik tidak hanya mendasar pada idiologi who get what atau idiologi menang-kalah. Tapi lebih dari itu adalah menjunjung prinsip-prinsip persatuan dan kesatuan, kepastian hukum dan keadilan, tolong menolong, kesamaan hak dan saling menghargai. Wallahu a’lam bissawab

*Penulis adalah mahasiswa Jurusan Tafsir dan Ulumul Quran Universitas al-Azhar Kairo

sumber:http://hidayatullah.com

Nabi Muhammad SAW sebagai Diplomat Ulung


Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Alloh pilihan, dikenal juga dalam sejarah atas kepemimpinan dan peran diplomatiknya atas komunitas Islam saat itu. Ia membangun komunikasi dengan para pemimpin suku maupun pemimpin negara lain dengan mengirim utusan yang membawa surat darinya, atau bahkan mengunjunginya (kunjungann ke Ta’if). Korespondensi melalui surat antara lain dilakukannya dengan Heraclius (Kaisar Romawi ), Raja Negus (penguasa Ethiopia) dan Khusrau (penguasa Persia).

Saat hijrah ke Madinah, ia mengubah situasi politik dan sosial yang selama puluhan tahun dipenuhi oleh persaingan antar suku yang didominasi suku Aus dan Khazraj. Salah satu cara yang ia gunakan untuk mencapai kondisi ini adalah penandatangan perjanjian kesepakatan yang dikenal dengan nama Piagam Madinah, sebuah dokumen yang berisikan peraturan-peraturan mengenai kehidupan sosial antar semua elemen masyarakat di sana. Hasilnya adalah terbentuknya sebuah komunitas yang bersatu di Madinah dibawah pimpinannya.

I. Hijrah pertama ke Abbisinia/Ethiopia (615 M)

Ajaran Nabi Muhammad saw kepada publik Mekkah mendapat rintangan yang sangat berat dari para pemuka Quraish di sana. Walaupun Nabi Muhammad sendiri dalam kondisi yang lebih aman karena berada dalam perlindungan pamannya (Abu Thalib, pemimpin Bani Hasyim), namun para pengikutnya sendiri tidak lepas dari gangguan. Beberapa orang pengikutnya disiksa, dipenjarakan atau dibiarkan kelaparan. Oleh karena itu ia kemudian berkeputusan mengirimkan 15 muslim untuk melakukan emigrasi ke Abbisinia (Ethiopia saat ini), untuk mencari suaka di bawah pemimpin kristen di sana (Raja Negus). Emigrasi ini walaupun awalnya dimaksudkan untuk menghindari siksaan suku Quraish, kemudian juga membuka jalur ekonomi antara kedua pihak.

Para pemuka Quraish, demi mendengar usaha tersebut, mengirimkan sekelompok orang yang dipimpin oleh Amr bin Ash dan Abdullah bin Abu Rabia untuk mengejar pada muslim. Namun, mereka tidak berhasil dalam pengejarannya karena para muslim berhasil mencapai wilayah yang aman. Mereka kemudian menghadap Raja Negus dan berusaha membujuknya untuk mengembalikan para migran muslim tersebut. Kemudian pada sebuah pertemuan dengan Negus dan para Pendeta Ethiopia, Ja’far bin Abi Thalib mewakili para muslim meyampaikan apa yang diajarkan Muhammad dan mengutip ayat Al Qur’an mengenai Islam dan Kristen, termasuk beberapa ayat dari surat Maryam. Dalam hadits Ja’far dikatakan berucap :

“ Wahai Raja! Kami tenggelam dalam kebodohan dan barbarisme; kami menyembah berhala dan hidup jauh dari kesucian, kami memakan bangkai, berbicara mengenai hal-hal yang sangat buruk, mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, keramahtamahan dan kehidupan bertetangga; kami tidak mengenal hukum melainkan siapa yang kuatlah yang benar; kemudian Allah membangkitkan seorang manusia diantara kami, yang kelahiran, kejujuran dan kesuciannya kami sadari; kemudian ia menyeru kepada keesaan tuhan dan mengajarkan untuk tidak menyekutukan apapun denganNya. Melarang kami menyembah berhala; menyuruh kami berkata jujur, menjadi orang yang dapat dipercaya, menunjukkan belas kasihan, menghormati hak tetangga dan keluarga kami; Melarang kami membicarakan yang buruk tentang wanita, memakan bagian anak yatim; Menyuruh kami menjauhkan diri dari orang-orang jahat, tidak berlaku jahat; Menyuruh melakukan salat, membayar zakat dan berpuasa

Kami mempercayainya, menerima ajarannya dan perintahnya untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun, kami melakukan apa yang ia ijinkan dan menjauhi apa yang ia larang. Dan karena ini, orang-orang dari suku kami telah bangkit melawan kami, menyiksa kami agar kami kembali menyembah berhala dan melakukan hal-hal buruk lainnya. Mereka menyiksa dan melukai kami, dan kami sama sekali tidak mendapatkan keamanan berada diantara mereka, dan kami datang ke negaramu berharap kau akan melindungi kami dari mereka ”

Raja Negus, tertarik dengan perkataan ini kemudian mengijinkan para migran tersebut untuk tinggal, dan mengirim para duta Quraish pulang. Diperkirakan bahwa Negus kemudian masuk Islam. Setelah membangun hubungan baik dengan Negus, Nabi Muhammad saw kemudian mengirim kelompok lainnya untuk hijrah ke Abbisinia sehingga total migram muslim ditempat itu mencapai sekitar 100 orang.

II. Hijrah ke Ta’if (619 M)

Pada sekitar Juni 619, Nabi Muhammad dan beberapa pengikutnya keluar dari Mekkah untuk berkunjung ke kota Ta’if untuk bertemu dengan kepala sukunya. Tujuan utama dari kunjungan ini adalah ajakan Muhammad kepada mereka untuk memeluk Islam.


Jalan menuju kota Ta’if dengan latar belakang pegunungan Ta’if, (Arab Saudi).

Demi menolak ajakan Nabi Muhammad, dan dibawah kekhawatiran akan balasan Mekkah sebagai akibat menerima Nabi Muhammad sebagai tamu, kelompok dalam pertemuan tersebut menyuruh para penduduk kota untuk melempari Muhammad dengan batu. Setelah diserang dan dikejar hingga keluar dari Ta’if, Nabi Muhammad yang terluka kemudian berlindung di sebuah kebun buah-buahan dibawah pohon anggur. Ia kemudian memohon kepada Allah meminta perlindungan dan ketenangan.

Berdasarkan kepercayaan Islam, dalam perjalanan pulang ke Mekkah, Nabi Muhammad ditemui malaikat Jibril dan malaikat yang menjaga gunung yang mengelilingi Ta’if yang menawarkan padanya, jika ia menginginkannya Ta’if akan dihancurkan dan dijepit diantara oleh gunung yang ada sebagai balasan atas perlakuan buruk mereka. Muhammad menolak tawaran tersebut dan sebaliknya mendoakan agar generasi selanjutnya di Ta’if menerima konsep tauhid Islam.

III. Ikrar Aqabah

IV. Reformasi Madinah

4.1 Kehidupan sosial di Madinah sebelum hijrah

4.2 Piagam Madinah
Piagam Madinah merupakan piagam atau konstitusi antara kaum Muslim Quraisy yang hijrah ke Madinah atau sering disebut kaum Muhajirin dan kaum Muslim yang tinggal di Yatsrib atau kaum Anshar serta dengan pihak non-Muslim yang berada di Madinah atau Yatsrib pada waktu itu, yang dibuat semenjak Muhammad tiba di Madinah dari Mekkah.

4.3 Efek

V. Perjanjian Hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah (Arab:صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang di adakan di sebuah tempat di antara Madinah dan Mekkah pada bulan Maret 628 M (Dzulqaidah, 6 H)

5.1 Latar belakang

Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka mempersiapkan hewan kurban untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Quraisy, walaupun begitu, menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu ini, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci.

Akhirnya kaum Muslim setuju, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang. Kejadian ini dituliskan pada surah Al-Fath ayat 4 :
هو الذي انزل السكينة في قلوب المؤمينين

yaitu bermakna bahwa Allah telah memberikan ketenangan bagi hati mereka agar iman mereka bisa bertambah.

5.2 Perjanjian

Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : “Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin ‘Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad (SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah”

5.3 Manfaat perjanjian

Manfaat Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah :

* Bebas dalam menunaikan agama Islam
* Tidak ada teror dari Quraisy
* Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam

5.4 Hasil

Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tapi kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M

Kaum Muslim berpasukan sekitar 10000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka’bah.

VI. Korespondensi dengan pemimpin lain

6.1 Surat untuk Heraklius

” Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius penguasa Romawi. Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk. Masuk Islamlah, niscaya kamu selamat. Masuk Islamlah, niscaya Allah memberimu pahala dua kali lipat. Jika kamu berpaling, kamu akan menanggung dosa orang-orang Romawi.

Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang sama di antara kita, bahwa kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun; dan tidak (pula)sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). ”

6.2 Surat untuk Negus

6.3 Surat untuk Khusrau

Dalam kitab Hayatus Sahabah, Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi Rah dalam bab *Nabi Muhammad saw mengirim surat kepada para penguasa Kerajaan* sect 4 menulis bahwa Al-Bukhari meriwayatkan dari Hadist Al-Laits bin Saad,dari Yunus,dari Az-Zuhri,dari Ubaidilah bin Abdullah bin Utbah ,dari Ibnu Abbas r.a.,bahwa Rosullulah saw telah mengutus seorang utusan (Syuja bin Wahab) untuk menyampaikan surat beliau kepada Kisra (Khusrau) dan juga memerintahkan untuk menyerahkan surat itu terlebih dahulu kepada penguasa Bahrain.Kemudian penguasa Bahrain inilah yang menyerahkan surat beliau inilah kepada Kisra.Ketika Kisra membacanya, dia mencabik-cabik surat beliau itu.Ibnu Abbas r.a. berkata, Jika tidak salah ibnu Musayyab berkata-Kemudian Rosulullah saw berdoa agar bangsa Parsi di hancur leburkan. Diriwayatkan dari Ibnu Jarir r.a. dari jalan ibnu Ishaq r.a.,sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Bidayah _ 4/269,dari Zaid Abi Habib,dia berkata ,Rosulullah saw mengutus Abdullah bin Huzaifah r.a. untuk menyampaikan surat kepada Kisra bin Hurmuz, Raja Persia.

Isi surat itu berbunyi:

” Bismilaahirrahmaanirrahiim

Dari Muhammad Rosulullah,kepada Kisra pembesar Persia

Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk dan yang beriman kepada Allah dan Rosulnya,

Allah Yang Maha Esa ,tidak ada sekutu bagi-Nya dan bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya .Aku mengajakmu sebagaimana yang diserukan Allah,karena sesungguhnya aku diutus oleh Allah kepada seluruh manusia untuk memberi peringatan kepada setiap orang ynag hidup dan untuk menjadi hujjah atas perkataan orang-orang kafir.Jika engkau memeluk Islam maka engkau akan selamat,tetapi jika engkau menolak ,maka sesungguhnya dosa-dosa orang Majusi akan dibebankan kepadamu. “

Perawi menngatakan ,Ketika Kisra membaca surat Rosulullah tersebut , surat tersebut langsung dirobek-robek, sembari berkata ^Apakah pantas seorang budak menulis surat seperti ini kepadaku?*, Kemudian Kisra menulis surat kepada Badzan supaya mengirim dua orang untuk menemui Rosulullah saw.- kisah selanjutnya sama seperti yang diriwayatkan oleh Abu Ishaq-tetapi ada tambahan ,^bahwa kedua orang tersebaut datang kepada Rosulullah saw ,dengan memotong janggutnya dan memanjangkan kumisnya.Melihat yang demikian Rosulullah saw tidak senang kepada mereka, lalu beliau saw bersabda, Celakalah kalian berdua! Siapakah yang menyuruh kalian berdua berbuat demikian.Mereka menjawab^Tuan kami (Kisra) yang menyuruh kami seperti ini. Kemudian Rosulullah saw berkata * Tetapi aku telah diperintahkan oleh Tuhanku (Allah) agar memanjangkan janggutku dan memotong kumisku.

Catatan kaki

1. ^ al-Mubarakpuri (2002) p. 412
2. ^ Irfan Shahid, Arabic literature to the end of the Umayyad period, Journal of the American Oriental Society, Vol 106, No. 3, p.531
3. ^ Watt (1974) p. 81
4. ^ Watt. al-Aws; Encyclopaedia of Islam
5. ^ a b Buhl; Welch. Muhammad; Encyclopaedia of Islam
6. ^ Watt (1974) pp. 93—96
7. ^ Forward (1998) p. 14
8. ^ a b Forward (1998) p. 15
9. ^ Watt (1974) pp. 67—68
10. ^ a b van Donzel. al-Nadjāshī; Encyclopaedia of Islam
11. ^ al-Mubarakpuri (2002) p. 121
12. ^ Ibnu Hisyam, as-Seerat an-Nabawiyyah, Vol. I, pp. 334—338
13. ^ Vaglieri. Dja’far b. Abī Tālib; Encyclopaedia of Islam
14. ^ a b al-Mubarakpuri (2002) pp. 163—166
15. ^ Muir (1861) Vol. II p. 202
16. ^ Sahih Bukhari 4.54.454, Sahih Muslim 19.4425

Catatan : Artikel ini merupakan tulisan rintisan dan dalam tarap pengembangan.!!

sumber: http://id.wikipedia.org

PIAGAM MADINAH: Perlembagaan Pertama di Dunia


Piagam Madinah (bahasa Arab: صحیفة المدینه, Shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah perlembagaan yang ditulis oleh Rasulullah s.a.w ketika umat Islam mendirikan sebuah Negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. bersamaan 1 Hijriyah. Lahirnya negara ini menandakan bermulanya konsep sekaligus praktik sebuah negara berperlembagaan pertama di dunia selain perlembagaan tertulis pertama dalam sejarah. Sebelum itu tiada satu negara pun yang memiliki perlembagaan, karena dalam sistem monarki sabda raja adalah undang-undang. Dalam perlembagaan yang cukup maju ini Rasulullah menggariskan beberapa prinsip yang penting dalam bernegara seperti prinsip persamaan (pasal 2; 16), keadilan (pasal 45; 47; 20; 36 ), persaudaraan dan perpaduan (pasal 12; 14; 19; 37), kedaulatan hukum Shari’ah (pasal 42; 23), kebebasan bersuara atau amar makruf nahi munkar (pasal 13; 47), hak-hak dan kewajipan kaum minoriti (25; 24; 36-38; 46), kewajipan rakyat dalam mempertahankan negara (18; 38; 46), kesetiaan kepada negara (pasal 37; 46), pengakuan Rasulullah sebagai kepala negara dan ketua hakim (42; 23) dan lain-lain.

MUKADIMAH

Dengan nama Allah Yang Maha pemurah lagi Maha pengasih

Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka.

I. PEMBENTUKAN UMMAT

Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.

II. HAK ASASI MANUSIA

Pasal 2
Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 3
(1) Banu ‘Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
(2) Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 4
(1) Banu Sa’idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan mereka.
(2) Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 5
(1) Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 6
(1) Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman

Pasal 7
(1) Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.

Pasal 8
(1) Banu ‘Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 9
(1) Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 10
(1) Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
(2) Setiap keluarga (tha’ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

III. PERSATUAN SEAGAMA

Pasal 11
Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 12
Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13
(1) Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
(2) Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

Pasal 14
(1) Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
(2) Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

Pasal 15
(1) Jaminan Alloh adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
(2) Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain

IV. PERSATUAN SEGENAP WARGA NEGARA

Pasal 16
Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17
(1) Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
(2) Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Alloh, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.

Pasal 18
Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19
(1) Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Alloh.
(2) Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.

Pasal 20
(1) Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
(2) Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.

Pasal 21
(1) Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
(2) Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.

Pasal 22
(1) Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Alloh dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
(2) Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Alloh di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.

Pasal 23
Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Alloh dan (keputusan) Muhammad SAW.

V. GOLONGAN MINORITAS

Pasal 24
Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25
(1) Kaum Yahudi dari suku ‘Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
(2) Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
(3) Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
(4) Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26
Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 27
Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 28
Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 29
Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 30
Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas

Pasal 31
(1) Kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu ‘Awf di atas
(2) Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 32
Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa’labah

Pasal 33
(1) Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu ‘Awf di atas.
(2) Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

Pasal 34
Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa’labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa’labah.

Pasal 35
Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.

VI. TUGAS WARGA NEGARA

Pasal 36
(1) Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW.
(2) Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya.
(3) Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri.
(4) Alloh melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini.

Pasal 37
(1) Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara
(2) Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
(3) Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
(4) Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
(5) Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya

Pasal 38
Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi

VII. MELINDUNGI NEGARA

Pasal 39
Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40
Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41
Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya

VIII. PIMPINAN NEGARA

Pasal 42
(1) Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum) Alloh dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
(2) Alloh berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya

Pasal 43
Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44
Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yatsrib

IX. POLITIK PERDAMAIAN

Pasal 45
(1) Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
(2) Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
(3) Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu

Pasal 46
(1) Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
(2) Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan

X. PENUTUP

Pasal 47
(1) Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
(2) Sesungguhnya Alloh menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
(3) Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
(4) Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
(5) Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
(6) Sesungguhnya Alloh melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
(7) Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Alloh, semoga Alloh mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

Keterangan dan Rujukan:
Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II hal 119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat : 213 H.828 M). Disistematisasikan ke dalam pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le Medina (1928), pp. 74-84, dan W Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad at Medina (1956), pp. 221-225
Digandakan untuk keperluan pelajaran Pendidikan Ahlussunnah wal-Jama’ah Kelas I (satu) Program Madrasah Diniyyah Wustha (MDW) Al Muayyad Mangkuyudan, Surakarta, semester II, oleh Drs. M Dian Nafi’

SUMBER:
http://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Madinah
http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Madinah
http://khairaummah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=212&Itemid=134